Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Jumat, 19 Maret 2010

Menjaga Kepercayaan Orang Lain

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah saw masih berjaga di masjid. la dikunjungi oleh salah seorang istrinya yang bernama Shafiyyah. Ketika Rasulullah saw mengantarkan istrinya pulang ke rumah, mereka bertemu dengan dua orang sahabat di tengah perjalanan.

Rasulullah saw segera menghentikan langkah mereka dan berkata, "Ini istriku, Shafiyah," sambil membuka cadar (penutup wajah) istrinya. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan timbul prasangka bahwa beliau berjalan dengan wanita nonmahram sepulangnya dari masjid. Oleh karena itu, beliau menunjukkan jati diri wanita yang 'sedang berjalan bersamanya, yang pada saat itu adalah istrinya.

Kedua sahabat berkata, "Allah melarang kami berburuk sangka tentang engkau, wahai Rasulullah."

Rasulullah membenarkan perkataan sahabatnya dan menambahkan, "Berburuk sangka tentang diriku akan menyebabkan hilangnya iman dan masuk ke dalam neraka. Setan akan terus-menerus berputar dalam aliran darah seseorang."

Setan selalu mencari celah untuk menaburkan prasangka dan membesar-besarkannya hingga berakibat hilangnya kepercayaan seseorang terhadap yang lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah saw mencegah terjadinya hal itu dengan mengungkap hal sebenarnya untuk menghentikan langkah setan menghancurkan hubungan sesama muslim.

Allah SWT sebagai Saksi

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bercerita tentang dua orang Bani Israel yang meminjamkan uang sebesar 1.000 dinar kepada temannya. Uang sebesar itu bukanlah jumlah yang sedikit. Kemudian si pemberi utang meminta temannya yang akan ia pinjami uang untuk mendatangkan seorang saksi.

Ia berkata, "Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan utang piutang ini."

Temannya menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!"

Kemudian si pemberi utang meminta lagi, "Datangkanlah seseorang yang bisa menjamin utangmu!"

Temannya kembali menjawab, "Cukuplah Allah yang menjaminku!"

Pemberi utang pun berkata, "Engkau benar!"

Setelah itu, ia memberikan 1.000 dinar kepada temannya dan menetapkan waktu pengembaliannya. Semua didasarkan atas saling percaya karena mereka menjadikan Allah SWT sebagai saksi dan penjamin.

Kemudian teman yang berutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluan. Waktu berlalu dan tibalah waktu pembayaran utang yang telah mereka sepakati. Teman yang berutang mencari kapal agar ia dapat kembali ke daerahnya untuk melunasi utangnya.

Namun, kapal yang menuju daerahnya tidak kunjung tiba. Ia pun berusaha mencari kapal yang dapat membawanya kembali, tetapi hasilnya nihil. Kemudian ia pun mengambil sebatang kayu dan melubanginya, lalu memasukkan uang 1.000 dinar ke dalamnya dan sebuah surat kepada temannya.

Setelah menutup rapat kayu tersebut, ia menuju laut seraya berkata, "Ya Allah, sungguh Engkau telah mengetahui bahwa aku meminjam uang kepada teman saya sebanyak 1.000 dinar. Ia memintaku seorang penjamin dan kukatakan bahwa cukup Engkau sebagai penjamin dan ia rela dengannya. Aku pun telah berusaha keras untuk mendapatkan kapal agar dapat mengembalikan uang yang telah aku pinjam darinya, tetapi aku tidak mendapatkan kapal itu. Karena itu, aku titipkan ia kepada-Mu."

Lalu, ia melemparkan kayu berisi uang yang jumlahnya besar tersebut ke laut sehingga terapung-apung, lalu ia pulang.

Sementara itu, temannya yang memberi utang menyusuri tepian laut menanti kedatangan temannya yang akan melunasi utang. Namun, ia tidak melihat satu kapal pun bertepi di lautnya. Tiba-tiba ia melihat potongan kayu terdampar di hadapannya. Terbesit dalam pikirannya untuk menggunakan kayu tersebut sebagai kayu bakar. Kemudian dibawalah kayu itu pulang ke rumah.

Setibanya di rumah, ia membelah kayu tersebut bersama istrinya. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat di dalamnya terdapat uang 1.000 dinar. Tidak kurang dan tidak lebih.

Mereka membaca surat yang diselipkan di dalam kayu tersebut. Akhirnya, mereka tahu bahwa kayu itu adalah kiriman temannya yang berutang untuk melunasi utangnya. Mereka pun memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah mengantarkan kayu tersebut hingga sampai kepada yang berhak.

Beberapa hari kemudian, teman yang dulu berutang datang ke rumah temannya yang meminjami utang. Ia belum tahu kalau kayu itu telah sampai dengan selamat ke tujuannya.

Kemudian ia membawa uang 1.000 dinar untuk dibayarkan seraya berkata, "Demi Allah, aku terus berusaha untuk mendapatkan kapal agar bisa sampai kepadamu dengan uangmu, tetapi aku sama sekali tidak mendapatkan kapal. Baru sekarang aku bisa memperoleh kapal yang mengantarku kemari."

Teman yang memberi pinjaman berkata, "Bukankah engkau telah melunasi utangmu?"

Temannya menjawab, "Bukankah aku telah beritahukan kepadamu bahwa aku tidak mendapatkan kapal sebelum ini dan baru sekarang aku tiba di sini?"

"Sesungguhnya Allah telah menunaikan apa yang telah engkau kirimkan kepadaku melalui kayu. Oleh karena itu, bawalah uang 1.000 dinarmu kembali. Semoga keberkahan senantiasa menyertaimu!"

Akhirnya, mereka berdua benar-benar menyaksikan bahwa utang piutang antara mereka melibatkan pertolongan Allah SWT yang nyata sebagai saksi dan penjamin.

Kisah ini merupakan penjelasan ayat Al-Qur'an Surat Ali Imran [3]: 75-76, "Dan di antaraAhli Kitab ada yang jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu. Tetapi ada (pula) di antara mereka yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Vam» demikian itu disebabkan mereka berkata, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf." Mereka mengatakan hai yang dusta terhadap Allah, padahal mereko mengetahui. Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa maka sungguh, Allah mencintai orang-orang yang bertakwa." (QS Ali Imran [3]: 75-76)

Ketampanan Seorang Pemuda

Ahnaf bin Qais r.a didatangi oleh seorang pemuda dari Suku Thai. Pemuda itu memancarkan aura cahaya yang menyenangkan hati. Ketampanannya sangat beda dengan ketampanan para pemuda tampan pada umumnya. Semua orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan pesonanya, termasuk Ahnaf r.a.

Saat itu Ahnaf r.a menduga ketampanan pemuda itu karena ia rajin berolahraga dan selalu menjaga kesehatan kulitnya dengan biaya dan perawatan mahal. Namun, ia tidak begitu yakin sebelum bertanya langsung kepada orang tersebut. Kemudian Ahnaf r.a mendekati pemuda itu seraya bertanya, "Hai anak muda. Apa rahasiamu sehingga memiliki wajah yang tampan ini?"

"Resepnya ada empat," jawab pemuda itu cepat.

"Apakah itu?" tanya Ahnaf r.a. kembali.

"Pertama, apabila orang berbicara kepadaku, aku mendengarkannya dengan baik. Kedua, apabila berjanji, pasti kutepati. Ketiga, apabila diriku diperhitungkan orang maka aku relakan. Keempat, apabila aku dipercaya, aku tidak mau mengkhianatinya," jelas pemuda itu.

Sambil memikirkan jawaban pemuda tersebut, Ahnaf bin Qais r.a. bergumam, "Inilah pemuda yang tampan luar dalam."

Membela Hak Orang Lain

Suatu hari Abu Jahal membeli beberapa ekor unta dari seorang laki-laki kabilah Khais'am. Ia berjanji akan membayarnya sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. Namun, ketika batas waktu pembayaran berakhir, Abu Jahal tidak juga membayar utang-utangnya.

Sang pedagang tidak kehabisan akal. Ia pergi ke Masjidil Haram untuk menemui petinggi-petinggi Quraisy di sana. Harapannya hanya satu, ada seseorang di antara mereka yang bersedia membantunya untuk menagih utang kepada Abu Jahal. Ia yakin Abu Jahal akan mendengar nasihat dari para petinggi Quraisy tersebut.

Ketika ia melihat para petinggi Quraisy sedang duduk-duduk dan saling bercengkerama di depan Masjidil Haram, tanpa buang waktu ia segera mendekati mereka. Kemudian ia tumpahkan permasalahan yang dihadapinya dengan harapan para petinggi Quraisy tersebut bersedia membantunya.

Memang orang-orang Quraisy itu mendengarkan curahan hati sang pedagang dengan saksama, tetapi bukannya memikirkan cara membantu sang pedagang, mereka malah melihat situasi ini sebagai kesempatan emas untuk 'mengerjai' Rasulullah saw. Mereka bermaksud mempertemukan Abu Jahal dengan Rasulullah saw agar Abu Jahal leluasa mempermalukan beliau di depan semua orang.

Akhirnya, mereka mengusulkan ide kepada sang pedagang "Adukanlah permasalahan ini kepada Muhammad. Hanya dia yang bisa membuat Abu Jahal menunaikan kewajibannya", usul mereka sambil terkekeh-kekeh.

Tanpa pikir panjang, pedagang itu benar-benar menemui Rasulullah saw. Ia pun mengadukan permasalahannya, "Wahai hamba Allah, Abu Jahal berbuat sewenang-wenang kepadaku. la tidak mau membayar harga unta yang dibelinya. Padahal, aku orang asing yang sedang melakukan perjalanan jauh. Tadi aku meminta orang-orang di sana untuk membantuku. Dan mereka menyuruhku untuk datang kepadamu. Tolonglah aku kali ini! Semoga Tuhan merahmatimu!" pinta sang pedagang.

Rasulullah saw berdiri dan mengajak pedagang itu ke rumah Abu Jahal. Keberangkatan mereka menuju rumah Abu Jahal diketahui oleh orang-orang Quraisy di Masjidil Haram dan mereka berpikir bahwa strategi mereka akan berhasil. Mereka pun mengutus seseorang untuk mengikuti Rasulullah saw dan melaporkan segala sesuatu yang terjadi nanti.

Setibanya di kediaman Abu Jahal, Rasulullah saw. mengetuk pintu rumahnya.

"Siapa itu?" tanya Abu Jahal dari dalam rumah ketika mendengar pintunya diketuk.

"Muhammad!" jawab Rasulullah, "keluarlah!" seru beliau kepada Abu Jahal.

Abu Jahal membuka pintu rumahnya dengan tergesa-gesa. Melihat Rasulullah saw telah berdiri di depan pintunya, tiba-tiba wajahnya berubah pucat pasi. Ia terlihat sangat ketakutan.

"Berikanlah hak orang ini kepadanya!" perintah Rasulullah dengan suara tegas.

Dengan gelagapan, Abu Jahal menjawab, "Ba.. baiklah. Akan kulunasi utangku sekarang!" Abu Jahal melesat masuk ke dalam rumah, lalu keluar dengan membawa uang sejumlah utangnya.

Urusan utang selesai. Rasulullah saw berkata kepada pedagang itu, "Gunakanlah hakmu sesukamu!" Kemudian beliau pergi.

Tentu saja hal ini sangat menggembirakan sang pedagang. Ia berlari menuju Masjidil Haram untuk berterima kasih atas saran yang diberikan para petinggi Ouraisy yang musyrik itu. Ia berkata kepada mereka, "Semoga Tuhan membalas Muhammad dengan kebaikan. Ia benar-benar telah menolongku mendapatkan hakku!"

Mendengar berita itu, para petinggi Quraisy merasa keheranan dan tidak percaya. Benarkah Abu Jahal telah membayar utangnya? Rasanya mustahil jika Abu Jahal menuruti kehendak kemenakannya tersebut. Namun, mereka masih berharap utusan yang mereka kirim membawa berita yang berbeda dari pedagang itu.

Tanpa menunggu lama, sang utusan datang. Ia melaporkan bahwa Abu Jahal langsung membayarkan utangnya ketika Muhammad memintanya. Rasa kaget dan gentar merayap ke dalam dada mereka. Tidak terbayang oleh mereka bahwa seorang Abu Jahal yang kuat kedudukannya serta sangat menentang Muhammad dengan mudahnya tunduk pada perintah beliau.

Ketika Abu Jahal datang dengan kepala tertunduk, mereka langsung menyerangnya dengan cemoohan, "Celakalah engkau! Demi Tuhan, kami tidak pernah melihat seseorang melakukan apa yang telah kaulakukan kepada Muhammad tadi!"

Abu Jahal membalas dengan makian, "Kalianlah yang celaka! Demi Tuhan, ketika kudengar ketukan dan mengetahui bahwa Muhammad yang datang, tiba-tiba saja aku merasa takut. Aku pun keluar. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri ada seekor unta yang sangat besar berdiri tepat di mukaku. Hewan itu membuka mulutnya yang sangat lebar sambil memamerkan gigi taringnya yang tajam-tajam seolah-olah hendak menerkamku. Demi Tuhan, jika aku menolak perintahnya, unta itu pasti sudah memangsaku!"

Membela Hak Makhluk Allah

Di antara sifat amanah adalah memelihara hak-hak makhluk Allah, termasuk hewan. Rasulullah sangat membenci perlakuan yang semena-mena terhadap hewan.

Misalnya, ketika beliau melihat seseorang sedang mengecoh kudanya. Ia seolah-olah hendak memberi makan kepada kudanya agar kuda tersebut mau menuruti dan mengikutinya, padahal tidak ada makanan yang akan ia berikan pada kudanya. Beliau langsung menegur orang itu, "Janganlah menipu hewan! Jadilah orang yang dapat dipercaya bagi mereka!"

Begitu juga, ketika beliau mendapat laporan bahwa ada beberapa orang mengambil anak-anak burung dari sarangnya. Sementara itu, sang induk berputar-putar sambil terus bercicit di atas sarang dengan gelisah mengetahui anak-anaknya tidak ada di tempatnya.

Berita itu benar-benar membuat sedih Rasulullah. Beliau pun langsung memerintahkan agar anak-anak burung itu dikembalikan ke sarangnya dengan segera.

Diriwayatkan pula oleh Bukhari, Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat bahwa pernah ada seorang nabi yang mendapat teguran dari Allah SWT karena membakar sarang semut.

Di waktu yang lain ketika di Mina, para sahabat menyerang seekor ular dengan maksud ingin membunuhnya. Namun, ular tersebut berhasil meloloskan diri. Rasulullah yang menyaksikan kejadian tersebut dan berkata, "Ia diselamatkan dari kejahatan kalian, seperti kalian diselamatkan dari kejahatannya."

Ibnu Abbas menceritakan saat Rasulullah saw melihat seseorang hendak menyembelih dombanya. la hanya mengasah pisau sebentar sehingga tidak terlalu tajam. Kemudian beliau menegurnya, sambil bertanya, "Apakah kau ingin membuatnya menderita dengan menyembelihnya berkali-kali?"

Abdullah bin Ja'far juga menceritakan ketika Rasulullah saw bersama sahabat sedang bepergian, beliau melihat seekor unta kurus berdiri di sudut sebuah kebun. Melihat kedatangan Rasulullah dengan serta-merta unta tersebut menangis. Beliau segera mendekatinya dan berdiri di sampingnya.

Tidak beberapa lama kemudian, beliau memanggil pemilik unta dan menegurnya dengan keras seraya berkata, "Berilah peliharaanmu makanan yang pantas untuknya!"