Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Sabtu, 14 Januari 2023

Ilmu Lalu Amal

Dalam kitab Muntakhab Kanzul Ummai, Abu Abdurrahman r.a. berkata, "Jika para sahabat mengajarkan Al-Qur'an kepada kami, mereka berkata, 'Kami belajar Al-Qur'an dari Rasulullah saw. sebanyak 10 ayat dan kami tidak akan meminta Nabi saw. untuk mengajarkan ayat berikutnya sebelum 10 ayat tadi sesuai dengan antara ilmu dan amalnya."




Ulama hadis terkemuka Bukhari r.a berkata, "Al ilmu qoblal qouli wal amali (ilmu sebelum berkata dan berbuat)." Perkataan ini merupakan kesimpulan yang ia ambil dari firman Allah Ta'ala, "Maka Ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu ...." (QS. Muhammad [47]: 19)

Dalam kitab Fathut Bari, Ibnul Munir berkata, "Yang dimaksudkan oleh Bukhari bahwa ilmu adalah syarat benarnya suatu perkataan dan perbuatan, yaitu suatu perkataan dan perbuatan itu tidak teranggap kecuali dengan ilmu terlebih dahulu. Oleh sebab itu, ilmu didahulukan dari ucapan dan perbuatan karena ilmu itu pelurus niat. Niat nantinya yang akan memperbaiki amalan."

Doa Rasulullah saw untuk Ibnu Abbas r.a

Pada suatu hari Rasulullah saw. keluar untuk buang air. Ketika beliau selesai beristinjak, beliau mendapati sebuah panci yang sudah penuh berisi air di luar tempat beliau beristinjak. Lalu, beliau bertanya, "Siapakah yang telah menaruhnya di sini?"




"Ibnu Abbas telah menaruhnya," jawab para sahabat.

Rasulullah saw. sangat senang dengan pelayanan Ibnu Abbas r.a. kepadanya. Kemudian beliau mendoakannya, "Ya Allah, berikanlah kepadanya kepahaman agama dan Al-Qur'an."

Pada suatu ketika Rasulullah saw. sedang mendirikan shalat sunnah dan Ibnu Abbas r.a. mengikutinya di belakang. Lalu, Nabi saw. menarik tangannya sehingga ia berdiri tepat di samping kanan Rasulullah saw. Sebagaimana tata cara shalat berjemaah dengan satu makmum: posisi makmum tepat berada sejajar disamping kanan imam. Akan tetapi, Ibnu Abbas r.a. malah kembali mundur ke belakang dan shalat di belakang beliau.

Seusai shalat, Rasulullah saw. bertanya kepada Ibnu Abbas r.a., "Mengapa kamu mundur ke belakang?"

Ibnu Abbas r.a. menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau adalah pesuruh Allah, bagaimana saya dapat berdiri sejajar denganmu?"

Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah mendoakannya agar ditambahkan ilmu dan kepahaman agama kepadanya.

Ibnu Abbas r.a. sangat menghormati kedudukan Rasulullah saw. sehingga ia melayani beliau dengan sepenuh hati. Keutamaan seorang murid yang menghormati gurunya dianjurkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana sabda beliau, "Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang yang tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak mengerti hak ulama kami." (HR Ahmad dan Hakim)

Imam Nawawi r.a. berkata, "Hendaklah seorang murid memperhatikan gurunya dengan pandangan penghormatan. Hendaklah ia meyakini keahlian gurunya dibandingkanyang lain. Karena halitu akan mengantarkan seorang murid untuk mengambil manfaat yang banyak darinya dan lebih bisa membekas dalam hati terhadap apa yang ia ambil dari gurunya tersebut."

Hilangnya Ilmu

Ahmad bin Jamil Al-Marwazi menuturkan, Ibnu Al-Mubarak r.a. diberi tahu bahwa Ismail bin Ghalabah r.a. telah diangkat menjadi pejabat urusan sedekah. Lalu, Ibnu Al-Mubarak r.a. menulis surat kepadanya.

"Hai orang yang membuat Ilmu menjadi elang, yang menyambar harta orang-orang miskin.

Engkau menyiasati dunia dan kenikmatan, dengan dalih yang menyirnakan ad-din.

Karenanya, engkau telah menjadi kegilaan, padahal sebelumnya engkau adalah penyembuh bagi orang-orang sinting.

Di manakah ilmu yang engkau dapatkan, dari Ibnu Aun dan Ibnu Sirin?

Di manakah petuahmu yang dulu engkau keluarkan, tentang mendekati pintu para pemimpin?

Jika ini sebuah keterpaksaan, demikian pula keledai pembawa Ilmu yang terperosok dalam lumpur yang licin."


Taktkala ia menerima dan membaca tulisan ini, ia menangis tersedu-sedu dengan penuh penyesalan.

Banyak ulama saleh yang menjauhkan diri dari kekuasaan karena ingin melindungi dirinya agar tidak terperosok dalam lubang kehinaan. Berikut ini adalah pendapat para ulama tentang jabatan dan kekuasaan.
  1. Al-Ahnaf bin Qais menjelaskan bahwa penyakit yang akan merusak alim ulama adalah ambisi untuk meraih kekuasaan.
  2. Al-lmam Ahmad pernah berkata kepada Sufyan bin Uyainah, "Cinta kekuasaan lebih disenangi orang dibandingkan emas dan perak. Barangsiapa berambisi memperoleh kekuasaan, ia akan mencari-cari aib orang lain."
  3. Sufyan Ats-Tsauri berkata, "Kekuasaan lebih disenangi oleh ahli qira'ah dibandingkan emas merah."
  4. Ibnu Abdus berkata, "Setiap kali bertambah kemuliaan seorang alim dan bertambah tinggi derajatnya, makin cepat dia merasa ujub. Kecuali orang yang dijaga oleh Allah SWT dengan taufiq-Nya dan membuang ambisi terhadap kekuasaan dari dirinya."
  5. "Ilmu hadis adalah disiplin ilmu yang mulia. Yang cocok untuk ilmu ini hanyalah akhlak mulia dan perilaku yang terpuji. Ilmu ini akan menghilangkan akhlak buruk dan perilaku tercela. Ilmu hadis adalah ilmu akhirat, bukan ilmu dunia. Barangsiapa yang ingin mendengarkan periwayatan hadis atau ingin menyampaikan ilmu hadis, hendaknya ia berupaya meluruskan dan mengikhlaskan niat. Dia pun harus membersihkan hatinya dari tujuan-tujuan duniawi dan segenap nodanya. Dia pun harus berhati-hati dari penyakit dan kotoran dari ambisi terhadap kekuasaan."
  6. Salah satu hal yang membedakan antara ulama dunia dan ulama akhirat adalah ulama dunia senantiasa memperhatikan kekuasaan, senang akan pujian dan massa. Sementara, ulama akhirat menjauhi hal tersebut. Mereka benar-benar menjaga diri dari hal itu dan menyayangkan orang-orang yang terkena penyakit tersebut. Namun, dikarenakan telah terbiasa dan memiliki ambisi mendapatkan kedudukan telah menguasai pemikiran mereka, tinggallah ilmu hanya terucap melalui lisan sebagai sebuah adat, bukan untuk diamalkan.

Para Musuh Allah yang akan Tewas di Perang Badar

Kondisi Mekah makin hari makin tidak aman bagi perkembangan Islam, terutama bagi kaum muslim yang selalu mendapat teror dan siksaan dari kaum musyrikin Quraisy. Inilah yang menjadi alasan kuat Rasulullah saw untuk mengajak kaum muslimin hijrah ke Yastrib atau Medinah.

Di Medinah ini kaum muslimin membangun kekuatan untuk menghadapi serangan kaum Quraisy. Perkembangan kaum muslimin makin kuat, bahkan mereka berani mengadakan pemboikotan wilayah dan ekonomi. Akibatnya, kaum musyrikin Quraisy menantang untuk bertempur di Badar.

Ketika Rasulullah saw meninjau lokasi perang bersama para sahabat, beliau bersabda, "Lihatlah Mekah! Ia telah melemparkan kepada kalian potongan-potongan hatinya!". Rasulullah saw mengatakan itu kepada para sahabat sambil menunjuk tempat-tempat para pemimpin Quraisy akan terbunuh di peperangan Badar. Ternyata semua prediksi beliau terbukti ketika Perang Badar berakhir. Para pemimpin Quraisy tewas di tempat-tempat yang telah ditunjuk Rasulullah saw.

Berkaitan dengan peristiwa itu, Umar bin Khaththab bercerita, "Sebelum Perang Badar dimulai, Rasulullah berjalan di sekitar medan perang dan menunjuk ke beberapa tempat sambil berkata, Abu Jahal akan terbunuh di sini, Utbah di sini, Shayba di sini, Walid di sini, dan sebagainya. Demi Allah SWT, setelah perang selesai kami menemukan jenazah mereka persis di tempat yang beliau sebutkan tadi." (HR. Muslim)

Jumat, 13 Januari 2023

Kisah Umair bin Wahab




Perang Badar dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Rasa syukur pun selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah SWT. Sebaliknya, kekalahan yang diterima kaum musyrikin Quraisy benar-benar membuat mereka makin geram.

Umair bin Wahab dan Shafwan bin Umayyah mengungkapkan kekesalan mereka atas kemenangan umat Islam. Umair berkata kepada Shafwan, "Ah, seandainya aku tidak sedang dililit utang dan keluargaku bisa kutinggalkan saat kesulitan sekarang, aku akan mencari Muhammad dan membunuhnya!"

Mendengar perkataan Umair tersebut, Shafwan menyambut ide Umair dan berkata, "Baiklah, jika kau berhasil membunuh Muhammad dan menyiksanya dengan keji, aku berjanji akan memberimu 100 ekor unta. Dengannya kamu bisa melunasi semua utang keluargamu, begitu pula keluargamu akan aku jadikan bagian dari keluargaku!"

Tawaran yang menggiurkan. Tanpa pikir panjang, Umair langsung menerima tawaran Shafwan dengan senang hati.

"Tapi ingat! Ini adalah rahasia kita berdua. Jangan sampai kauceritakan kepada yang lain!" pesan Shafwan kepada Umair.

Umair pun segera berangkat ke Medinah untuk melaksanakan rencana kejinya tersebut. Akan tetapi, malang baginya, di tengah perjalanan ia bertemu Umar bin Khaththab, sahabat Rasulullah saw yang sangat ditakuti kaum Quraisy karena keberanian dan pukulannya yang menyakitkan. Rasa takut menyergap Umair, apalagi ketika Umar menggiringnya untuk menghadap Rasulullah saw.

Interogasi terhadap Umair atas maksud kedatangannya ke Medinah dimulai di hadapan Rasulullah saw. Beliau bertanya, "Apa maksud kedatanganmu ke sini?"

Umair tidak mungkin menjawab dengan jujur niatnya untuk membunuh pemimpin umat Islam itu sendiri. Ia berkilah, "Sungguh kedatanganku ke sini untuk menebus putraku yang telah kalian tawan."

Rasulullah saw sebenarnya sudah mengetahui bahwa Umair berbohong. Beliau mendapat petunjuk dari Allah SWT. Berkali-kali beliau bertanya kepada Umair, berkali-kali pula ia terus berbohong.

Akhirnya, Rasulullah saw mengakhiri kebohongan Umair dengan berkata, "Aku tahu engkau telah bersekongkol dengan Shafwan untuk membunuhku. Dengan melakukannya, Shafwan akan memberikanmu 100 ekor unta untuk melunasi seluruh utang keluargamu dan menjadikan keluargamu bagian dari keluarganya!"

Umair tersentak kaget mengetahui Rasulullah saw bisa membongkar niat busuknya. Dia sangat heran, "Benar-benar tidak habis pikir, bagaimana Rasulullah bisa mengetahui rencana busukku, padahal tidak ada orang lain yang mendengarkan, hanya aku dan Shafwan. Lagi pula percakapan itu terjadi di Mekah, jauh dari Medinah tempat Rasulullah saw berada?"

Kebenaran berita yang disampaikan Rasulullah saw membuat Umair yakin bahwa Muhammad benar-benar utusan Allah. Ia pun mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai ketundukannya pada Islam. Rasulullah saw menyambutnya dengan baik.

Tidak ada prasangka atau dendam sama sekali kepada Umair. Bahkan, beliau menyuruh para sahabat untuk mengajari Al-lslam kepada Umair, sampai ia memahaminya dengan baik. Ditambah lagi, semua tawanan yang diminta oleh Umair, beliau bebaskan tanpa keberatan sama sekali.

Waktu pun berlalu. Saat dirasa ilmu yang dimiliki Umair sudah cukup, Rasulullah saw mengizinkannya untuk kembali ke Mekah. Di sana ia menyiarkan Islam dan hasilnya hampir seluruh masyarakat Mekah masuk Islam berkat dakwahnya.