A. PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu
pilar pokok pembangunan pendidikan di Indonesia. Perbaikan atas rendah dan terpuruknya
sistem pendidikan Indonesia tidak dapat berjalan efektif apabila budaya
akademiknya masih rendah dan sumber daya manusianya belum berpendidikan tinggi.
Pendidikan yang bermutu dan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia
yang cerdas dan kompetitif untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan berbagai
upaya dalam peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan oleh semua pihak.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh
dengan membuka sekolah-sekolah unggulan berdasarkan standar-standar yang telah
ditetapkan
pemerintah.
Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk
meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan
diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun
negeri ini.
Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya
menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk
mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah
unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan
manusia-masnusia unggul.
B. PEMBAHASAN
1.
Sekolah
Mahal
Pendidikan adalah suatu bentuk interaksi manusia.
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]
Jalannya pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi,
ternyata berdampak secara positif terhadap munculnya sekolah-sekolah yang
berfasilitas memadai. Kalau kita perhatikan dalam beberapa tahun yang terakhir
ini telah muncul sekolah-sekolah yang fasilitasnya sangat memadai. Fasilitas
yang disediakan oleh sekolah-sekolah tersebut terhitung sangat memadai untuk
rata-rata sekolah di Indonesia, misalnya saja bangunannya yang megah, ruang
belajarnya yang sejuk dan ber-AC, buku-buku perpustakaannya yang lengkap,
sarana olahraga yang memadai, guru yang profesional, suasana belajarnya yang
akademis, dan sebagainya.
Tentu hadirnya sekolah-sekolah yang berfasilitas
memadai tersebut layak mendapat sambutan karena sarana pendidikan dan fasilitas
belajar yang memadai dapat menumbuhkan suasana akademis yang memadai pula yang
pada akhirnya akan menghantarkan pencapaian prestasi belajar siswa secara
memuaskan.
Secara fisik memang demikianlah seharusnya kita
dalam menyelenggarakan sekolah bagi putra-putra bangsa kita. Sekarang sudah
tidak jamannya lagi menyelenggarakan sekolah dengan bangunan yang tidak kokoh,
atapnya bocor, dindingnya berlubang, perpustakaannya tidak ada, fasilitas olahraganya
memprihatinkan, manajemennya seadanya, dan penguasaan ilmu gurunya sudah "out
of date".
Bahwa dalam realitanya sampai sekarang masih banyak
ditemui sekolah yang "tertinggal" hal itu justru menjadi
tantangan kita bersama untuk segera membenahinya. Itulah sebabnya kalau
kemudian ada kelompok masyarakat yang mau dan mampu membangun sekolah-sekolah
baru dengan fasilitas yang memadai pasti disambut gembira oleh masyarakat.
Kiranya amat wajar dan bisa kita mengerti bahwa sekolah-sekolah tersebut memerlukan
biaya tinggi untuk operasionalnya. Tingginya biaya operasional ini tidak
membawa permasalahan bagi kita,permasalahan itu baru muncul ketika sampai pada
soal siapa yang harus memikul biaya operasional yang tinggi itu.
Muncullah kemudian istilah sekolah mahal, yaitu
sekolah-sekolah
yang siswa atau orang tuanya harus membayar mahal untuk menutup biaya
operasional yang tinggi itu. Mahalnya biaya yang harus dipikul oleh siswa atau
orang tuanya tersebut menyebabkan tidak semua orang tua mampu menyekolahkan
anak-anaknya ke sekolah itu.
Sekolah-sekolah mahal
tersebut akhirnya hanya dapat dimasuki oleh kelompok masyarakat berekonomi
tinggi, sehingga ada yang menyebut sekolah mahal sebagai sekolah eksklusif.
Memang eksklusif bila dilihat dari asal siswanya, meskipun terkadang tidak
eksklusif bila dilihat dari sistem pendidikannya. Hadirnya sekolah-sekolah
mahal tersebut ternyata mengundang berbagai respon masyarakat, dari respon yang
positif sampai respon yang negatif.
Sekolah-sekolah mahal tersebut bisa membendung
anak-anak kita yang akan belajar ke luar negeri, bahkan dalam beberapa tahun ke
depan dapat "menarik" anak-anak manca negara untuk belajar ke negara
kita dalam skala nasional tentu hal ini merupakan investasi. Sebaliknya ada
juga pihak-pihak yang merespon
negatif dengan menyatakan "keberatan" menyangkut aspek sosialisasi
lulusannya. Bila siswanya saja eksklusif lalu bagaimana sosialisasinya nanti,
kemudian bagaimana pula kalau mereka menjadi pemimpin bangsa kelak.
Laju pertumbuhan ekonomi yang belum diikuti dengan
efektifnya pemerataan telah menimbulkan garis-garis segmentatif antar kelompok
ekonomi, dari kelompok ekonomi tinggi, menengah, rendah, sampai sangat rendah.
Hadirnya sekolah mahal tidak bisa memenuhi keinginan masyarakat kelompok ekonomi
tinggi meskipun bukan berarti kelompok masyarakat lainnya tidak ingin
mendapatkan pelayanan dari sekolah yang berfasilitas memadai.
Kalau memang sekolah mahal ini dapat memberikan
pelayanan pendidikan yang sekualitas pendidikan di luar negeri, tentu saja yang
bermutu, apa salahnya mereka menyekolahkan putra-putrinya tidak di luar negeri
cukup di Indonesia saja.
Sekolah-sekolah mahal tersebut apabila kualitasnya
benar-benar kompetitif pasti dapat "menarik" siswa dari luar negeri,
bukankah ini merupakan investasi. Sudah barang tentu terminologi investasi di
sini tidak dimaksudkan untuk mengurangi dan mengaburkan fungsi sosial lembaga
pendidikan sebagaimana yang diatur di dalam UU No.2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Secara empirik sekolah-sekolah di luar negeri yang
dapat "menarik" siswa asing pada umumnya juga memungut biaya mahal.
Sebagai misal di Melbourne,Victoria, Australia
setidak-tidaknya ada dua sekolah yang bonafide; yaitu Methodist Ladies College
(MLC) dan The Westbourne School (WS). Untuk menjadi siswa MLC, primary atau
secondary, setiap tahunnya harus menyediakan dana paling tidak A$ 10.000 atau
sekitar 16,5 juta rupiah.
Meski demikian sekolah ini tetap "laris"
karena terbukti banyak orang tua yang berminat; sekarang ada 2.800-an siswa
MLC. Kondisi WS juga sama dengan MLC. Sekolah-sekolah serupa di negara lain
demikian pula keadaannya; misalnya saja Sri Kuning dan KTJ di Kuala Lumpur
Malaysia, Showa Woman School di Tokyo Jepang, Hsin Shing Technical and
Commercial High School (HSTCHS) di Taoyuan Taiwan, dan sebagainya.
Tetapi bagaimana dengan konsep horizontalitas
pendidikan yang dipesankan Bapak Pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara? Dalam
hal ini Ki Hadjar menyatakan bahwa sekolah itu merupakan pengabdian untuk
rakyat banyak sehingga pelayanan untuk rakyat banyak harus didahulukan tanpa
dengan mengorbankan kualitas.
Kalau saja sekolah-sekolah mahal tersebut dapat
mengalokasikan 10%-25% kursi belajarnya dengan biaya murah bagi putra-putra
kita yang berasal dari kelompok masyarakat berekonomi menengah dan rendah
kiranya akan berkuranglah polemik tentang kehadiran sekolah-sekolah mahal
tersebut.
Lebih dari pada itu konsep horizontalitas pendidikan
tersebut juga lebih bisa direalisasi tanpa harus mengorbankan mutu. Sistem
pengalokasian ini kiranya juga bisa mengeliminasi, atau setidaknya bisa
mengurangi kekhawatiran atas aspek sosialisasi para lulusannya nanti.[2]
2. Sekolah Unggulan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa
yang dimaksud dengan unggul adalah lebih tinggi, pandai, kuat, dan sebagainya
daripada yang lain; terbaik; terutama. Sedangkan Keunggulan artinya keadaan
unggul; kecakapan, kebaikan dan sebagainya yang lebih dari pada yang lain.[3]
Secara terminologis sekolah unggul dalam perspektif
Kementerian Pendidikan Nasional adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai
keunggulan dalam keluaran (output) pendidikannya. Untuk mencapai keunggulan
tersebut maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan tenaga kependidikan,
manajemen, layanan pendidikan, serta sarana penunjangnya harus diarahkan untuk
menunjang tercapainya tujuan tersebut.[4]
Dengan demikian Sekolah unggulan dapat didefinisikan
Sekolah yang dikembangkan dan dikelola sebaik-baiknya dengan mengarahkan semua
komponennya untuk mencapai hasil lulusan yang lebih baik dan cakap daripada
lulusan sekolah lainnya.
Sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat.
Kata “unggul” menyiratkan adanya superioritas dibanding dengan yang
lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja
ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan
sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective,
develop, accelerate, dan essential.[5]
Kelahiran sekolah unggulan pada dasarnya tidak
terlepas dari upaya peningkatan dan pengembangan kualitas SDM, terutama
menyongsong pembangunan jangka panjang. Salah satu tujuannya adalah menjaring
sekaligus mengembangkan kader bangsa yang baik dalam artian memiliki kelebihan
dari berbagai aspek dibandingkan dengan kader-kader bangsa pada umumnya sehingga ia
mampu mengantisipasi dan menjawab berbagai tantangan zaman.
Secara umum sekolah yang dikategorikan unggul harus
meliputi tiga aspek. Ketiga aspek yaitu:
a.
Input
Tes seleksi siswa baru hendaknya dapat mengukur
ketiga aspek kecerdasan atau bahkan dapat mengukur berbagai kecerdasan (multy
intelligence). Sehingga, tes seleksi siswa baru tujuannya tidak semata-mata
untuk menerima atau menolak siswa tersebut tetapi jauh ke depan untuk mengetahui
tingkat kecerdasan siswa. Dengan data tingkat kecerdasan siswa tersebut dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan proses pembinaannya dan bahkan dapat untuk menentukan
target atau arah pendidikan di masa depan.[6]
Selain seleksi bidang akademis, juga diberikan
persyaratan lain sesuai tujuan yang ingin dicapai sekolah. Misalkan tes IQ,
prestasi belajar dari jenjang pendidikan sebelumnya, tes kesehatan, kemampuan
membaca al-Qur’an, wawasan keagamaan.[7]
Sungguh suatu keunggulan luar biasa bila suatu sekolah
sudah mampu selektif dalam proses penerimaan siswa baru. Calon siswa nantinya
dapat dibina, dibimbing dan belajar sesuai dengan tingkatan kecerdasan mereka,
yang nantinya diarahkan untuk menghasilkan lulusan yang unggul.
b.
Prosses
Proses belajar-mengajar sekolah unggul ini
setidaknya berkaitan dengan kemampuan guru, fasilitas belajar, kurikulum,
metode pembelajaran, program ekstrakurikuler, dan jaringan kerjasama.
1) Kemampuan Guru
Sekolah unggul harus memiliki guru yang unggul juga.
Artinya, guru tersebut harus profesional dalam melaksanakan proses
belajar-mengajar. Adapun kompetensi guru yang memungkinkan untuk mengembangkan
suatu lembaga pendidikan yang unggul adalah: a) Kompetensi penguasaan mata
pelajaran; b) Kompetensi dalam pembelajaran; b) Kompetensi dalam pembimbingan;
c) Kompetensi komunikasi dengan peserta didik; dan d) Kompetensi dalam
mengevaluasi.[8]
Untuk mengembangkan kompetensi ini guru harus selalu
rajin-rajin membaca, belajar terus menerus, selalu up to date membaca fenomena
sosial yang terjadi dimasyarakat sehingga pembelajaran bersifat faktual dan
kontekstual. Pembelajaran dapat berjalan efektif sehingga mencapai tujuan yang
ingin dicapai.
Pembelajaran bisa dikatakan efektif, bila guru mampu
memberikan pengalaman baru bagi siswanya, membentuk kompetensi siswa, serta
melibatkan peserta didik dalam perencanaan pelaksanaan dan penilaian
pembelajaran. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan
oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Misal salah
satunya dengan tanya jawab.[9]
Guru yang profesional, dalam pembelajaran harus
menempuh empat tahap, yaitu: Pertama, Persiapan dalam arti yang luas
adalah segala usaha misalnya membaca, kursus, pelatihan, seminar, diskusi,
lokakarya yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan profesionalitasnya.
Persiapan dalam perngertian yang sempit adalah kegiatan pembuatan program kerja
guru yang meliput penyusunan kegiatan pembelajaran selama satu tahun, program
semester, penyusunan silabus dan pembuatan rencara pelaksanaan pembelajaran
(RPP) sesuai dengan kurikulum. Kedua, Pelaksanaan, bahwa guru harus
fleksibel, artinya pelaksanaan program disesuaikan dengan kondisi dan situasi
peserta didik. Fokus pelaksanaan pembelajaran adalah pengalaman peserta didik,
baik pengalaman kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ketiga,
Penilaian perlu dilakukan terhadap kedua belah pihak, baik guru maupun siswa.
Penilaian harus dilakukan secara objektif dan transparan. Keempat, Refleksi. Tindakan
yang dilakukan dengan memikirkan aktivitas pembelajarannya dan melaksanakan pembelajarannya
berdasarkan tujuan yang jelas atas dasar pertimbangan moral dan etika.[10]
2) Fasilitas
belajar.
Sekolah unggul harus dilengkapi dengan fasilitas
yang mewadahi. memiliki sarana dan prasarana yang mewadahi bagi siswa untuk
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Kurikulum.
Sekolah unggul tidak harus menggunakan kurikulum
yang standar internasional. Kurikulun nasional dengan berbagai penyempurnaan
sesuai kebutuhan perkembangan siswa pun cukup baik. Terutama dari segi bahan,
misalnya bidang IPA dan PAI, masih terlalu menekankan bahan-bahan klasik yang
memang penting, tetapi kurang memasukkan bahan dan penemuan modern yang lebih
dekat dengan situasi teknologi saat ini. Misalnya mengkaitkan materi-materi dari
kedua mata pelajaran tersebut. Di samping itu, penguasaan bahasa Arab, bahasa
inggris dan bahasa Indonesia mutlak diperlukan. Sehingga siswa dapat
mengkomunikasikan gagasan dan pengetahuannya kepada orang lain secara
sistematis dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. Perpaduan kedua kurikulum
itu akan sangat membantu dalam menghasilkan generasigenerasi masa depan yang
lebih unggul.
4) Metode pembelajaran.
Sekolah yang unggul harus menggunakan metode
pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif dan kreatif yang disertai dengan
kebebasan dalam mengungkapkan pikirannya.
5) Program ekstrakurikuler
Sekolah unggul harus memiliki seperangkat kegiatan
ekstrakurikuler yang mampu menampung semua kemampuan, minat, dan bakat siswa. Keragaman
ekstrakurikuler akan membuat siswa dapat mengembangkan berbagai kemampuannya di
berbagai bidang secara optimal.
6) Jaringan kerjasama.
Sekolah unggul memiliki jaringan kerjasama yang baik
dengan berbagai instansi, terutama instansi yang berhubungan dengan pendidikan
dan pengembangan kompetensi siswa. Dengan adanya kerjasama dengan berbagai
instansi akan mempermudah siswa untuk menerapkansekaligus memahami berbagai
sektor kehidupan (life skill[11])
c.
Output
Sekolah unggul harus menghasilkan lulusan yang
unggul. Keunggulan lulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai ujian yang tinggi.
Indikasi lulusan yang unggul ini baru dapat diketahui setelah yang bersangkutan
memasuki dunia kerja dan terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan
lulusan yang dihasilkan dirasa unggul, bila mereka telah mampu mengembangkan
potensi intelektual, potensi emosional, dan potensi spiritualnya di mana mereka
berada.[12]
C. PENUTUP
Fenomena Sekolah mahal dan sekolah unggulan secara
garis besar memiliki tujuan bagaimana mengkreasikan peserta didik seoptimal
mungkin untuk dapat berkiprah dalam kehidupan masyarakat walaupun seluruh definisi
mengarah pola pikir masyarakat Indonesia pada umumnya belum terfokus kepada
proses tapi kepada fasilitas yang diberikan dan harga yang harus dibayar,
sehingga muncul pemahaman bahwa pendidikan yang baik adalah lembaga yang mahal,
maka kemudia muncullah istilah sekolah mahal.
Sekolah unggulan sesungguhnya merupakan sebuah upaya
strategis untuk mengejar ketertinggalan bangsa ini dari negara -negara lainnya.
Sekolah unggulan dianggap mampu menjadi salah satu alternatif untuk
meningkatkan kualitas pendidikan yang berujung pada peningkatan kualitas sumber
daya manusia (SDM), dimana indeks pembangunan manusia Indonesia masih dalam posisi
memprihatinkan. Sekolah unggulan dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga
sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan.
Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara
sekolah melakukan rancang bangun sekolah sebagai organisasi. Bagaimana struktur
organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi,
bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan
bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai
tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan
dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan
potensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,Abu. 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta :
PT Rineka Cipta
Halfian Lubis, Pertumbuhan
SMA Islam Unggulan di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat DepartemenAgama
Republik Indonesia)
Kosasi, Raflis. 1999. Profesi Keguruan,
Jakarta : PT Rineka Cipta
Muhammad. 2009.
Konsep Pengembangan Madrasah Unggul, Kreatif. Vol. 4, No. 1 Januari.
Sidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Susan Albers
Mohrman. 1994. School Based Management: Organizing for High Performance,
San Francisco: Jossey-Bass Inc.
Salim, Peter
dan Yenny Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:
Modern English Press
Trimantara,
Petrus. 2007. “Sekolah Unggulan: Antara Kenyataan dan Impian” Jurnal
Pendidikan Penabur, Vol. 6, No.08.Juni.
Sahlan,Asmaun. 2010.
Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN-MALIKI Press.
Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
[1]
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
(Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 3.
[3]
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, 1991), 1685.
[4]
Muhammad, Konsep Pengembangan Madrasah Unggul, Kreatif, Vol. 4, No. 1
(Januari 2009), 39.
[5] Susan
Albers Mohrman, School Based Management:
Organizing for High Performance, (San Francisco: Jossey-Bass Inc, 1994) 81.
[6]
Petrus Trimantara, “Sekolah Unggulan: Antara Kenyataan dan Impian” Jurnal
Pendidikan Penabur, Vol. 6, No.08 (Juni 2007), 7
[7] Halfian Lubis, Pertumbuhan SMA Islam Unggulan
di Indonesia (Badan Litbang dan Diklat DepartemenAgama Republik Indonesia), 79.
[8]
Trimantara, Sekolah Unggulan……, 8
[9]
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Malang: UIN-MALIKI Press,
2010), 45.
[10]
Trimantara, Sekolah Unggulan……, 9
[11] Ibid,9
[12]
Ibid, 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar