Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Jumat, 12 Maret 2010

Bagian untuk Muallaf

Setelah 19 hari seusai penaklukan kota Mekah, kaum Hawazin dan Tsaqif berkumpul di Hunain untuk mengatur rencana memerangi Rasulullah saw. Berita tersebut terdengar oleh Rasulullah saw. Kemudian beliau mengirim mata-mata untuk menyusup ke kubu musuh dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang persiapan mereka.

Ternyata kaum Hawazin tidak ingin peperangan yang ala kadarnya. Mereka ingin pasukan muslimin ditumpas habis dalam peperangan sehingga mereka mengumpulkan seluruh harta benda berharga mereka dan mengajak kabilah-kabilah yang belum masuk Islam untuk bergabung dengan mereka.

Mendengar informasi bahwa pasukan musuh benar-benar mempersiapkan diri untuk berperang, Rasulullah saw segera menyusun kekuatan untuk menghadapi mereka. Banyak para mualaf yang meminjamkan bala bantuan berupa uang sebanyak 40.000 dirham, 30 ekor unta, 3.000 batang tombak, termasuk 100 buah perisai baja dari Shafwan bin Umayyah, dan 30 buah dari muallaf lainnya.

Hari pertemuan dua pasukan itu pun tiba. Pertemuan dua pasukan yang sangat kuat itu menimbulkan peperangan yang sangat dahsyat dan sengit di Hunain. Atas pertolongan Allah SWT, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran meskipun sempat dibuat kocar-kacir oleh pihak musuh.

Kaum muslimin memperoleh harta rampasan yang sangat besar pada Perang Hunain ini, yaitu 4.000 keping perak, 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor domba, dan 6.000 tawanan perang.

Shafwan bin Umayyah memandangi harta rampasan yang melimpah itu dengan gelisah. Ia khawatir harta rampasan tersebut hanya untuk kaum Muhajirin dan Anshar yang terlebih dahulu memeluk Islam daripada dia yang hanya seorang muallaf.

Melihat keresahan Shafwan, Rasulullah mempersilakan Shafwan untuk mengambil unta hasil rampasan perang sebanyak yang ia mau. Beliau memang sangat berterima kasih kepada Shafwan yang telah meminjamkan peralatan perang untuk kaum muslimin.

Ternyata Rasulullah saw tidak melupakan jasanya meskipun saat perang ia hanya berada di barisan paling belakang. Merasa berterima kasih pada kebaikan Rasulullah, Shafwan segera berlari menuju kaumnya dan berseru, "Wahai kaumku! Terimalah Islam tanpa ragu-ragu sebab Muhammad memberikan sesuatu sedemikian rupa sehingga hanya orang yang tidak takut miskin dan sepenuhnya bersandar kepada Allah sajalah yang bisa melakukannya!"

Subhanallah, dengan jiwa pemurah dan menghargai pengorbanan para muallaf, beliau berhasil membimbing Shafwan dan kaumnya ke jalan kebenaran, padahal dulunya mereka adalah kaum yang sangat sengit memerangi Islam.

Keluarga Pemegang Kunci Ka'bah

Kemenangan gemilang diraih umat Islam pada peristiwa Fathu Mekah. Kaum musyrikin Quraisy yang angkuh dan sombong hanya tertunduk takut dan takluk di hadapan kaum muslimin yang dahulu mereka tindas. Sungguh karunia Allah SWT yang sangat besar yang diberikan kepada umat Islam sehingga kaum muslimin dapat melenggang penuh kehormatan memasuki kota Mekah, kampung halaman yang begitu mereka rindukan.

Pengorbanan harta dan jiwa, rasa sakit tersayat-sayat, serta sedih dan pilu yang mereka rasakan saat memperjuangkan kebenaran terobati sudah dengan menyaksikan kemenangan yang nyata ini.

Salah satu tugas yang harus dilaksanakan Rasulullah saw dan kaum muslimin di Mekah adalah membersihkan Ka'bah, rumah Allah, dari sesembahan kaum musyrikin Ouraisy. Setelah beliau melakukan thawaf dan beristirahat sejenak, beliau memanggil Bilal r.a dan menyuruhnya untuk meminjam kunci Ka'bah dari keluarga Utsman bin Thalhah.

Kunci Ka'bah memang dipercayakan kepada keluarga Utsman bin Thalhah secara turun-menurun meskipun mereka masih memegang ajaran agama jahiliah.

Bilal r.a segera menyampaikan permintaan Rasulullah saw kepada Utsman bin Thalhah di kediamannya. Namun, ibunda Utsman menolak memberikan kunci Ka'bah tersebut seraya berkata kepada putranya, "Wahai anakku, keluarga kita mendapat kehormatan untuk memegang kunci Ka'bah ini dari dulu. Jika kau berikan kunci ini kepada mereka, akan berakhirlah kehormatan keluarga kita!"

Utsman mengerti kekhawatiran ibunya. Namun, dengan kekuatan pasukan Islam saat ini, percuma menahan kunci tersebut karena kaum muslimin akan memintanya dengan paksa. Dan kemungkinan kunci tersebut akan diamanahkan kepada salah seorang dari kaum muslimin. Oleh karena itu, Utsman menenangkan ibunya agar merelakan kunci Ka'bah dibawa oleh kaum muslimin.

Setelah pintu Ka'bah terbuka, Rasulullah saw dan para sahabat segera menghancurkan ratusan berhala di dalamnya. Begitu pula, lukisan-lukisan para Nabiyullah terdahulu yang menggambarkan adegan sesat dan dikarang oleh orang-orang jahiliah dilucuti dari dinding Ka'bah dan dibuang keluar.

Setelah Ka'bah bersih dari segala benda yang mengandung kesyirikan dan kejahiliahan, beliau melaksanakan shalat dua rakaat di dalamnya. Kemudian beliau keluar dan menyerahkan kunci Ka'bah tersebut kembali kepada Utsman.

Tentu saja Utsman heran sekaligus kaget, ternyata Rasulullah saw tetap memercayakan perawatan Ka'bah di tangan keluarganya, yaitu Bani Syaibah yang nonmuslim.

Amanah Bendaharawan Pribadi Rasulullah saw

Bilal r.a. adalah sahabat kepercayaan Rasulullah saw yang bertugas mengurus keuangannya. Apabila datang seseorang kepada beliau dalam keadaan lapar, beliau akan menyuruh Bilal r.a untuk melayani keperluan orang tersebut karena Rasulullah saw tidak pernah menyimpan sesuatu untuk diberikan. Selanjutnya, Bilal r.a akan mencari pinjaman demi melaksanakan tugas Rasulullah tersebut.

Suatu hari seorang musyrik mendatangi Bilal r.a. Ia mengetahui bahwa Bilal r.a selalu mencari pinjaman untuk memenuhi perintah Rasulullah saw. Kemudian ia menyusun tipu daya agar Bilal r.a tunduk menjadi budaknya.

Ia pun menawarkan bantuan yang sebenarnya adalah tipu muslihatnya kepada Bilal r.a, "Ketahuilah bahwa aku adalah orang yang paling banyak harta bendanya. Jika kamu menghendaki pinjaman, datanglah kepadaku. Dengan senang hati, aku akan membantumu."

Mengingat bahwa tidak semua orang senang diutangi, Bilal r.a pun menerima tawaran tersebut seraya berkata, "Ini adalah tawaran terbaik yang pernah saya terima." Sejak saat itu, Bilal r.a. selalu meminjam uang kepada orang musyrik tersebut untuk memenuhi keperluan orang-orang yang Rasulullah saw kehendaki.

Menjelang jatuh tempo, orang musyrik itu bersama centeng-centengnya mendatangi Bilal r.a. yang sedang berwudu sebelum mengumandangkan azan di masjid.

Orang itu menghardiknya, "Hai Habsyi! Waktumu tinggal empat hari lagi! Jika kamu belum melunasi pinjamanmu kepadaku hingga akhir bulan ini, kamu akan kembali menjadi hamba sahaya yang menggembalakan kambing-kambingku!" ancamnya.

Tawaran yang menyenangkan dahulu menjadi ancaman yang menakutkan bagi Bilal r.a. Ia khawatir kebebasan menjalani ibadah kepada Allah SWT akan kembali terpasung.

Kemudian seusai shalat Bilal r.a mengemukakan permasalahannya kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah. Kita memiliki pinjaman yang akan jatuh tempo empat hari lagi. Jika aku tidak sanggup membayarnya, ia akan menjadikanku sebagai budaknya. Padahal, engkau dan aku tidak memiliki apa pun untuk membayarnya. Oleh karena itu, izinkan aku untuk mencari pengganti utang-utang tersebut."

Setelah berkata demikian, Bilal r.a pun pulang ke rumah dan mempersiapkan pedang, perisai, sepatu, dan perbekalan. Ia belum tahu akan ke mana kakinya membawa pergi.

Menjelang keberangkatannya, seorang utusan Rasulullah saw datang berlari menemuinya. Ia berkata, "Hai Bilal! Cepatlah datang menemui Rasulullah!"

Dengan segera, Bilal r.a pun mendatangi Rasulullah saw. Bilal r.a bahagia dengan apa yang dilihatnya. Empat ekor unta bersama muatannya duduk di hadapan Rasulullah saw.

Melihat kedatangan Bilal r.a, Rasulullah saw bersabda, "Wahai Bilal! Berita gembira datang untukmu. Allah telah memberikan ini semua untuk melunasi utang-utangmu. Barang-barang ini telah dikirim sebagai hadiah dari ketua kaum Fida' (penjamin utang)!"

Alhamdulillah, Bilal r.a mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas pertolongan-Nya, akhirnya ia terbebas dari utang.

Mengembalikan Pajak Nonmuslim

Selama kekhalifahan Umar bin Khaththab r.a, Abu Ubaidah r.a dipercaya sebagai kepala tentara muslim di Syria. Di tempat itu seluruh rakyat nonmuslim diwajibkan membayar pajak perlindungan kepada Abu Ubaidah r.a.

Suatu ketika Kaisar Byzantium, Romawi, hendak merebut Syria dari tangan kaum muslimin. Tentu saja penduduk nonmuslim, seperti Kristen dan Yahudi menyambut gembira rencana Romawi. Mereka tidak perlu bersusah payah membayar pajak kepada orang Islam jika Romawi berhasil merebut kembali Syria dari tangan kaum muslimin.

Abu Ubaidah r.a khawatir penduduk nonmuslim di Syria akan membelot membela Romawi. Belum lagi jumlah tentara Islam lebih sedikit jika dibandingkan tentara Romawi. Tentu saja hal ini akan menyusahkan pasukan Islam.

Abu Ubaidah r.a mengusulkan kepada para perwira prajurit muslim untuk mengosongkan kota Syria dan mengasingkan penduduknya agar tidak mengganggu peperangan mereka. Namun, seorang perwira menolak usulan tersebut. Ia berkata, "Mengasingkan mereka adalah hal yang tidak mungkin. Kita telah berjanji kepada mereka untuk melindungi harta dan jiwa mereka. Janji itu harus kita tepati!"

"Lalu, apa yang akan kita lakukan?" tanya Abu Ubaidah r.a.

"Lebih baik kita yang meninggalkan kota ini daripada harus mengasingkan penduduk aslinya. Selanjutnya, kita harus mengembalikan uang pajak mereka karena mereka tidak dalam perlindungan kita lagi!"

Abu Ubaidah r.a menanggapi usul tersebut, "Jika kita meninggalkan kota yang kuat ini, besar kemungkinan kita akan menderita kekalahan. Kota ini memiliki benteng kuat di sekelilingnya sehingga bisa melindungi kita dari serangan pasukan Romawi."

"Mungkin kita akan kalah, tetapi pantang bagi orang Islam untuk ingkar janji dan mengkhianati amanah!" tambah perwira muda itu lugas.

Akhirnya, Abu Ubaidah r.a mengumpulkan penduduk nonmuslim dan mengumumkan, "Kami menarik pajak perlindungan dari kalian dan karena itu kami akan melindungi kalian. Namun, hari ini kami akan keluar dari kota ini untuk menghadapi tentara Romawi. Oleh karena itu, ambillah pajak yang telah kalian berikan kepada kami!"

Penduduk nonmuslim dibuat kagum dengan kepemimpinan umat muslim yang adil dan bertanggung jawab. Kepercayaan mereka kepada kaum muslimin makin bertambah.

Kemudian para pendeta Kristen dan rabi-rabi Yahudi berkumpul di gereja dan sinagog untuk mendoakan tentara kaum muslimin supaya menang melawan kekaisaran Romawi tersebut. Tampaknya mereka lebih memilih dipimpin oleh seorang pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab daripada berdasarkan kesamaan agama semata.

Melebihkan Pembayaran

Zaid bin San'an r.a mengisahkan bahwa sebelum ia memeluk Islam, Rasulullah pernah meminjam sejumlah uang kepadanya. Kemudian dia menemui Rasulullah untuk menagih utang sebelum jatuh tempo sambil menghina beliau dan berkata, "Hai cucu Abdul Muthalib, kamu enggan membayar utangmu, ya?!"

Umar r.a yang pada saat itu berada di antara mereka marah dan berteriak, "Hai musuh Allah! Kalau saja tidak ada perjanjian antara kami dan umat Yahudi, aku akan memenggal kepalamu! Bicaralah yang sopan kepada Rasulullah!"

Di luar dugaan, ternyata Rasulullah tersenyum kepadanya dan berkata kepada Umar r.a, "Bayarlah dan tambahkan 20 galon karena engkau telah menakutinya."

Kemudian kisah ini dilanjutkan oleh Umar r.a. Setelah itu kami pergi bersama-sama. Di tengah perjalanan, Zaid secara tak terduga berkata, "Umar, kamu marah kepadaku. Namun, aku temukan dalam dirinya semua ciri nabi terakhir yang dicatat dalam Taurat dan Perjanjian Lama. Kitab itu memuat ayat, 'kelembutannya melebihi kemarahannya. Kelancangan yang songat atas dirinya justru menambah kelembutan dan kesabarannya.' Aku sengaja hendak menguji kesabarannya. Sekarang aku yakin bahwa dia adalah nabi yang kedatangannya diramalkan dalam Taurat. Jadi, aku percaya dan bersaksi bahwa dia adalah nabi terakhir."