Suatu ketika Iblis menerima perintah dari Allah SWT untuk menghadap Rasulullah saw dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan beliau. Kemudian Iblis mengubah wujudnya menjadi seorang lelaki tua yang bersih dan rapi sambil membawa tongkat.
Rasulullah saw yang menerima kedatangannya bertanya, "Siapa kau?"
"Aku Iblis," jawab Iblis.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" tanya Rasulullah.
"Allah yang memerintahkan kepadaku untuk menemuimu agar dapat menjawab semua pertanyaan darimu," jelas Iblis.
Rasulullah saw. lalu bertanya, "Hai Iblis! Siapa sajakah musuhmu dari umatku?"
Iblis menjawab, "Ada empat belas macam orang. Yaitu, engkau sendiri (Muhammad saw), pemimpin yang adil, orang kaya yang rendah hati, pedagang yang jujur, orang alim yang shalatnya khusyu', orang mukmin yang menasihati sahabatnya, orang mukmin yang menebarkan kasih sayang terhadap sesamanya, orang yang bertobat sampai akhir hayat, orang mukmin yang selalu dalam keadaan suci atau berwudhu, orang yang berhati-hati dari hal-hal yang dilarang, orang mukmin yang berakhlak mulia, orang mukmin yang berguna bagi masyarakat, penghafal Al-Qur'an, dan orang-orang yang gemar bertahajud di saat orang lain tertidur."
Beliau kembali bertanya, "Hai Iblis! Siapa sajakah yang menjadi sahabatmu?"
"Ada sepuluh orang. Yaitu, hakim yang tidak adil, orang kaya yang sombong, pedagang yang tidak jujur atau khianat, pemabuk, orang yang memutuskan silaturrahim, pemakan riba, pemakan harta anak yatim, orang yang melalaikan shalat, orang yang enggan berzakat, dan orang yang sering berkhayal (panjang angan-angan)." Urai Iblis, "mereka itulah sahabat dan saudaraku," tambahnya.
Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi
Tampilkan postingan dengan label Adakah berbohong untuk kebaikan?. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Adakah berbohong untuk kebaikan?. Tampilkan semua postingan
Jumat, 02 April 2010
Siasat Abu Bakar Ash-Shiddiq
Diriwayatkan melalui hadis Bukhari bahwa ketika itu Rasulullah saw sedang membonceng Abu Bakar r.a di atas unta kendaraannya. Di tengah perjalanan, mereka dicegat oleh seseorang.
Orang itu mengenal Abu Bakar r.a, tetapi tidak mengenal Rasulullah saw. Melihat Abu Bakar r.a sedang bersama seseorang, orang tersebut bertanya kepada Abu Bakar r.a, "Siapakah dia?"
Kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk memberi tahu dengan jujur bahwa yang sedang bersamanya adalah Rasulullah saw. Jika musuh-musuh Allah tahu keberadaan beliau, mereka tidak segan-segan untuk menyakiti, bahkan membunuhnya. Demi keselamatan Rasulullah, Abu Bakar r.a menjawab, "Dia hanyalah seorang penunjuk jalanku."
"Oh, penunjuk jalan," ujar orang itu sambil berlalu.
Orang itu memahami arti penunjuk jalan adalah orang yang bertugas untuk menunjuki arah perjalanan hingga sampai ke tujuan, seperti guide. Padahal, yang dimaksud Abu Bakar r.a. adalah penunjuk jalan kebenaran bagi hidupnya.
Rasulullah saw tidak menegur Abu Bakar dalam peristiwa ini karena perbuatan Abu Bakar itu untuk menyelamatkan beliau dari kejaran musuh-musuhnya.
Orang itu mengenal Abu Bakar r.a, tetapi tidak mengenal Rasulullah saw. Melihat Abu Bakar r.a sedang bersama seseorang, orang tersebut bertanya kepada Abu Bakar r.a, "Siapakah dia?"
Kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk memberi tahu dengan jujur bahwa yang sedang bersamanya adalah Rasulullah saw. Jika musuh-musuh Allah tahu keberadaan beliau, mereka tidak segan-segan untuk menyakiti, bahkan membunuhnya. Demi keselamatan Rasulullah, Abu Bakar r.a menjawab, "Dia hanyalah seorang penunjuk jalanku."
"Oh, penunjuk jalan," ujar orang itu sambil berlalu.
Orang itu memahami arti penunjuk jalan adalah orang yang bertugas untuk menunjuki arah perjalanan hingga sampai ke tujuan, seperti guide. Padahal, yang dimaksud Abu Bakar r.a. adalah penunjuk jalan kebenaran bagi hidupnya.
Rasulullah saw tidak menegur Abu Bakar dalam peristiwa ini karena perbuatan Abu Bakar itu untuk menyelamatkan beliau dari kejaran musuh-musuhnya.
Pengintaian Pasukan Musuh
Ketika akan Perang Badar, Rasulullah saw dan Abu Bakar r.a keluar dari persembunyian untuk mengintai.
Di tengah perjalanan, keduanya bertemu lelaki tua yang diperkirakan memiliki informasi tentang kondisi pasukan Quraisy. Kemudian Rasulullah saw menyapanya dan bertanya tentang kondisi pasukan Quraisy serta pasukan Islam agar lelaki tua tersebut tidak curiga kalau mereka adalah bagian dari pasukan Islam.
Akan tetapi, lelaki tua itu tidak mau memberikan informasi kecuali dengan satu syarat. Ia berkata, "Saya tidak akan memberi tahu kalian sebelum kalian memberitahukan siapa dan dari mana kalian datang?"
Rasulullah saw menawarkan kesepakatan, "Beri tahu kami terlebih dahulu maka akan kami beritahukan keadaan kami!"
Lelaki tua itu pun setuju. Ia beritahukan semua informasi tentang pasukan Ouraisy dan Islam kepada Rasulullah saw. Ia mengatakan bahwa pasukan Quraisy telah mengetahui kedatangan Muhammad dan para sahabatnya.
Ia juga mengabarkan posisi kedua kubu yang akan berperang sebagai berikut, "Apabila kalian ingin membuktikan, lihat saja kaum muslimin di tempat 'ini' (ia menyebutkan tempat pasukan muslim berkemah), sedangkan jika kalian ingin melihat keberadaan pasukan Ouraisy, datanglah ke tempat 'ini' (ia menyebutkan tempat kaum Ouraisy berkumpul saat itu)."
Kemudian orang itu meminta janjinya dan bertanya, "Sekarang beri tahu kami, dari mana asal kalian berdua?"
Pantang bagi Rasulullah saw untuk berbohong. Beliau pun berkata, "Kami berasal dari Ma'...," Rasulullah saw menjawab dengan ringan dan berlalu pergi meninggalkan orang itu.
Lelaki tua itu bergumam, "Apakah mereka dari lraq?"
Ma' dalam bahasa Arab berarti air atau nama sebuah tempat di Irak. Lelaki tua itu beranggapan bahwa Ma' yang dimaksud adalah sebuah daerah di Irak.
Padahal, maksud Rasulullah adalah air sebagai asal mula penciptaan makhluk berdasarkan firman Allah SWT, "... dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air ...." (QS Al-Anbiya' [21]: 30)
Di tengah perjalanan, keduanya bertemu lelaki tua yang diperkirakan memiliki informasi tentang kondisi pasukan Quraisy. Kemudian Rasulullah saw menyapanya dan bertanya tentang kondisi pasukan Quraisy serta pasukan Islam agar lelaki tua tersebut tidak curiga kalau mereka adalah bagian dari pasukan Islam.
Akan tetapi, lelaki tua itu tidak mau memberikan informasi kecuali dengan satu syarat. Ia berkata, "Saya tidak akan memberi tahu kalian sebelum kalian memberitahukan siapa dan dari mana kalian datang?"
Rasulullah saw menawarkan kesepakatan, "Beri tahu kami terlebih dahulu maka akan kami beritahukan keadaan kami!"
Lelaki tua itu pun setuju. Ia beritahukan semua informasi tentang pasukan Ouraisy dan Islam kepada Rasulullah saw. Ia mengatakan bahwa pasukan Quraisy telah mengetahui kedatangan Muhammad dan para sahabatnya.
Ia juga mengabarkan posisi kedua kubu yang akan berperang sebagai berikut, "Apabila kalian ingin membuktikan, lihat saja kaum muslimin di tempat 'ini' (ia menyebutkan tempat pasukan muslim berkemah), sedangkan jika kalian ingin melihat keberadaan pasukan Ouraisy, datanglah ke tempat 'ini' (ia menyebutkan tempat kaum Ouraisy berkumpul saat itu)."
Kemudian orang itu meminta janjinya dan bertanya, "Sekarang beri tahu kami, dari mana asal kalian berdua?"
Pantang bagi Rasulullah saw untuk berbohong. Beliau pun berkata, "Kami berasal dari Ma'...," Rasulullah saw menjawab dengan ringan dan berlalu pergi meninggalkan orang itu.
Lelaki tua itu bergumam, "Apakah mereka dari lraq?"
Ma' dalam bahasa Arab berarti air atau nama sebuah tempat di Irak. Lelaki tua itu beranggapan bahwa Ma' yang dimaksud adalah sebuah daerah di Irak.
Padahal, maksud Rasulullah adalah air sebagai asal mula penciptaan makhluk berdasarkan firman Allah SWT, "... dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air ...." (QS Al-Anbiya' [21]: 30)
Menyelamatkan Seorang Mukmin dari Kejaran Musuh
Suatu ketika seorang muslim dikejar sekelompok orang Yahudi yang hendak membunuhnya. Ia berlari menuju Rasulullah yang sedang duduk dan berkata, "Wahai Rasulullah, lindungilah aku! Mereka ingin membunuhku, padahal aku tidak bersalah!" Kemudian orang tersebut bersembunyi untuk menyelamatkan diri.
Tidak lama kemudian sekelompok orang bersenjata berteriak-teriak dengan marah mendatangi Rasulullah karena kehilangan jejak incarannya, "Apakah kamu melihat seseorang lewat sini?" tanya mereka.
Rasulullah berdiri dari duduknya dan berkata, "Sejak saya berdiri di sini dari tadi, saya tidak melihat orang lewat sini." Sekelompok orang bersenjata itu pun membubarkan diri.
Tidak lama kemudian sekelompok orang bersenjata berteriak-teriak dengan marah mendatangi Rasulullah karena kehilangan jejak incarannya, "Apakah kamu melihat seseorang lewat sini?" tanya mereka.
Rasulullah berdiri dari duduknya dan berkata, "Sejak saya berdiri di sini dari tadi, saya tidak melihat orang lewat sini." Sekelompok orang bersenjata itu pun membubarkan diri.
Mengecoh Abu Lahab
Rasulullah saw dakwah pertama kali secara terang-terangan di Bukit Shafa, sedangkan Abu Lahab adalah orang yang pertama kali menentang kehadiran Islam dengan keras. Namun, sikapnya melunak sepeninggal Abu Thalib.
Sebagai putra pertama Abdul Muthalib, ia harus menjaga kehormatan Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk menjaga status sosialnya di masyarakat. Ia juga mengincar posisi pemimpin Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang dulu dipegang oleh Abu Thalib.
Caranya adalah mencuri simpati orang-orang berpengaruh di kedua kabilah tersebut dengan menjadi pelindung Muhammad, sebagaimana yang Abu Thalib lakukan dulu.
Abu Lahab mendatangi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, Teruskanlah dakwahmu. Apa pun yang kau-lakukan semasa Abu Thalib masih hidup, bisa kaulakukan sekarang. Demi Latta, tidak ada seorang pun yang bisa menyakitimu selama aku masih hidup."
Abu Lahab tidak pernah mengingkari janjinya itu. Ketika Ibnu Ghaythalah, seorang kafir Quraisy, mencaci maki Rasulullahsaw, Abu Lahab benar-benar menunjukkan kemarahannya. Ibnu Ghaythalah pun lari terbirit-birit karena ketakutan sambil berteriak, "Wahai orang-orang Ouraisy! Abu Lahab telah keluar dari agama kita!"
Mendengar hal itu, kaum Quraisy sangat terkejut. Bukankah Abu Lahab orang yang mereka andalkan untuk memecah belah persatuan Bani Hasyim dan Bani Muthalib? Mengingat bahwa Abu Lahab memang mudah dijebak dan diperdaya, mereka khawatir Muhammad telah berhasil memperdayanya.
Kekhawatiran mereka segera dijawab Abu Lahab, "Aku tidak pernah meninggalkan agama Abdul Muthalib. Hanya saja aku ingin melindungi keponakanku agar ia bisa melakukan apa pun yang ia mau."
Mendengar jawaban Abu Lahab, legalah perasaan mereka karena Abu Lahab masih setia dengan agama nenek moyangnya. Mereka menanggapi positif keputusan Abu Lahab, "Engkau telah berbuat baik dan menyambungkan tali silaturrahim."
Sejak saat itu, kaum musyrikin Quraisy tidak pernah mendekati Muhammad agar tidak menyinggung perasaan Abu Lahab. Rasulullah saw bebas berdakwah kapan pun dan di mana pun tanpa ada yang menghalangi.
Kaum musyrikin Quraisy melihat gejala yang tidak baik jika Muhammad dibiarkan bebas menyiarkan Islam. Mereka berkumpul untuk mengatur siasat. Akhirnya, mereka menemukan cara jitu untuk menghasut Abu Lahab. Strategi ini dilakukan oleh Uqbah bin Mu'ith dan Abu Jahal bin Hisyam.
Mereka berkata kepada Abu Lahab, "Muhammad mengatakan bahwa ada kehidupan lain di hari akhirat ketika semua orang menerima balasan dari apa yang telah mereka perbuat di dunia ini. Orang yang beriman akan mendapatkan surga dan orang yang ingkar akan masuk neraka jahanam. Apakah ia memberitahumu di mana tempat Abdul Muthalib? Di surga atau neraka?"
Pertanyaan itu mengganggu pikiran Abu Lahab. Ia segera mendatangi Rasulullah saw untuk menanyakan perihal tersebut. Rasulullah menjawab, "Abdul Muthalib bersama kaumnya."
Jawaban itu menenangkan Abu Lahab. Ia pun menceritakan jawaban Muhammad kepada Abu Jahal dan Uqbah. Mereka tertawa mengejek Abu Lahab, "Benar, Abdul Muthalib memang bersama kaumnya, tetapi di neraka! Mengapa tidak kau tanyakan hal itu kepada Muhammad?"
Abu Lahab sangat marah mendengar hal itu. Ia segera mendatangi Muhammad sekali lagi dan bertanya, "Wahai Muhammad. Apakah Abdul Muthalib masuk neraka?"
Tentu saja Rasulullah saw tidak dapat mengelak dari pertanyaan itu. Beliau harus menjawab dengan jujur meskipun harus kehilangan perlindungan dari Abu Lahab. Beliau pun bersabda, "Ya, siapa pun yang mati dengan memeluk agama Abdul Muthalib akan masuk neraka."
Setelah mengetahui jawaban itu, Abu Lahab kian murka. Ia marah karena ayahnya termasuk ahli neraka dalam pandangan Islam. Dengan kasar ia berkata kepada Muhammad, "Demi Tuhan! Aku akan memusuhimu selama Abdul Muthalib dinyatakan masuk neraka!"
Kaum Quraisy bersorak gembira mengetahui Abu Lahab kembali menjadi penentang Rasulullah. Ejekan dan cercaan terhadap kaum muslimin makin gencar terhadap Rasulullah. Akhirnya, kaum muslimin Mekah bersama Rasulullah berangsur-angsur hijrah ke Thaif.
Sebagai putra pertama Abdul Muthalib, ia harus menjaga kehormatan Bani Hasyim dan Bani Muthalib untuk menjaga status sosialnya di masyarakat. Ia juga mengincar posisi pemimpin Bani Hasyim dan Bani Muthalib yang dulu dipegang oleh Abu Thalib.
Caranya adalah mencuri simpati orang-orang berpengaruh di kedua kabilah tersebut dengan menjadi pelindung Muhammad, sebagaimana yang Abu Thalib lakukan dulu.
Abu Lahab mendatangi Muhammad dan berkata, "Hai Muhammad, Teruskanlah dakwahmu. Apa pun yang kau-lakukan semasa Abu Thalib masih hidup, bisa kaulakukan sekarang. Demi Latta, tidak ada seorang pun yang bisa menyakitimu selama aku masih hidup."
Abu Lahab tidak pernah mengingkari janjinya itu. Ketika Ibnu Ghaythalah, seorang kafir Quraisy, mencaci maki Rasulullahsaw, Abu Lahab benar-benar menunjukkan kemarahannya. Ibnu Ghaythalah pun lari terbirit-birit karena ketakutan sambil berteriak, "Wahai orang-orang Ouraisy! Abu Lahab telah keluar dari agama kita!"
Mendengar hal itu, kaum Quraisy sangat terkejut. Bukankah Abu Lahab orang yang mereka andalkan untuk memecah belah persatuan Bani Hasyim dan Bani Muthalib? Mengingat bahwa Abu Lahab memang mudah dijebak dan diperdaya, mereka khawatir Muhammad telah berhasil memperdayanya.
Kekhawatiran mereka segera dijawab Abu Lahab, "Aku tidak pernah meninggalkan agama Abdul Muthalib. Hanya saja aku ingin melindungi keponakanku agar ia bisa melakukan apa pun yang ia mau."
Mendengar jawaban Abu Lahab, legalah perasaan mereka karena Abu Lahab masih setia dengan agama nenek moyangnya. Mereka menanggapi positif keputusan Abu Lahab, "Engkau telah berbuat baik dan menyambungkan tali silaturrahim."
Sejak saat itu, kaum musyrikin Quraisy tidak pernah mendekati Muhammad agar tidak menyinggung perasaan Abu Lahab. Rasulullah saw bebas berdakwah kapan pun dan di mana pun tanpa ada yang menghalangi.
Kaum musyrikin Quraisy melihat gejala yang tidak baik jika Muhammad dibiarkan bebas menyiarkan Islam. Mereka berkumpul untuk mengatur siasat. Akhirnya, mereka menemukan cara jitu untuk menghasut Abu Lahab. Strategi ini dilakukan oleh Uqbah bin Mu'ith dan Abu Jahal bin Hisyam.
Mereka berkata kepada Abu Lahab, "Muhammad mengatakan bahwa ada kehidupan lain di hari akhirat ketika semua orang menerima balasan dari apa yang telah mereka perbuat di dunia ini. Orang yang beriman akan mendapatkan surga dan orang yang ingkar akan masuk neraka jahanam. Apakah ia memberitahumu di mana tempat Abdul Muthalib? Di surga atau neraka?"
Pertanyaan itu mengganggu pikiran Abu Lahab. Ia segera mendatangi Rasulullah saw untuk menanyakan perihal tersebut. Rasulullah menjawab, "Abdul Muthalib bersama kaumnya."
Jawaban itu menenangkan Abu Lahab. Ia pun menceritakan jawaban Muhammad kepada Abu Jahal dan Uqbah. Mereka tertawa mengejek Abu Lahab, "Benar, Abdul Muthalib memang bersama kaumnya, tetapi di neraka! Mengapa tidak kau tanyakan hal itu kepada Muhammad?"
Abu Lahab sangat marah mendengar hal itu. Ia segera mendatangi Muhammad sekali lagi dan bertanya, "Wahai Muhammad. Apakah Abdul Muthalib masuk neraka?"
Tentu saja Rasulullah saw tidak dapat mengelak dari pertanyaan itu. Beliau harus menjawab dengan jujur meskipun harus kehilangan perlindungan dari Abu Lahab. Beliau pun bersabda, "Ya, siapa pun yang mati dengan memeluk agama Abdul Muthalib akan masuk neraka."
Setelah mengetahui jawaban itu, Abu Lahab kian murka. Ia marah karena ayahnya termasuk ahli neraka dalam pandangan Islam. Dengan kasar ia berkata kepada Muhammad, "Demi Tuhan! Aku akan memusuhimu selama Abdul Muthalib dinyatakan masuk neraka!"
Kaum Quraisy bersorak gembira mengetahui Abu Lahab kembali menjadi penentang Rasulullah. Ejekan dan cercaan terhadap kaum muslimin makin gencar terhadap Rasulullah. Akhirnya, kaum muslimin Mekah bersama Rasulullah berangsur-angsur hijrah ke Thaif.
Asma' Putri Abu Bakar Ash-Shiddiq
Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah wanita muhajirah yang ikut andil ketika Rasulullah saw. dan ayahnya hijrah ke Yatsrib. Ia terkenal dengan julukan 'Wanita Pemilik Dua Ikat Pinggang' karena ketika mengantarkan perbekalan untuk Rasulullah saw dan ayahnya di Gua Tsur, ia membelah ikat pinggangnya menjadi dua. Satu untuk mengikat perbekalan, sedangkan yang lainnya untuk mengikat qirbah (tempat minum).
Setelah keberangkatan ayahnya berhijrah, kakeknya, Abu Quhafah, datang kepadanya untuk menghibur karena ditinggal hijrah oleh Abu Bakar, "Hai Asma'. Demi Allah. Abu Bakar telah menyusahkanmu dengan harta dan jiwamu!" ujar Abu Quhafah yang tunanetra.
"Tidak, Kek, Ayah telah meninggalkan harta yang banyak buat kita," jawab Asma'. Lalu, ia mengambil kerikil dan memasukkanya ke dalam kantong, kemudian ia letakkan di lubang tempat ayahnya biasa menyimpan harta.
Asma' meraih tangan kakeknya dan berkata, "Taruhlah tanganmu ke atas kantong ini, Kek."
Setelah memegang kantong tersebut, kakeknya berkata, "Tidak apa-apa jika Abu Bakar meninggalkan harta sebanyak ini. Itu sangat bagus. Dengan demikian, engkau dapat menggunakannya untuk keperluan hidupmu."
Padahal, sebenarnya Abu Bakar tidak meninggalkan harta untuk keluarganya. Asma' berbuat demikian untuk menenangkan kakeknya yang kebingungan memikirkan dirinya karena ditinggal hijrah oleh ayahnya.
Setelah keberangkatan ayahnya berhijrah, kakeknya, Abu Quhafah, datang kepadanya untuk menghibur karena ditinggal hijrah oleh Abu Bakar, "Hai Asma'. Demi Allah. Abu Bakar telah menyusahkanmu dengan harta dan jiwamu!" ujar Abu Quhafah yang tunanetra.
"Tidak, Kek, Ayah telah meninggalkan harta yang banyak buat kita," jawab Asma'. Lalu, ia mengambil kerikil dan memasukkanya ke dalam kantong, kemudian ia letakkan di lubang tempat ayahnya biasa menyimpan harta.
Asma' meraih tangan kakeknya dan berkata, "Taruhlah tanganmu ke atas kantong ini, Kek."
Setelah memegang kantong tersebut, kakeknya berkata, "Tidak apa-apa jika Abu Bakar meninggalkan harta sebanyak ini. Itu sangat bagus. Dengan demikian, engkau dapat menggunakannya untuk keperluan hidupmu."
Padahal, sebenarnya Abu Bakar tidak meninggalkan harta untuk keluarganya. Asma' berbuat demikian untuk menenangkan kakeknya yang kebingungan memikirkan dirinya karena ditinggal hijrah oleh ayahnya.
Pengangkatan Putra Mahkota
Yazid bin Muawiyah memohon kepada ayahnya agar ia diangkat menjadi khalifah berikutnya. Permohonan itu dikabulkan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia pun mengangkat putranya sebagai putra mahkota dan mendudukkan Yazid dalam sebuah Kubah.
Orang-orang bergiliran mengucapkan selamat kepada Muawiyah dan memberi hormat kepada Yazid, sambil berkata, "Jika Tuan tidak melakukan hal ini, niscaya Tuan menyia-nyiakan urusan kaum muslim."
Semua kata sanjungan dan penghormatan mengalir untuk Yazid dan Muawiyah. Namun, ada seorang ulama yang hanya duduk diam, padahal ada di antara mereka.
Ulama itu bernama Al-Ahnaf r.a. Kemudian Muawiyah mendekatinya dan bertanya, "Hai, Abu Bakr (nama keluarga Al-Ahnaf r.a) ! Mengapa kau tidak melakukan seperti yang orang-orang lakukan?"
Al-Ahnaf menjawab, "Kalau aku berbohong, aku takut kepada Allah. Kalau aku jujur, aku takut kepada engkau!"
Muawiyah r.a tersenyum mendengar jawaban itu dan berkata, "Terima kasih atas ketaatanmu, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan!"
Orang-orang bergiliran mengucapkan selamat kepada Muawiyah dan memberi hormat kepada Yazid, sambil berkata, "Jika Tuan tidak melakukan hal ini, niscaya Tuan menyia-nyiakan urusan kaum muslim."
Semua kata sanjungan dan penghormatan mengalir untuk Yazid dan Muawiyah. Namun, ada seorang ulama yang hanya duduk diam, padahal ada di antara mereka.
Ulama itu bernama Al-Ahnaf r.a. Kemudian Muawiyah mendekatinya dan bertanya, "Hai, Abu Bakr (nama keluarga Al-Ahnaf r.a) ! Mengapa kau tidak melakukan seperti yang orang-orang lakukan?"
Al-Ahnaf menjawab, "Kalau aku berbohong, aku takut kepada Allah. Kalau aku jujur, aku takut kepada engkau!"
Muawiyah r.a tersenyum mendengar jawaban itu dan berkata, "Terima kasih atas ketaatanmu, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan!"
Berbohong karena Terpaksa
Keluarga Yasir termasuk orang-orang yang pertama kali memeluk Islam sejak kedatangannya. Sang ayah, Yasir, berdomisili di Mekah dan bersekutu dengan Bani Makhzum.
Ketika itu Bani Makhzum menikahkannya dengan seorang budak wanita bernama Sumayyah. Dari perkawinan mereka lahirlah Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Yasir.
Keteguhan hati mereka dalam mempertahankan Islam menyeretnya pada siksaan bertubi-tubi dari Bani Makhzum musyrikin Quraisy. Mereka disiksa tanpa rasa peri kemanusiaan.
Ammar bin Yasir yang mengajak seluruh keluarganya masuk Islam dipaksa untuk menyaksikan kekejian mereka terhadap kedua orang tuanya dan saudaranya, Abdullah. Mereka memaksanya untuk mengakui Latta dan Uzza jika ingin keluarga yang ia sayangi selamat dari siksaan kejam mereka.
"Ayo! Katakanlah, 'Wahai Latta dan Uzza'!" teriak salah seorang dari musyrikin Quraisy biadab itu. Namun, ayah, ibu, dan adiknya melarang Ammar untuk mengucapkannya sambil menahan perih tak terkira. Mereka pun mendapat siksaan yang bertubi-tubi dan lebih kejam.
Sebenarnya Ammar tidak tahan melihat orang-orang yang dicintainya disiksa sedemikian rupa. Tidak ada siksaan yang lebih menyakitkan selain melihat penyiksaan yang harus dialami oleh keluarganya.
Rasulullah saw yang lewat di tempat kejadian dan menyaksikan penyiksaan itu tidak bisa berbuat apa-apa, selain berkata, "Bersabarlah! Sesungguhnya tempat kalian adalah surga!"
Ucapan Rasulullah membuat Sumayyah berteriak, "Wahai Rasulullah! Saya telah mencium wangi surga!" Seketika itu juga Abu Jahal menusukkan tombaknya ke tubuh mulia Sumayyah. Ia adalah wanita muslimah yang pertama kali mati syahid karena mempertahankan agama Allah.
Ammar makin tak kuasa menahan perih batin dan fisiknya. Setelah ibunya gugur di tangan Abu Jahal, ia harus menyaksikan ayahnya dan saudaranya dihujani anak panah hingga syahid. Satu per satu keluarganya gugur di jalan Allah.
Ibunya, ayahnya, dan saudaranya. Ammar menangis sejadi-jadinya. Di tengah kekalutan pikiran dan kegalauan jiwanya, ia pun mendapat berbagai siksaan tak terperi. Sementara itu, kaum musyrikin Quraisy berteriak-teriak di telinganya, "Cepat! Katakanlah, 'Wahai Latta dan Uzza!"
Tak tahan dengan penderitaan itu, Ammar menyerah sehingga berkata, "Wahai Latta dan Uzza!!!" Penyiksaan berhenti. Para penyiksa musyrikin Quraisy merasa puas karena usaha mereka tidak sia-sia.
"Bagus!" kata mereka dengan gelak tawa yang menyakitkan hati sambil berlalu meninggalkan Ammar yang perih menahan sakit akibat penyiksaan yang diterimanya.
Setelah peristiwa itu, Ammar mengalami penyesalan yang sangat mendalam. Seluruh keluarganya syahid karena mempertahankan keyakinannya, tetapi mengapa ia menjadi lemah? Akankah Allah murka kepadanya?
Ia pun mengadukan kekhilafannya kepada Rasulullah saw. Beliau bertanya kepadanya, "Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab, "Hatiku tetap beriman!"
Rasulullah pun berkata, "Apabila mereka memaksamu kembali untuk menyebutkan nama-nama tuhan mereka, lakukanlah!"
Ketika itu Bani Makhzum menikahkannya dengan seorang budak wanita bernama Sumayyah. Dari perkawinan mereka lahirlah Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Yasir.
Keteguhan hati mereka dalam mempertahankan Islam menyeretnya pada siksaan bertubi-tubi dari Bani Makhzum musyrikin Quraisy. Mereka disiksa tanpa rasa peri kemanusiaan.
Ammar bin Yasir yang mengajak seluruh keluarganya masuk Islam dipaksa untuk menyaksikan kekejian mereka terhadap kedua orang tuanya dan saudaranya, Abdullah. Mereka memaksanya untuk mengakui Latta dan Uzza jika ingin keluarga yang ia sayangi selamat dari siksaan kejam mereka.
"Ayo! Katakanlah, 'Wahai Latta dan Uzza'!" teriak salah seorang dari musyrikin Quraisy biadab itu. Namun, ayah, ibu, dan adiknya melarang Ammar untuk mengucapkannya sambil menahan perih tak terkira. Mereka pun mendapat siksaan yang bertubi-tubi dan lebih kejam.
Sebenarnya Ammar tidak tahan melihat orang-orang yang dicintainya disiksa sedemikian rupa. Tidak ada siksaan yang lebih menyakitkan selain melihat penyiksaan yang harus dialami oleh keluarganya.
Rasulullah saw yang lewat di tempat kejadian dan menyaksikan penyiksaan itu tidak bisa berbuat apa-apa, selain berkata, "Bersabarlah! Sesungguhnya tempat kalian adalah surga!"
Ucapan Rasulullah membuat Sumayyah berteriak, "Wahai Rasulullah! Saya telah mencium wangi surga!" Seketika itu juga Abu Jahal menusukkan tombaknya ke tubuh mulia Sumayyah. Ia adalah wanita muslimah yang pertama kali mati syahid karena mempertahankan agama Allah.
Ammar makin tak kuasa menahan perih batin dan fisiknya. Setelah ibunya gugur di tangan Abu Jahal, ia harus menyaksikan ayahnya dan saudaranya dihujani anak panah hingga syahid. Satu per satu keluarganya gugur di jalan Allah.
Ibunya, ayahnya, dan saudaranya. Ammar menangis sejadi-jadinya. Di tengah kekalutan pikiran dan kegalauan jiwanya, ia pun mendapat berbagai siksaan tak terperi. Sementara itu, kaum musyrikin Quraisy berteriak-teriak di telinganya, "Cepat! Katakanlah, 'Wahai Latta dan Uzza!"
Tak tahan dengan penderitaan itu, Ammar menyerah sehingga berkata, "Wahai Latta dan Uzza!!!" Penyiksaan berhenti. Para penyiksa musyrikin Quraisy merasa puas karena usaha mereka tidak sia-sia.
"Bagus!" kata mereka dengan gelak tawa yang menyakitkan hati sambil berlalu meninggalkan Ammar yang perih menahan sakit akibat penyiksaan yang diterimanya.
Setelah peristiwa itu, Ammar mengalami penyesalan yang sangat mendalam. Seluruh keluarganya syahid karena mempertahankan keyakinannya, tetapi mengapa ia menjadi lemah? Akankah Allah murka kepadanya?
Ia pun mengadukan kekhilafannya kepada Rasulullah saw. Beliau bertanya kepadanya, "Bagaimana dengan hatimu?" Ammar menjawab, "Hatiku tetap beriman!"
Rasulullah pun berkata, "Apabila mereka memaksamu kembali untuk menyebutkan nama-nama tuhan mereka, lakukanlah!"
Kisah Nabi Ibrahim s.a dan Siti Sarah
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Ibrahim a.s tidak pernah berbohong kecuali tiga kali. Pertama, perkataannya ketika diajak untuk beribadah kepada berhala tuhan mereka dan Ibrahim a.s menjawab, 'Sesungguhnya aku sakit'. Kedua, perkataannya, 'Sebenarnya patung besar itutah yang melakukannya'. Ketiga, perkataannya tentang Sarah, 'Sesungguhnya dia saudariku'." (HR Bukhari)
Berikut ini adalah kisah pertemuan antara Nabi Ibrahim a.s dan Sarah yang melatarbelakangi Rasulullah mengucapkan sabdanya tersebut.
Suatu hari Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Luth a.s pergi ke wilayah Syam. Mereka bertemu dengan paman Nabi Ibrahim. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Sarah. Ibrahim a.s pun berkata, "Belum ada wanita cantik yang memiliki kecantikan seperti Hawa hingga saat ini selain Sarah."
Perkataan Ibrahim a.s tersebut bukan saja melihat kecantikan Sarah secara lahiriah, melainkan juga kesalehan yang tampak pada diri Sarah. Akhirnya, Ibrahim a.s pun menikahinya dan mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan harmonis.
Ujian pada pernikahan mereka berawal ketika Ibrahim a.s dan Sarah r.a hijrah ke Mesir. Saat itu Mesir dipimpin oleh seorang raja kafir yang suka berfoya-foya dan zalim. Raja itu bernama 'Amr bin Amru' Al-Qais bin Mailun.
Setiap mendengar ada wanita cantik, ia selalu ingin memilikinya. Jika wanita itu telah memiliki suami, ia akan memaksa suaminya untuk menceraikan istrinya. Jika wanita itu adalah saudara dari seseorang yang dikenalnya, akan ia tinggalkan.
Kedatangan Ibrahim a.s dan istrinya yang sangat cantik diketahui oleh pengawal kerajaan. Pengawal itu langsung memberitahukan perihal tersebut kepada rajanya. Ia berkata, "Ibrahim datang bersama seorang wanita yang sangat cantik."
Hasrat sang raja tiba-tiba menggebu dan menyuruh pengawalnya untuk memanggil mereka berdua. Ibrahim pun datang menemui raja yang zalim itu. Di hadapan Ibrahim a.s, raja zalim itu bertanya, "Siapakah wanita yang bersamamu itu?"
Ibrahim a.s menjawab, "Saudariku." Sambil berbisik kepada istrinya, "Jangan kaukatakan bahwa kau adalah istriku agar kau selamat. Katakanlah kau adalah saudariku. Demi Allah di bumi ini hanya kita berdua yang mukmin!"
Ketika Sarah melihat raja hendak mendekatinya, ia berdoa, "Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!" pintanya kepada Allah SWT.
Tiba-tiba raja itu merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya.
Sarah terkejut dan kembali berdoa, "Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!"
Setelah berdoa, raja itu kembali sehat seperti biasa. Namun, raja itu tetap berjalan mendekatinya. Sarah kembali berdoa, "Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!"
Kejadian tadi terulang lagi. Raja merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya.
Sarah berdoa lagi, "Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!"
Raja itu kembali sembuh, tetapi kali ini ia merasa ketakutan. Kemudian ia berkata kepada pengawalnya, "Demi Tuhan, pasti setan yang kaukirim kepadaku. Kembalikanlah ia kepada Ibrahim dan beri dia seorang hamba sahaya!"
Hamba sahaya itu adalah Siti Hajar, seorang budak hitam, tetapi kecantikannya tampak terpancar di wajahnya. Ia cerdas, beraklak mulia, dan bermental kuat. Kelak ia akan dinikahi oleh Ibrahim a.s dan melahirkan seorang nabi mulia bernama Ismail a.s.
Berikut ini adalah kisah pertemuan antara Nabi Ibrahim a.s dan Sarah yang melatarbelakangi Rasulullah mengucapkan sabdanya tersebut.
Suatu hari Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Luth a.s pergi ke wilayah Syam. Mereka bertemu dengan paman Nabi Ibrahim. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Sarah. Ibrahim a.s pun berkata, "Belum ada wanita cantik yang memiliki kecantikan seperti Hawa hingga saat ini selain Sarah."
Perkataan Ibrahim a.s tersebut bukan saja melihat kecantikan Sarah secara lahiriah, melainkan juga kesalehan yang tampak pada diri Sarah. Akhirnya, Ibrahim a.s pun menikahinya dan mereka menjalani kehidupan rumah tangga dengan harmonis.
Ujian pada pernikahan mereka berawal ketika Ibrahim a.s dan Sarah r.a hijrah ke Mesir. Saat itu Mesir dipimpin oleh seorang raja kafir yang suka berfoya-foya dan zalim. Raja itu bernama 'Amr bin Amru' Al-Qais bin Mailun.
Setiap mendengar ada wanita cantik, ia selalu ingin memilikinya. Jika wanita itu telah memiliki suami, ia akan memaksa suaminya untuk menceraikan istrinya. Jika wanita itu adalah saudara dari seseorang yang dikenalnya, akan ia tinggalkan.
Kedatangan Ibrahim a.s dan istrinya yang sangat cantik diketahui oleh pengawal kerajaan. Pengawal itu langsung memberitahukan perihal tersebut kepada rajanya. Ia berkata, "Ibrahim datang bersama seorang wanita yang sangat cantik."
Hasrat sang raja tiba-tiba menggebu dan menyuruh pengawalnya untuk memanggil mereka berdua. Ibrahim pun datang menemui raja yang zalim itu. Di hadapan Ibrahim a.s, raja zalim itu bertanya, "Siapakah wanita yang bersamamu itu?"
Ibrahim a.s menjawab, "Saudariku." Sambil berbisik kepada istrinya, "Jangan kaukatakan bahwa kau adalah istriku agar kau selamat. Katakanlah kau adalah saudariku. Demi Allah di bumi ini hanya kita berdua yang mukmin!"
Ketika Sarah melihat raja hendak mendekatinya, ia berdoa, "Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!" pintanya kepada Allah SWT.
Tiba-tiba raja itu merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya.
Sarah terkejut dan kembali berdoa, "Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!"
Setelah berdoa, raja itu kembali sehat seperti biasa. Namun, raja itu tetap berjalan mendekatinya. Sarah kembali berdoa, "Ya Allah. Sesungguhnya aku beriman kepada-Mu dan rasul-Mu serta aku selalu memelihara kehormatanku. Janganlah Engkau biarkan orang itu merusak kesucianku!"
Kejadian tadi terulang lagi. Raja merasa tercekik dan menghentak-hentakkan kakinya.
Sarah berdoa lagi, "Ya Allah. Andaikan raja ini mati, tentu orang-orang akan menuduh bahwa aku yang membunuhnya!"
Raja itu kembali sembuh, tetapi kali ini ia merasa ketakutan. Kemudian ia berkata kepada pengawalnya, "Demi Tuhan, pasti setan yang kaukirim kepadaku. Kembalikanlah ia kepada Ibrahim dan beri dia seorang hamba sahaya!"
Hamba sahaya itu adalah Siti Hajar, seorang budak hitam, tetapi kecantikannya tampak terpancar di wajahnya. Ia cerdas, beraklak mulia, dan bermental kuat. Kelak ia akan dinikahi oleh Ibrahim a.s dan melahirkan seorang nabi mulia bernama Ismail a.s.
Langganan:
Postingan (Atom)