Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Rabu, 10 Maret 2010

Milik Negara untuk Kepentingan Negara

Di suatu malam kelam, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sibuk mengerjakan tugas negara ditemani sebuah lentera kecil yang sinarnya tidak seberapa. Cahaya di ruangan kerja sang khalifah begitu redup, padahal ia harus membaca dan menulis.

Namun, tampaknya ia sangat menikmati kebersahajaan itu. Padahal, wilayah kekuasaannya sangat luas dan harta bertumpuk di Baitul Mal. Bukannya negara tidak mampu memberikannya lentera yang lebih terang, tetapi sang Amirul Mukminin lebih memilih menggunakan sedikit mungkin harta dari Baitul Mal dan menggunakan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat. la tidak ingin terjebak dalam penyalahgunaan harta negara.

Kala itu seseorang bertamu ke tempatnya. Dalam ruangan yang remang-remang, Amirul Mukminin menjawab salam tamu tersebut seraya bertanya, "Apakah kedatanganmu ini untuk keperluan negara atau pribadi?"

"Saya kemari untuk membicarakan urusan pribadi dengan Anda," jawabnya.

Umar lantas mematikan lenteranya sehingga suasana menjad gelap temaram. Tamu tersebut bertanya, "Mengapa kau matikan lentera itu?"

"Bukankah engkau kemari untuk urusan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan negara? Lentera beserta cahayanya ini dibayar oleh negara karena itulah aku matikan agar tidak terjadi penyelewengan penggunaan harta negara," jelasnya.

Sa'ad bin Amir r.a, Pejabat Amanah

Umar bin Khaththab r.a sebagai khalifah mengangkat Sa'ad bin Amir Al-Jamhi r.a sebagai gubernur. Meskipun tawaran tersebut sempat ditolak Sa'ad r.a, Umar r.a tetap mendesaknya. Pengangkatan ini dikarenakan Sa'ad r.a adalah sahabat yang taat kepada Allah SWT dan rasul-Nya serta dapat dipercaya.

Hingga suatu ketika Umar r.a mendapat laporan dari rakyatnya bahwa gubernur yang telah diangkatnya lalai menjalani tugas. Tentu saja Umar r.a terkejut mendengar laporan tersebut.

Ia heran karena pengangkatan Sa'ad menjadi gubernur sudah dipertimbangkan masak-masak sebelumnya. Bagi Umar r.a, Sa'ad r.a memenuhi kriteria untuk menjalankan amanah tersebut. Apakah benar jabatan telah mengubah kepribadian Sa'ad r.a. hingga lalai mengurus rakyatnya?

Tanpa membuang waktu, Umar r.a segera memanggil Sa'ad r.a untuk menanyakan kebenaran laporan tersebut. Ia berjanji kepada para pelapor akan memecat gubernurnya jika terbukti bersalah.

Saad r.a disidang oleh Umar r.a di hadapan para pelapor. la mempersilakan rakyatnya berbicara, "Silakan sampaikan apa yang telah kalian adukan kepadaku agar orang yang kalian laporkan ini dapat melakukan pembelaan," kata Umar r.a. kepada rakyatnya.

Para pelapor berkata, "Dia tak keluar menemui kami hingga matahari meninggi!"

Umar r.a menoleh kepada Sa'ad r.a dan berkata, "Aku menunggu pembelaanmu atas masalah ini, wahai Sa'ad."

Sa'ad r.a. menjawab, "Saya tidak memiliki pembantu dan karenanya aku harus membuat roti untuk keluargaku. Setelah itu aku berwudu untuk menemui rakyatku."

Umar r.a mengangguk dan menerima alasan gubernurnya. Ia lantas meminta si pelapor mengajukan pengaduan berikutnya. Mereka berkata, "Dia (Sa'ad r.a) tidak menerima seorang pun di waktu malam!"

Ketika Umar r.a. menatapnya, Sa'ad segera menukas, "Demi Allah. Sesungguhnya aku tidak suka menyebutkan alasannya. Kujadikan siang bagi mereka dan kujadikan waktu malam untuk Allah SWT semata!"

Sa'ad r.a enggan mengatakan bahwa malamnya ia isi dengan ibadah kepada Allah SWT karena akan membuatnya ujub dan takabur.

"Apalagi yang hendak kalian adukan?" tanya Umar r.a kepada para pelapor. Hingga saat ini, Umar r.a bisa lega karena alasan-alasan yang dilontarkan Sa'ad r.a tidak bertentangan dengan prinsipnya.

Para pelapor tetap merasa kurang puas. Mereka mengadu lagi, "Sehari dalam sebulan dia tidak mau menemui siapa saja!"

Sa'ad r.a kembali melakukan pembelaan, "Aku tidak memiliki pelayan untuk mencuci baju-bajuku. Oleh karena itu, sebulan sekali aku mencuci semua bajuku yang kotor, lalu kujemur. Aku harus menunggu seharian sampai pakaianku kering dan bisa kupakai kembali."

Para pelapor akhirnya mengetahui bahwa sang gubernur berusaha menunaikan amanahnya kepada Allah SWT, keluarga, dan rakyatnya dengan adil. Umar r.a pun mengakui bahwa tidak ada yang berubah dalam diri Sa'ad r.a sehingga ia masih memercayakan amanah itu kepadanya.

Lembu Emas Anak yang Taat

Ada seorang saleh dari Bani Israel. Ia memiliki seorang anak yang masih kecil dan seekor anak lembu. Mengingat usianya yang sudah tua, sang ayah menyadari bahwa sepeninggalnya nanti, anak kesayangannya tidak akan memiliki apa-apa kecuali sang ibu dan lembu yang masih kecil itu.

Sang anak belum cukup umur untuk bisa memelihara lembu tersebut. Kemudian sang ayah memutuskan untuk menitipkan lembu itu kepada Sang Maha Pencipta, yang tidak pernah tidur dan selalu menjaga makhluk-Nya, yaitu Allah SWT.

Selanjutnya, ia membawa anak lembu itu ke dalam hutan seraya berdoa, "Ya Allah. Saya titipkan lembu ini kepada-Mu untuk putraku hingga ia dewasa!" Tidak berapa lama kemudian, ajal menjemput sang ayah.

Kini, lembu kecil tersebut hidup sendiri di dalam hutan tanpa ada yang menggembalai. Setiap ada pemburu yang mendekatinya, ia langsung lari terbirit-birit. Demikianlah, hewan itu selalu berhasil menghindar dari orang-orang yang berniat menangkapnya.

Bagaimana tentang anak kecil yang ditinggalkan oleh sang ayah? Ia tumbuh menjadi anak saleh yang berbakti kepada ibunya. Ia membagi malamnya menjadi tiga waktu, yaitu sepertiga untuk sembahyang, sepertiga untuk tidur, dan sisanya untuk menjaga ibunya.

Ketika pagi menjelang, ia pergi ke dalam hutan untuk mencari kayu dan menjualnya ke pasar. Hasil penjualannya pun di bagi tiga, yaitu sepertiga untuk sedekah, sepertiga untuk makan, dan sisanya untuk sang ibu.

Ketika beranjak remaja, sang ibu memberitahukan wasiat sang ayah kepadanya. la berkata, "Ayahmu telah mewariskan kepadamu seekor lembu. Ia berada di hutan dalam penjagaan Allah SWT. Berdoalah kepada-Nya agar lembu itu dikembalikan kepadamu. Lembu itu berwarna kuning berkilauan bagaikan emas, terutama jika terkena sinar matahari. Jika kau telah menemukannya, peganglah lehernya."

Pemuda itu pun pergi memenuhi perintah sang ibu. Di dalam hutan ia melihat seekor lembu berwarna kuning dan berkilauan bagai emas sedang merumput, persis yang digambarkan oleh ibunya. la pun memanggil lembu tersebut, "Demi Tuhannya Ibrahim, Ismail, Ishaq, dan Ya'qub, segeralah datang kemari!"

Lembu itu menurut dan mendekatinya. Pemuda itu memegang leher si lembu untuk dituntun pulang. Tak disangka, lembu itu tiba-tiba berbicara, "Wahai pemuda yang taat kepada ibunya, naiklah ke atas punggungku!"

Pemuda itu menolaknya dan berkata, "Ibuku tidak menyuruh untuk itu, ia hanya berpesan 'Pegang lehernya!"'

Lembu itu menimpali, "Demi Tuhan Bani Israel! Andai kau tidak mau mengendaraiku, berjalanlah! Sekiranya engkau perintahkan pada bukit untuk berpindah, pasti ia akan pindah. Semua itu karena taat dan baktimu kepada ibumu!" Kemudian mereka berdua berjalan pulang ke rumah.

Setibanya di rumah, sang ibu yang melihat kedatangan mereka lantas berkata, "Anakku, engkau miskin dan tidak berharta serta berat bagimu mencari kayu di waktu siang dan bangun malam. Oleh karena itu, lebih baik kau jual lembu ini."

"Berapa aku harus menjualnya?" tanya sang anak.

"Tiga dinar dan jangan dijual sebelum kau bermusyawarah denganku!" pesan ibunya.

Harga tiga dinar adalah harga yang lumrah untuk seekor lembu pada saat itu. Sang pemuda membawanya ke pasar untuk dijual.

Allah SWT mengutus malaikat untuk menguji kejujuran sang pemuda dalam melaksanakan amanah dari ibunya, sekaligus menunjukkan kebesaran-Nya. Malaikat dalam rupa manusia mendatangi pemuda itu dan bertanya, "Berapakah harga lembu ini?"

"Tiga dinar dengan rida ibuku," jawab pemuda itu.

"Baiklah, akan saya beli seharga enam dinar, asalkan kau tidak memberitahukan ibumu!" tawar malaikat.

Pemuda saleh itu menjawab, "Andaikan kau memberiku uang emas seberat lembu ini, aku tidak akan menerimanya tanpa rida ibuku."

Ia pun melaporkan tawaran tersebut kepada sang ibu. "Kini kau boleh menjualnya enam dinar dengan ridaku," kata ibunya.

Ia kembali lagi ke pasar untuk menemui calon pembelinya yang jelmaan malaikat. Katanya, "Ibu rida dengan enam dinar, tolong jangan kurang dari enam dinar!"

Namun, malaikat memberikan penawaran lain, "Kini akan saya bayar dua belas dinar, kau tidak perlu memberi tahu ibumu!"

Pemuda itu tetap pulang ke rumah untuk memberitahukan tawaran baru pembelinya kepada ibunya. Sang ibu menyadari bahwa calon pembelinya bukan orang biasa melainkan malaikat. Oleh karena itu, sang ibu berpesan, "Calon pembeli itu adalah seorang malaikat yang diutus Allah untuk mengujimu. Tanyakanlah kepadanya apakah lembu ini boleh dijual atau tidak?"

Pemuda itu melaksanakan saran ibunya. la tanyakan pesan ibunya kepada malaikat. Dijawablah oleh malaikat, "Tahanlah lembu ini sebab Nabi Musa bin Imran a.s akan membeli lembu ini saat terjadi pembunuhan di kalangan Bani Israel. Apabila dia datang untuk membeli lembu ini, jangan dijual kecuali jika ditukar dengan emas yang sama beratnya dengan lembu ini."

Kemudian ditahanlah lembu itu sehingga turunlah perintah Allah kepada Bani Israel untuk menyembelih lembu dengan ciri-ciri yang sama dengan milik pemuda jujur itu. Mereka pun membayar dengan uang dinar emas seberat lembu itu.

Abdurrahman bin Auf r.a, Sahabat Terpercaya

Rasulullah saw. bersabda, "Abdurrahman bin Auf adalah orang terpercaya di langit dan orang terpercaya di bumi."

Siapa tidak kenal saudagar kaya-raya ini? Ia terkenal dengan kedermawanan, kemandirian, dan ketulusan menolong sesama. Begitu besar limpahan nikmat yang Allah SWT anugerahkan kepadanya, hingga ia dijuluki sahabat bertangan emas.

Harta kekayaan dan pundi-pundi emas mengalir tiada henti kepadanya. Bahkan, seandainya ia membalikkan batu, niscaya di bawahnya terdapat emas dan perak yang berlimpah. Itulah perumpamaan atas kelancaran dan kemudahan Allah SWT atasnya dalam memperoleh harta kekayaan.

Meskipun demikian, kenikmatan luar biasa itu tidak membuatnya terlena. Ia berderma kepada fakir miskin dan para istri Nabi saw, memerdekakan puluhan budak, dan menyuplai keperluan militer kaum muslimin untuk berperang.

Pernah dalam sehari ia memerdekakan 30 orang budak. la juga berjuang dengan gagah berani di medan pertempuran hingga pada Perang Uhud ia mendapat 21 luka kecil, mulai dari sedalam kelingking hingga sembilan luka menganga lainnya. Gigi depannya sampai hancur sehingga ia kesulitan dalam berbicara. Betisnya terluka sehingga ia menjadi pincang.

Sepeninggal Rasulullah saw, Abdurrahman r.a ditugaskan untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan Ummahatul Mu'minin (para istri Rasulullah). Di samping memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para istri Rasulullah saw sebagaimana yang dulu ia lakukan, ia juga mengawal para istri Rasulullah yang mulia itu ke mana pun mereka pergi.

Ia bertugas untuk membantu mereka naik dan turun dari sekedup (tenda kecil yang berada di atas punggung unta). Bahkan, ketika mereka berhaji pun Abdurrahman bin Auf r.a menyertai mereka. Dikarenakan ketulusan dan kemurahan hati dalam menunaikan amanah tersebut, Aisyah r.a. selalu mendoakannya. Salah satu doanya adalah, "Semoga Allah memberinya minum dengan minuman dari telaga Salsabil."

la mewasiatkan seluruh hartanya yang berlimpah kepada Utsman bin Affan r.a seorang sahabat yang kaya-raya — karena Utsman r.a termasuk pejuang Badar. Utsman r.a menerima bagian warisan dengan berkata, "Aku menerima harta tersebut karena di dalamnya terdapat keberkahan."

Besar Zakat yang Kurang

Ubay bin Ka'ab r.a pernah ditugaskan oleh Rasulullah saw untuk mengambil zakat di sebuah wilayah. la pun bertemu dengan seseorang yang hendak membayar zakatnya. Kemudian Ubay r.a mengumpulkan keterangan tentang harta orang tersebut dan menghitung zakatnya.

Hasilnya adalah ia harus menyerahkan zakat seekor anak unta yang baru berusia setahun. Namun, orang itu tidak setuju dengan hasil perhitungan Ubay r.a. Kemudian ia mengajukan keberatannya seraya berkata, "Apa gunanya seekor anak unta yang baru berusia setahun? Engkau tidak dapat mengambil susunya atau menungganginya. Aku memiliki seekor unta betina dewasa. Ambillah unta betina itu sebagai gantinya!"

Ternyata orang tersebut merasa zakat yang harus ia keluarkan terlalu kecil dan kurang berguna. Lalu, ia menawarkan unta dewasa yang bisa dimanfaatkan susunya dan dapat ditunggangi. Akan tetapi, Ubay r.a pun keberatan dengan tawaran orang tersebut.

Ia mengajukan alasannya dengan berkata, "Tugas yang dipikulkan kepadaku tidak membenarkan aku mengambil lebih dari apa yang telah ditetapkan," jawab Ubay r.a tegas. Merasa tidak puas dengan jawaban utusan tersebut, orang itu mendatangi Rasulullah saw sambil membawa unta betinanya.

Di hadapan beliau, ia menceritakan hal yang mengganggunya, "Wahai Rasulullah! Utusanmu telah datang menemuiku untuk mengumpulkan zakat. Demi Allah! Sesunguhnya aku belum pernah mendapat kesempatan yang sangat berharga ini, yaitu membayar sesuatu kepada engkau atau utusanmu. Oleh karena itu, aku telah memberitahukan tentang semua keadaan hartaku untuk dihitung zakatnya oleh utusanmu. Ternyata ia memutuskan agar aku mengeluarkan zakat sebesar seekor unta berusia satu tahun! Wahai Rasulullah, apa yang bisa dilakukan unta sekecil itu? la tidak dapat mengeluarkan susu atau memikul barang. Oleh karena itu, aku menyerahkan unta betina dewasa ini sebagai gantinya. Utusanmu menolaknya, tetapi aku berharap kau mau menerimanya."

Mengetahui semangat orang tersebut dalam berzakat, Rasulullah saw. bersabda, "Utusanku telah melakukan hal yang benar. Hanya sekadar itulah yang harus dikeluarkan olehmu. Akan tetapi, jika kamu sanggup mengeluarkan lebih dari yang telah ditetapkan, akan tetap diterima."

Rasulullah saw pun menerima zakat berupa unta betina dewasa dari orang tersebut dan mendoakan keberkahan baginya.