Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Selasa, 06 April 2010

Gelar Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar r.a.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. adalah sahabat setia Rasulullah saw yang senantiasa mendampingi beliau pada masa-masa pelik penyiaran Islam. la memiliki nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin Ka'ab At-Taimi Al-Quraisy.

Sebelum memeluk Islam, ia bernama Abdul Kakbah dan ketika besar mendapat nama lain, yaitu Atiq, berasal dari nama lain Kakbah yang berarti Purba. Ada juga yang mengatakan Al-Atiq adalah gelar yang diberikan Rasulullah yang berarti 'yang dibebaskan'.

Alasannya pun beragam. Ada yang berpendapat karena Rasulullah pernah mengatakan kepadanya, "Anda adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka!" Ada pula yang berpendapat bahwa gelar itu diberikan karena ketampanan wajahnya atau karena banyaknya hamba sahaya yang dimerdekakan olehnya.

Setelah memeluk Islam, Rasulullah saw memberi nama Abdullah. Kemudian menjadi Abu Bakar karena kepeloporannya sebagai orang yang pertama kali memeluk Islam, selain Khadijah r.a.

Penamaan Bakar ini karena mempunyai arti dini atau awal, sebagaimana sabda Rasulullah saw tentang keislamannya, "Tidak kuajak seorang pun masuk Islam melainkan ia ragu dan bimbang, kecuali Abu Bakar. la tidak ragu dan bimbang ketika kusampaikan kepodanya." (HR Bukhari)

Suatu ketika Rasulullah saw tengah dilanda kesedihan yang mendalam. Dua orang yang sangat dicintainya telah dipanggil ke rahmatullah. Mereka adalah Abu Thalib, pamannya, dan Khadijah r.a, istri yang sangat dicintainya.

Perjuangan menegakkan risalah bukanlah hal yang mudah. Pada saat Rasulullah saw bingung dan kesulitan, merekalah orang pertama yang selalu siap melindungi dan menghiburnya. Tentu saja kepergian mereka di dunia ini memberikan duka yang mendalam bagi sang pembawa risalah.

Dalam tahun duka tersebut, Allah SWT hendak menghibur kekasih-Nya dengan perjalanan yang luar biasa menakjubkan. Perjalanan itu terkenal dengan peristiwa Isra' Mi'raj. Sungguh anugerah nikmat yang luar biasa bagi Rasulullah saw. karena peristiwa itu tidak pernah dialami nabi-nabi sebelumnya.

Malam 27 Rajab itu dimulainya perjalanan spektakuler. Rasulullah saw. melakukan Isra' dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa.

Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an, "Maha suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang teiah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS Al-lsra' [17]: 1)

Perjalanan dilanjutkan dengan Mi'raj ke Sidratul Muntaha. Di sanalah Rasulullah saw menerima perintah shalat lima waktu.

Kemudian dia mendekat (pada Muhammad), lalu bertambah dekat sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu disompoikannya wahyu kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah diwahyukan Allah. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentong apa yang diiihatnya itu? Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha, di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, penglihatannya (Muhammad) tidak menyimpang dari yang dilihatnya itu dan tidak (puia) melampauinya. Sungguh, dia telah meiihat sebagian tanda-tanda (kebesaran) Tuhannya yang paling besar. (QS An-Najm [53]: 8-18)

Sungguh besar kekuasaan Allah SWT yang telah memperjalankan hamba-Nya dalam waktu semalam ke berbagai macam tempat yang saling berjauhan. Allahu Akbar! Perjalanan ini makin mengukuhkan keyakinan Rasulullah saw dalam menghadapi segala rintangan yang akan menghalangi dakwahnya.

Keesokan harinya, peristiwa Isra' menjadi kabar besar di kota Mekah. Kaum musyrikin Quraisy mencibir cerita Rasulullah yang telah melakukan perjalanan pulang pergi dari Mekah ke Yerussalem dan kembali ke Mekah hanya dalam waktu semalam.

Keheranan mereka berdasarkan pada pengalaman mereka. Menurut mereka, perjalanan pulang pergi Mekah - Yerussalem yang memakan waktu sampai 2 bulan, tidak mungkin bisa dipersingkat waktunya hanya semalam. Hal itu sungguh mustahil.

Bahkan, mereka menganggap bahwa cerita yang dibawa Muhammad itu adalah rekayasa atau khayalan yang tinggi dari mulutnya. Mereka tidak mengakui akan bukti kebenaran yang telah dibawa Rasulullah saw.

Segala sesuatu dianggap mustahil bagi mereka yang tidak mengimani kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Selain menjadi bahan olok-olokan kaum musyrikin Ouraisy, peristiwa besar tersebut membuat beberapa orang muslim yang belum kuat imannya menjadi murtad.

Peristiwa itu juga membuat Muth'in bin Adi - penolong Rasulullah saw. sepulangnya dari Thaif dan pelindung beliau dari kekejaman paman-pamannya yang musyrik - ikut menyangsikan perjalanan tersebut.

Ia berkata, "Apa yang engkau katakan sebelum ini adalah persoalan yang masuk akal. Namun, tidak kali ini. Aku bersaksi bahwa engkau berdusta! Kami membutuhkan waktu sebulan untuk pergi ke Yerusalem dan sebulan lagi untuk pulang. Lalu, engkau berkata bahwa kau tempuh jarak itu hanya dalam waktu semalam? Demi Lata dan Uzza, aku tidak percaya kepadamu."

Beberapa orang yang telah mendengar berita tersebut bercerita kepada Abu Bakar r.a. Akan tetapi, tidak ada keraguan sedikit pun pada diri Abu Bakar r.a tentang peristiwa yang dianggap mustahil bagi kebanyakan orang tersebut.

Ia katakan kepada orang-orang yang meragukan cerita Rasulullah saw, "Demi Allah, apa pun yang dikatakan oleh Rasulullah saw pasti benar. Mengapa kalian merasa heran dengan cerita itu? Demi Allah, sekalipun beliau mengabarkan kepadaku bahwa berita telah datang kepadanya dari langit ke bumi dalam sesaat, baik pada waktu siang maupun malam, niscaya aku akan membenarkannya. Padahal, kalian percaya bahwa beliau menerima wahyu dari langit. Bukankah itu lebih mengherankan daripada apa yang kalian dengar saat ini?"

Abu Bakar r.a. segera menyusul Rasulullah dan mendengarkan beliau bercerita tentang ciri-ciri Masjidil Aqsa. Setiap Rasulullah saw selesai menceritakan bagian per bagian Masjidil Aqsa, Abu Bakar r.a selalu berkata, "Engkau benar".

"Aku bersaksi bahwa engkau utusan Allah." Begitu seterusnya hingga akhir cerita. Abu Bakar sangat yakin peristiwa Isra' benar-benar terjadi karena ia pernah mengunjungi Masjidil Aqsa sebelumnya. Rasulullah menggambarkan Masjidil Aqsa sampai ke hal-hal yang paling detail. Abu Bakar pun berkali-kali membenarkannya.

Melihat kesungguhan Abu Bakar r.a. dalam membenarkan ceritanya, Rasulullah berkata kepadanya, "Dan engkau, wahai Abu Bakar adalah ash-shiddiq, yang benar dan dapat dipercaya." Sejak saat itulah gelar Ash-Shiddiq sangat terkenal yang disematkan oleh Rasulullah kepada Abu Bakar. Jadilah namanya Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Pernah suatu ketika terjadi selisih paham antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khaththab r.a. Abu Bakar yang berada di pihak salah berusaha meminta maaf kepada Umar bin Khaththab, tetapi Umar menolaknya. Ketika Rasulullah mengetahuinya, beliau bersabda, "Allah selalu mengampunimu, Abu Bakar."

Umar menyesal karena telah menolak permohonan maaf Abu Bakar. Ia pun segera mencari Abu Bakar yang pada saat itu sedang bersama Rasulullah saw. Melihat kedatangan Umar, wajah ceria Rasulullah berubah menjadi marah.

Situasi ini membuat Abu Bakar menjadi cemas seandainya Rasulullah saw marah terhadap Umar bin Khaththab, padahal itu adalah salahnya. Ia pun berkata, "Wahai Rasulullah! Demi Allah! Akulah yang berbuat zalim!" Abu Bakar menegaskan itu hingga dua kali.

Akan tetapi, Rasulullah saw tetap menegur Umar hingga dua kali juga dengan berkata, "Sesungguhnya aku telah diutus kepada kalian, tetapi kalian hanya mengatakan, 'Engkau telah berbohong!' Sementara, Abu Bakar telah berkata 'benar', juga teiah melindungiku dengan jiwa dan hartanya. Apakah kalian akan menyerahkan sahabatku ini kepadaku (untuk dihukum)?" (HR Bukhari)

Saat itu Rasulullah saw hendak menunjukkan kedudukan Abu Bakar yang mulia di antara para sahabat. Hal ini dikarenakan memang tidak ada alasan bagi Umar bin Khaththab r.a untuk tidak memaafkan Abu Bakar r.a yang sudah meminta maaf, di samping kemuliaan kedudukan Abu Bakar di hadapan Allah dan Rasul-Nya.

Dalam kisah yang lain, Ali bin Abi Thalib pun membuat pernyataan tentang Abu BakarAsh-Shiddiq, "Semoga Allah mengasihimu, wahai Abu Bakar. Anda adalah teman akrab Rasulullah, sahabat setianya, tempat curahan hatinya, tempat menyimpan rahasianya, dan sahabatnya yang diajak bermusyawarah. Anda adalah laki-laki pertama yang masuk Islam, orang yang paling tulus imannya, orang yang paling baik yang menemani Rasulullah, yang paling banyak kebaikannya, yang paling mulia di masa lalu, yang paling mulia kedudukannya, yang paling tinggi derajatnya, dan yang paling mirip dengan Rasul dalam hal petunjuk dan jalannya".

Allah menamaimu dalam kitab-Nya dengan nama shiddiq (yang membenarkan). Allah berfirman, "Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itutah orang yang bertakwa." (QS Az-Zumar [39]: 33).

Orang yang membawa kebenaran ialah Muhammad dan yang membenarkan ialah Abu Bakar.

"Anda adalah orang yang paling dermawan di kala orang lain bersifat kikir. Anda telah menemani Nabi saw menghadapi berbagai kesulitan di kala orang lain berdiam diri. Anda telah menemani Nabi saw. dengan setia di masa-masa kritis dan menggantikan beliau menjadi khalifah dengan baik dan menjalankan khilafah dengan baik." Pernyataan ini diungkapkan Ali bin Abi Thalib tatkala Abu Bakar r.a meninggal.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a adalah salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Bahkan, Allah SWT memberikan keistimewaan khusus kepadanya dengan membukakan semua pintu surga untuknya dan ia boleh memasuki surga dari pintu mana pun. Subhanallah.

Dipercaya karena Jujur

Shuhaib bin Sinan bin Malik lebih dikenal dengan nama Shuhaib Ar-Rumi. la turut hijrah bersama Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a ke Medinah. Mereka berhijrah secara diam-diam karena orang-orang Quraisy tidak akan membiarkan Muhammad dan kaum muslimin meninggalkan kota Mekah.

Meskipun demikian, ternyata rencana mereka telah diketahui oleh para musuh Allah. Mereka pun mengatur sebuah perangkap untuk mencegah perjalanan ketiga orang mulia tersebut.

Atas izin Allah SWT, Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a berhasil lolos dari jebakan mereka. Namun, tidak bagi Shuhaib. Ia tidak berhasil meloloskan diri dari kepungan orang-orang jahiliah tersebut.

Ketika orang-orang musyrik yang mengepungnya lengah, ia segera memacu untanya agar berlari kencang. Pemburu-pemburu Quraisy segera mengejarnya dan berhasil menghentikan Shuhaib di tengah-tengah padang pasir yang luas.

Pemburu-pemburu Ouraisy menatap Shuhaib dengan beringas seperti tidak sabar ingin membunuhnya. Shuhaib sendiri ingin segera menyusul Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a untuk hijrah ke Medinah. Mereka sudah siap dengan senjatanya masing-masing, termasuk shuhaib yang telah memasang anak panah di busurnya.

Dalam situasi yang tegang itu Shuhaib menggertak mereka, "Hai orang-orang kafir Quraisy! Kalian sudah mengetahui bahwa aku adalah ahli panah yang mahir. Demi Allah! Kalian semua akan mati oleh anak panah dalam kantong ini sebelum kalian berhasil mendekatiku. Setelah itu pedang ini akan kugunakan untuk menebas kalian! Sampai semua senjata di tanganku habis!"

Nyali para pemburu beringas itu ciut mendengar ancaman Shuhaib. Namun, mereka tidak mengurungkan niatnya untuk membunuh Shuhaib.
Akhirnya, Shuhaib mengajukan penawaran kepada mereka, "Kalau kalian setuju, akan saya tunjukkan tempat penyimpanan hartaku. Kalian boleh memilikinya asalkan aku dibiarkan berhijrah ke Yastrib (Medinah)!"

Tawaran itu menarik hati para pemburu Quraisy. Mereka berkata, "Dulu kamu hanyalah seorang yang miskin dan papa. Sekarang hartamu banyak dan melimpah ruah. Tunjukkanlah di mana hartamu disimpan?"

Shuhaib pun menunjukkan tempat harta bendanya disembunyikan. Para pemburu Quraisy langsung bertolak kembali ke Mekah dan menguras harta simpanan Shuhaib. Mereka membiarkan Shuhaib berhijrah ke Medinah.

Shuhaib bin Sinan melanjutkan perjalanannya ke Yastrib. Setelah melalui padang pasir yang luas dan gersang, akhirnya Allah SWT memperkenankan dirinya bertemu dengan kekasih tercinta, Rasulullah saw, di Quba.

Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah saw dan para sahabat yang mengelilingi beliau. Melihat Shuhaib bin Sinan datang, Rasulullah saw. menyambutnya dengan ceria. Beliau bersabda kepadanya, "Beruntunglah perniagaanmu, hai Abu Yahya!"

Shuhaib bersyukur dengan doa Rasulullah saw tersebut meskipun ia heran dikatakan beruntung karena hasil jerih payah perdagangannya sudah habis diberikan kepada musyrikin Quraisy. Yang tinggal pada dirinya hanya iman dan kecintaannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pengorbanan Shuhaib mendapat pujian dari Allah SWT sehingga turunlah ayat sebagai berikut, "Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridaan Allah. Dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya." (QS Al-Baqarah [2]: 207)
membunuh

Preman Masuk Islam

Luqman Hakim meriwayatkan bahwa suatu ketika seorang preman yang suka mencuri, berjudi, dan meminum minuman keras datang menemui Rasulullah saw. Ia bermaksud untuk bertobat sehingga Rasulullah mengajaknya pada Al-Islam.

Setelah ia mengucapkan dua kalimat syahadat, ia mengadu kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, saya adalah orang yang banyak melakukan dosa. Bagaimanakah caranya agar aku bisa meninggalkan kebiasaan burukku?"

Rasulullah menjawab, "Berjanjilah untuk tidak berbohong!"

Syarat yang mudah, pikir preman tersebut, ia pun menyanggupinya.

Dalam perjalanan pulang, setiap kali ia hendak berbuat jahat selalu teringat pesan Rasulullah untuk tidak berbohong.

"Apa jawabanku jika Rasulullah bertanya tentang apa yang aku lakukan hari ini? Sanggupkah aku berbohong kepadanya?"

Pada kesempatan lain, godaan untuk berbuat jahat muncul kembali. Ia kembali teringat pesan Rasulullah. Ia bergumam, "Kalau aku berbohong kepada Rasulullah, berarti aku mengkhianati janjiku kepadanya. Jika aku berkata benar bahwa aku telah melakukan kejahatan, aku harus menerima hukuman sesuai dengan aturan Islam."

Ia pun mengurungkan niat jahatnya. Demikianlah setiap ada keinginan untuk mabuk, mencuri, dan berjudi, ia selalu teringat pesan Rasulullah tersebut hingga ia selalu mengurungkan niatnya untuk berbuat dosa.
"Ya Allah, ternyata dalam pesan Rasulullah itu terkandung hikmah yang sangat berharga," pikirnya.

Ia pun berhasil meninggalkan kebiasaan buruknya dan menjadi mukmin saleh dan mulia.

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai anakku, jika kau mampu menyambut pagi dan soremu dengan hati yang bersih dari niat curang kepada orang lain maka lakukanlah!"

Kemudian Rasulullah saw melanjutkan ucapannya, "Hal tersebut merupakan sunnahku. Barangsiapa yang menghidupkannya maka itulah bukti kecintaannya kepadaku dan barangsiapa mencintaiku maka ia akan bersamaku di surga." (HR Turmudzi)

Minggu, 04 April 2010

Keistimewaan Ja'far Ath-Thayyar

Nama lengkapnya adalah Ja'far bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Ia memiliki gelar Abu Al-Masakin yang artinya bapak orang-orang miskin karena ia senang berdialog dengan mereka. Juga gelar Dzu Al-Janahain yang berarti pemilik dua sayap serta Ja'far Ath-Thayyar yang artinya orang yang dapat terbang.

Ia ikut hijrah ke Habsyi dan kemampuan berdiplomasinya ia gunakan untuk menangkal hasutan kaum musyrikin kepada Raja Habsyi yang bernama Negus.

Suatu saat, Rasulullah saw diberi tahu oleh Malaikat Jibril bahwa kelak ketika Ja'far berperang dan syahid, Allah telah menyediakan baginya dua sayap hijau yang terbungkus dengan intan dan yaqut untuknya di surga. Dia terbang dengan kedua sayapnya bersama malaikat.

Rasulullah saw bahagia mengetahuinya. Beliau pun bertanya kepada Ja'far, "Wahai Ja'far, putra Abu Thalib. Amalan apa yang kaulakukan sehingga Allah memuliakanmu?"

Ja'far menjawab, "Wahai Rasulullah. Aku tidak tahu pasti amalan apa yang telah aku kerjakan. Hanya saja ketika aku kafir dan setelah masuk Islam sampai saat ini, aku senantiasa menghindari diri dari berkata bohong, berzina, dan mabuk-mabukkan."

Rasulullah saw bertanya kembali, "Memang ketiga perkara itu diharamkan oleh Islam. Lalu, bagaimana engkau menahan diri dari ketiga sifat itu ketika kafir? Bukankah tidak ada larangan untuk itu?"

Ja'far menjelaskan, "Aku berpendapat bahwa orang yang berbohong dalam ucapannya akan selalu dicurigai oleh orang lain. Dan apabila kebohongannya diketahui oleh orang, tentu akan malu sekali. Oleh karena itulah, aku tidak mau berbohong.

Sedangkan, untuk perbuatan zina, aku tidak ingin ada orang lain yang berzina dengan istri atau anakku. Sungguh orang tersebut akan tercela dalam pandanganku. Karena itulah aku membenci perbuatan zina.

Lalu, aku menghindari mabuk-mabukkan karena aku ingin akalku terus berkembang dan melampaui pemikiran orang lain. Mabuk-mabukan akan menghilangkan akal sehingga ia akan mengeluarkan kata-kata tidak bermanfaat dan tertawa-tawa tanpa alasan. Karena itulah aku mencegah diriku dari minuman yang memabukkan,"

Malaikat Jibril datang dan berkata, "Ja'far berkata benar. Allah menjadikan dua sayap untuknya disebabkan karena menahan diri dari ketiga perkara tersebut sehingga pantas jika Ja'far dekat dengan Allah!"

Akhirnya, benarlah kisah itu ketika Ja'far syahid dalam Perang Muktah, Rasulullah saw memberitakan, "Aku masuk ke dalam surga dan aku lihat Ja'far terbang bersama para malaikat, sedangkan kedua sayapnya penuh dengan lumuran darah."

Kemudian Rasulullah saw mengatakan bahwa Allah SWT mengganti sayap tersebut dengan sayap yang baru sehingga ia dapat terbang dengan sayap itu ke surga. Karena itulah ia dijuluki Ja'far Ath-Thayyar.

Bukti Kejujuran

Lukman Al-Hakim adalah seorang sahabat berkulit hitam yang jujur. la adalah seorang penggembala yang selalu benar dalam berkata-kata, menunaikan amanat, dan meninggalkan sesuatu yang tidak berguna.

Suatu ketika Lukman disuruh tuannya untuk memanen hasil kebun bersama budak lainnya. Namun, para budak itu melakukan perbuatan yang sangat tidak terpuji. Mereka tergiur untuk memakan semua hasil panen buah-buahan segar tersebut.

Ketika para budaknya kembali dengan tangan kosong, sang majikan berang dan menanyakan siapa yang telah menghabiskan hasil panennya itu. Para budak menuduh bahwa Lukmanlah pelakunya.

Mendengar tuduhan itu, Lukman berkata, "Sesungguhnya orang munafik itu tidak amanah di sisi Allah. Saya bisa membuktikan siapa sesungguhnya yang memakan buah-buahan itu."

Ia pun mengambil air putih dan menyodorkan kepada para budak seraya berkata, "Mari kita minum air putih ini agar bisa memuntahkan makanan yang baru kita makan." Para budak tidak berani mengelak karena tuannya pun mendukung usul Lukman.

Ketika semua memuntahkan isi perutnya, terlihat bahwa Lukman hanya memuntahkan air bersih, sedangkan yang lainnya memuntahkan buah-buahan. Jadi, terbuktilah bahwa Lukman adalah orang jujur dan tidak bersalah.