Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Jumat, 20 Maret 2020

FENOMENA SEKOLAH UNGGUL DAN SEKOLAH MAHAL



A.  PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Perbaikan atas rendah dan terpuruknya sistem pendidikan Indonesia tidak dapat berjalan efektif apabila budaya akademiknya masih rendah dan sumber daya manusianya belum berpendidikan tinggi. Pendidikan yang bermutu dan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan berbagai upaya dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan oleh semua pihak.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka sekolah-sekolah unggulan berdasarkan standar-standar yang telah ditetapkan
pemerintah. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri ini.
Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul.


B.  PEMBAHASAN
1.    Sekolah Mahal
Pendidikan adalah suatu bentuk interaksi manusia. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Jalannya pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, ternyata berdampak secara positif terhadap munculnya sekolah-sekolah yang berfasilitas memadai. Kalau kita perhatikan dalam beberapa tahun yang terakhir ini telah muncul sekolah-sekolah yang fasilitasnya sangat memadai. Fasilitas yang disediakan oleh sekolah-sekolah tersebut terhitung sangat memadai untuk rata-rata sekolah di Indonesia, misalnya saja bangunannya yang megah, ruang belajarnya yang sejuk dan ber-AC, buku-buku perpustakaannya yang lengkap, sarana olahraga yang memadai, guru yang profesional, suasana belajarnya yang akademis, dan sebagainya.
Tentu hadirnya sekolah-sekolah yang berfasilitas memadai tersebut layak mendapat sambutan karena sarana pendidikan dan fasilitas belajar yang memadai dapat menumbuhkan suasana akademis yang memadai pula yang pada akhirnya akan menghantarkan pencapaian prestasi belajar siswa secara memuaskan.
Secara fisik memang demikianlah seharusnya kita dalam menyelenggarakan sekolah bagi putra-putra bangsa kita. Sekarang sudah tidak jamannya lagi menyelenggarakan sekolah dengan bangunan yang tidak kokoh, atapnya bocor, dindingnya berlubang, perpustakaannya tidak ada, fasilitas olahraganya memprihatinkan, manajemennya seadanya, dan penguasaan ilmu gurunya sudah "out of date".
Bahwa dalam realitanya sampai sekarang masih banyak ditemui sekolah yang "tertinggal" hal itu justru menjadi tantangan kita bersama untuk segera membenahinya. Itulah sebabnya kalau kemudian ada kelompok masyarakat yang mau dan mampu membangun sekolah-sekolah baru dengan fasilitas yang memadai pasti disambut gembira oleh masyarakat. Kiranya amat wajar dan bisa kita mengerti bahwa sekolah-sekolah tersebut memerlukan biaya tinggi untuk operasionalnya. Tingginya biaya operasional ini tidak membawa permasalahan bagi kita,permasalahan itu baru muncul ketika sampai pada soal siapa yang harus memikul biaya operasional yang tinggi itu.
Muncullah kemudian istilah sekolah mahal, yaitu sekolah-sekolah yang siswa atau orang tuanya harus membayar mahal untuk menutup biaya operasional yang tinggi itu. Mahalnya biaya yang harus dipikul oleh siswa atau orang tuanya tersebut menyebabkan tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah itu.
Sekolah-sekolah mahal tersebut akhirnya hanya dapat dimasuki oleh kelompok masyarakat berekonomi tinggi, sehingga ada yang menyebut sekolah mahal sebagai sekolah eksklusif. Memang eksklusif bila dilihat dari asal siswanya, meskipun terkadang tidak eksklusif bila dilihat dari sistem pendidikannya. Hadirnya sekolah-sekolah mahal tersebut ternyata mengundang berbagai respon masyarakat, dari respon yang positif sampai respon yang negatif.
Sekolah-sekolah mahal tersebut bisa membendung anak-anak kita yang akan belajar ke luar negeri, bahkan dalam beberapa tahun ke depan dapat "menarik" anak-anak manca negara untuk belajar ke negara kita dalam skala nasional tentu hal ini merupakan investasi. Sebaliknya ada juga pihak-pihak yang merespon negatif dengan menyatakan "keberatan" menyangkut aspek sosialisasi lulusannya. Bila siswanya saja eksklusif lalu bagaimana sosialisasinya nanti, kemudian bagaimana pula kalau mereka menjadi pemimpin bangsa kelak.
Laju pertumbuhan ekonomi yang belum diikuti dengan efektifnya pemerataan telah menimbulkan garis-garis segmentatif antar kelompok ekonomi, dari kelompok ekonomi tinggi, menengah, rendah, sampai sangat rendah. Hadirnya sekolah mahal tidak bisa memenuhi keinginan masyarakat kelompok ekonomi tinggi meskipun bukan berarti kelompok masyarakat lainnya tidak ingin mendapatkan pelayanan dari sekolah yang berfasilitas memadai.
Kalau memang sekolah mahal ini dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sekualitas pendidikan di luar negeri, tentu saja yang bermutu, apa salahnya mereka menyekolahkan putra-putrinya tidak di luar negeri cukup di Indonesia saja.
Sekolah-sekolah mahal tersebut apabila kualitasnya benar-benar kompetitif pasti dapat "menarik" siswa dari luar negeri, bukankah ini merupakan investasi. Sudah barang tentu terminologi investasi di sini tidak dimaksudkan untuk mengurangi dan mengaburkan fungsi sosial lembaga pendidikan sebagaimana yang diatur di dalam UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Secara empirik sekolah-sekolah di luar negeri yang dapat "menarik" siswa asing pada umumnya juga memungut biaya mahal. Sebagai misal di Melbourne,Victoria, Australia setidak-tidaknya ada dua sekolah yang bonafide; yaitu Methodist Ladies College (MLC) dan The Westbourne School (WS). Untuk menjadi siswa MLC, primary atau secondary, setiap tahunnya harus menyediakan dana paling tidak A$ 10.000 atau sekitar 16,5 juta rupiah.
Meski demikian sekolah ini tetap "laris" karena terbukti banyak orang tua yang berminat; sekarang ada 2.800-an siswa MLC. Kondisi WS juga sama dengan MLC. Sekolah-sekolah serupa di negara lain demikian pula keadaannya; misalnya saja Sri Kuning dan KTJ di Kuala Lumpur Malaysia, Showa Woman School di Tokyo Jepang, Hsin Shing Technical and Commercial High School (HSTCHS) di Taoyuan Taiwan, dan sebagainya.
Tetapi bagaimana dengan konsep horizontalitas pendidikan yang dipesankan Bapak Pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara? Dalam hal ini Ki Hadjar menyatakan bahwa sekolah itu merupakan pengabdian untuk rakyat banyak sehingga pelayanan untuk rakyat banyak harus didahulukan tanpa dengan mengorbankan kualitas.
Kalau saja sekolah-sekolah mahal tersebut dapat mengalokasikan 10%-25% kursi belajarnya dengan biaya murah bagi putra-putra kita yang berasal dari kelompok masyarakat berekonomi menengah dan rendah kiranya akan berkuranglah polemik tentang kehadiran sekolah-sekolah mahal tersebut.
Lebih dari pada itu konsep horizontalitas pendidikan tersebut juga lebih bisa direalisasi tanpa harus mengorbankan mutu. Sistem pengalokasian ini kiranya juga bisa mengeliminasi, atau setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran atas aspek sosialisasi para lulusannya nanti.[2]
2.    Sekolah Unggulan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan unggul adalah lebih tinggi, pandai, kuat, dan sebagainya daripada yang lain; terbaik; terutama. Sedangkan Keunggulan artinya keadaan unggul; kecakapan, kebaikan dan sebagainya yang lebih dari pada yang lain.[3]
Secara terminologis sekolah unggul dalam perspektif Kementerian Pendidikan Nasional adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan tersebut maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.[4]
Dengan demikian Sekolah unggulan dapat didefinisikan Sekolah yang dikembangkan dan dikelola sebaik-baiknya dengan mengarahkan semua komponennya untuk mencapai hasil lulusan yang lebih baik dan cakap daripada lulusan sekolah lainnya.
Sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential.[5]
Kelahiran sekolah unggulan pada dasarnya tidak terlepas dari upaya peningkatan dan pengembangan kualitas SDM, terutama menyongsong pembangunan jangka panjang. Salah satu tujuannya adalah menjaring sekaligus mengembangkan kader bangsa yang baik dalam artian memiliki kelebihan dari berbagai aspek dibandingkan dengan kader-kader bangsa pada umumnya sehingga ia mampu mengantisipasi dan menjawab berbagai tantangan zaman.
Secara umum sekolah yang dikategorikan unggul harus meliputi tiga aspek. Ketiga aspek yaitu:
a.    Input
Tes seleksi siswa baru hendaknya dapat mengukur ketiga aspek kecerdasan atau bahkan dapat mengukur berbagai kecerdasan (multy intelligence). Sehingga, tes seleksi siswa baru tujuannya tidak semata-mata untuk menerima atau menolak siswa tersebut tetapi jauh ke depan untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa. Dengan data tingkat kecerdasan siswa tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan proses pembinaannya dan bahkan dapat untuk menentukan target atau arah pendidikan di masa depan.[6]
Selain seleksi bidang akademis, juga diberikan persyaratan lain sesuai tujuan yang ingin dicapai sekolah. Misalkan tes IQ, prestasi belajar dari jenjang pendidikan sebelumnya, tes kesehatan, kemampuan membaca al-Qur’an, wawasan keagamaan.[7]
Sungguh suatu keunggulan luar biasa bila suatu sekolah sudah mampu selektif dalam proses penerimaan siswa baru. Calon siswa nantinya dapat dibina, dibimbing dan belajar sesuai dengan tingkatan kecerdasan mereka, yang nantinya diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang unggul.
b.   Prosses
Proses belajar-mengajar sekolah unggul ini setidaknya berkaitan dengan kemampuan guru, fasilitas belajar, kurikulum, metode pembelajaran, program ekstrakurikuler, dan jaringan kerjasama.
1)   Kemampuan Guru
Sekolah unggul harus memiliki guru yang unggul juga. Artinya, guru tersebut harus profesional dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Adapun kompetensi guru yang memungkinkan untuk mengembangkan suatu lembaga pendidikan yang unggul adalah: a) Kompetensi penguasaan mata pelajaran; b) Kompetensi dalam pembelajaran; b) Kompetensi dalam pembimbingan; c) Kompetensi komunikasi dengan peserta didik; dan d) Kompetensi dalam mengevaluasi.[8]
Untuk mengembangkan kompetensi ini guru harus selalu rajin-rajin membaca, belajar terus menerus, selalu up to date membaca fenomena sosial yang terjadi dimasyarakat sehingga pembelajaran bersifat faktual dan kontekstual. Pembelajaran dapat berjalan efektif sehingga mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Pembelajaran bisa dikatakan efektif, bila guru mampu memberikan pengalaman baru bagi siswanya, membentuk kompetensi siswa, serta melibatkan peserta didik dalam perencanaan pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Misal salah satunya dengan tanya jawab.[9]
Guru yang profesional, dalam pembelajaran harus menempuh empat tahap, yaitu: Pertama, Persiapan dalam arti yang luas adalah segala usaha misalnya membaca, kursus, pelatihan, seminar, diskusi, lokakarya yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan profesionalitasnya. Persiapan dalam perngertian yang sempit adalah kegiatan pembuatan program kerja guru yang meliput penyusunan kegiatan pembelajaran selama satu tahun, program semester, penyusunan silabus dan pembuatan rencara pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan kurikulum. Kedua, Pelaksanaan, bahwa guru harus fleksibel, artinya pelaksanaan program disesuaikan dengan kondisi dan situasi peserta didik. Fokus pelaksanaan pembelajaran adalah pengalaman peserta didik, baik pengalaman kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga, Penilaian perlu dilakukan terhadap kedua belah pihak, baik guru maupun siswa. Penilaian harus dilakukan secara objektif dan transparan. Keempat, Refleksi. Tindakan yang dilakukan dengan memikirkan aktivitas pembelajarannya dan melaksanakan pembelajarannya berdasarkan tujuan yang jelas atas dasar pertimbangan moral dan etika.[10]
2)   Fasilitas belajar.
Sekolah unggul harus dilengkapi dengan fasilitas yang mewadahi. memiliki sarana dan prasarana yang mewadahi bagi siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
3)   Kurikulum.
Sekolah unggul tidak harus menggunakan kurikulum yang standar internasional. Kurikulun nasional dengan berbagai penyempurnaan sesuai kebutuhan perkembangan siswa pun cukup baik. Terutama dari segi bahan, misalnya bidang IPA dan PAI, masih terlalu menekankan bahan-bahan klasik yang memang penting, tetapi kurang memasukkan bahan dan penemuan modern yang lebih dekat dengan situasi teknologi saat ini. Misalnya mengkaitkan materi-materi dari kedua mata pelajaran tersebut. Di samping itu, penguasaan bahasa Arab, bahasa inggris dan bahasa Indonesia mutlak diperlukan. Sehingga siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dan pengetahuannya kepada orang lain secara sistematis dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. Perpaduan kedua kurikulum itu akan sangat membantu dalam menghasilkan generasigenerasi masa depan yang lebih unggul.
4)   Metode pembelajaran.
Sekolah yang unggul harus menggunakan metode pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif dan kreatif yang disertai dengan kebebasan dalam mengungkapkan pikirannya.
5)   Program ekstrakurikuler
Sekolah unggul harus memiliki seperangkat kegiatan ekstrakurikuler yang mampu menampung semua kemampuan, minat, dan bakat siswa. Keragaman ekstrakurikuler akan membuat siswa dapat mengembangkan berbagai kemampuannya di berbagai bidang secara optimal.
6)   Jaringan kerjasama.
Sekolah unggul memiliki jaringan kerjasama yang baik dengan berbagai instansi, terutama instansi yang berhubungan dengan pendidikan dan pengembangan kompetensi siswa. Dengan adanya kerjasama dengan berbagai instansi akan mempermudah siswa untuk menerapkansekaligus memahami berbagai sektor kehidupan (life skill[11])
c.    Output
Sekolah unggul harus menghasilkan lulusan yang unggul. Keunggulan lulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai ujian yang tinggi. Indikasi lulusan yang unggul ini baru dapat diketahui setelah yang bersangkutan memasuki dunia kerja dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan lulusan yang dihasilkan dirasa unggul, bila mereka telah mampu mengembangkan potensi intelektual, potensi emosional, dan potensi spiritualnya di mana mereka berada.[12]
C.  PENUTUP
Fenomena Sekolah mahal dan sekolah unggulan secara garis besar memiliki tujuan bagaimana mengkreasikan peserta didik seoptimal mungkin untuk dapat berkiprah dalam kehidupan masyarakat walaupun seluruh definisi mengarah pola pikir masyarakat Indonesia pada umumnya belum terfokus kepada proses tapi kepada fasilitas yang diberikan dan harga yang harus dibayar, sehingga muncul pemahaman bahwa pendidikan yang baik adalah lembaga yang mahal, maka kemudia muncullah istilah sekolah mahal.
Sekolah unggulan sesungguhnya merupakan sebuah upaya strategis untuk mengejar ketertinggalan bangsa ini dari negara -negara lainnya. Sekolah unggulan dianggap mampu menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berujung pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dimana indeks pembangunan manusia Indonesia masih dalam posisi memprihatinkan. Sekolah unggulan dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan.
Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah melakukan rancang bangun sekolah sebagai organisasi. Bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat DepartemenAgama Republik Indonesia)
Kosasi, Raflis. 1999. Profesi Keguruan, Jakarta : PT Rineka Cipta
Muhammad. 2009. Konsep Pengembangan Madrasah Unggul, Kreatif. Vol. 4, No. 1 Januari.
Sidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Susan Albers Mohrman. 1994. School Based Management: Organizing for High Performance, San Francisco: Jossey-Bass Inc.
Salim, Peter dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Press
Trimantara, Petrus. 2007. “Sekolah Unggulan: Antara Kenyataan dan Impian” Jurnal Pendidikan Penabur, Vol. 6, No.08.Juni.
Sahlan,Asmaun. 2010. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN-MALIKI Press.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.


[1] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 3.
[2] Abu Ahmad, Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001)
[3] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991), 1685.
[4] Muhammad, Konsep Pengembangan Madrasah Unggul, Kreatif, Vol. 4, No. 1 (Januari 2009), 39.
[5] Susan Albers Mohrman, School Based Management: Organizing for High Performance, (San Francisco: Jossey-Bass Inc, 1994) 81.
[6] Petrus Trimantara, “Sekolah Unggulan: Antara Kenyataan dan Impian” Jurnal Pendidikan Penabur, Vol. 6, No.08 (Juni 2007), 7
[7]  Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat DepartemenAgama Republik Indonesia), 79.
[8] Trimantara, Sekolah Unggulan……, 8
[9] Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN-MALIKI Press, 2010), 45.
[10] Trimantara, Sekolah Unggulan……, 9
[11] Ibid,9
[12] Ibid, 9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar