Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Selasa, 09 Maret 2010

Abdullah bin Mas'ud, Seorang Anak Gembala yang Jujur

Tersebutlah seorang anak berjiwa kuat dan jujur bernama Abdullah bin Mas'ud atau lebih terkenal dengan nama Ibnu Mas'ud. la adalah seorang penggembala kambing yang cekatan. Ratusan kambing ia tangani dan tidak satu pun luput dari pengawasannya. la pula yang mengatur makan dan minuman gembalaannya tersebut.

Pada suatu ketika Rasulullah saw. dan Abu Bakar r.a. lewat di sebuah padang yang luas tempat Ibnu Mas'ud menggembalakan kambingnya. Mereka melihat kambing-kambing gembalaan Ibnu Mas'ud yang gemuk dan sehat. Merasa dahaga dan lelah, terbesitlah dalam pikiran mereka berdua untuk meminum susu kambing gembalaan tersebut.

Mereka berdua menghampiri Ibnu Mas'ud yang terlihat sibuk mengatur kambing-kambingnya. Ketika ditanya adakah kambing yang dapat diperah susunya, Ibnu Mas'ud mengiyakan.

Namun, sayangnya, Ibnu Mas'ud tidak bisa memberikan kepada mereka. Bocah itu berkata, "Susu itu ada, tetapi sayang mereka bukan milikku. Kambing-kambing ini hanyalah amanah dari orang lain yang dititipkan kepadaku."

Ibnu Mas'ud hanyalah seorang penggembala yang mengurus kambing-kambing milik Uqbah bin Abi Mu'ith, seorang musyrik yang bertetangga dengan Rasulullah saw.

Rasulullah saw sangat bahagia dengan jawaban bocah penggembala tersebut. Padahal, saat itu Ibnu Mas'ud belum memeluk Islam. Beliau salut bahwa keteguhan prinsip pada dirinya dapat mencegahnya dari perbuatan khianat atas kepercayaan yang diamanahkan kepadanya.

Ini adalah bukti kebersihan hati yang akan memudahkannya menerima kebenaran Islam. Oleh karena itu, Rasulullah saw berusaha menjaga prinsip mulia bocah tersebut dan menunjukkan kekuasaan Allah SWT kepadanya agar tergerak untuk mengikuti Al-lslam.

Selanjutnya, Rasulullah saw. mengambil anak kambing betina yang belum dapat mengeluarkan susu. Kemudian Rasulullah saw. mengucapkan basmalah sambil mengusap puting susu kambing tersebut. Mukjizat pun terjadi, air susu memancar dari kambing kecil betina tersebut. Allahu Akbar!

Ibnu Mas'ud terperangah menyaksikan keajaiban luar biasa di depan matanya. Kemudian ia memohon kepada Rasulullah saw agar mengajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur'an. Dengan senang hati, Rasulullah saw mengajarkan beberapa ayat Al-Qur'an kepadanya.

Seperti yang diharapkan, Ibnu Mas'ud menjadi orang keenam yang masuk Islam di awal permulaan syiarnya. Dia selalu belajar dan belajar kepada Rasulullah saw. di Darul Arqam tempat kaum muslimin bertemu secara diam-diam agar aman dari kezaliman kaum musyrikin Quraisy.

Sehidup Semati

Ibnu Abbas r.a menuturkan bahwa Umar bin Khaththab r.a berangkat menuju kota Syam untuk menemui Abu Ubaidah Al-Jarrah r.a yang telah berhasil menguasai seluruh wilayah Syam. Pada waktu itu wabah penyakit menular (tha'un) yang sangat berbahaya sedang menyerang penduduk Syam sehingga banyak korban yang berjatuhan.

Umar r.a. yang mengetahui adanya wabah penyakit berbahaya di Syam mengurungkan niatnya untuk pergi ke sana. Lalu, Umar r.a. menulis surat kepada Abu Ubaidah r.a yang isinya, "Saya datang untuk bertemu denganmu. Namun, saya tidak dapat masuk ke dalam kota karena adanya penyakit yang sedang mengganas. Seandainya surat ini sampai ke tanganmu siang hari, segeralah berangkat menemuiku sebelum sore!"

Ketika Abu Ubaidah r.a membaca surat itu, ia berkata, "Saya tahu maksud Amirul Mukminin memerintahku demikian. la ingin agar saya terhindar dari penyakit berbahaya ini."

la pun membalas surat sang Khalifah, "Wahai Amirul Mukminin, saya sangat mengerti maksud Anda. Saya sedang berada di tengah-tengah tentara muslimin dan sedang bertugas memimpin mereka. Saya tidak ingin meninggalkan mereka dalam bahaya hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Saya tidak ingin berpisah dengan mereka, hingga Allah memberikan keputusan kepada kami keselamatan atau kebinasaan. Jika surat ini sampai ke tangan Khalifah, maafkan saya karena tidak bisa memenuhi permintaan Anda. Izinkan saya bersama mereka."

Usai membaca isi surat dari panglima perangnya, Umar r.a. menangis tersedu. Orang-orang pun bertanya, "Wahai Amirul Mukminin. Apakah Abu Ubaidah telah meninggal?"

"Tidak," jawab Umar r.a, "tetapi ia di ambang kematian."

Dugaan Khalifah benar. Tidak lama kemudian, Abu Ubaidah r.a. meninggal dunia.

Amanah untuk Ali r.a

Berita mengenai rencana hijrah Rasulullah saw. terdengar oleh kaum musyrikin Quraisy. Mereka pun mengumpulkan algojo-algojo terkuatnya untuk menghadang kepergian Muhammad keluar dari kota Mekah ke Medinah.

Namun, Rasulullah telah terlebih dahulu menyusun strategi jitu agar perjalanan hijrahnya lancar. Dalam rencana tersebut beliau melibatkan Ali bin Abi Thalib r.a, seorang pemuda belia yang pertama masuk Islam untuk mengecoh musuh Allah dengan tidur di peraduan Rasulullah saw.

Ia juga ditugaskan untuk mengembalikan barang-barang titipan penduduk Mekah yang dipercayakan kepada Rasulullah saw. Setelah itu, ia harus mengatur hijrahnya tiga wanita yang bernama Fatimah, yaitu Fatimah Az-Zahra r.a. (putri Rasulullah saw.), Fatimah binti Asad r.a. (ibunda Ali r.a.), dan Fatimah binti Zubair r.a.

Malam harinya, seluruh algojo terbaik telah mengepung kediaman Rasulullah saw. Dengan beringas dan bersemangat, mereka mendobrak pintu rumah dan mendapati seseorang berselimut tengah tidur di tempat tidur Rasulullah saw.

Ketika pedang terhunus dan siap dihunjamkan, alangkah terkejutnya mereka ketika mengetahui bahwa orang berselimut itu adalah Ali r.a dan bukan target yang mereka cari. Mereka langsung menggertak Ali r.a, "Di mana Muhammad!"

Dengan tenang Ali r.a. menjawab, "Beliau sudah tidak ada di sini!"

Mereka marah dan geram saat rencana yang mereka susun hancur berantakan. Satu sama lain saling menyalahkan. Jika Allah SWT telah melindungi hamba-Nya, tidak akan ada yang sanggup mencelakakannya.

Keesokan harinya, Ali r.a menjalankan amanah keduanya. la mengumumkan bahwa dirinya telah ditunjuk oleh Rasulullah saw. untuk mengembalikan barang-barang titipan penduduk Mekah. Berkumpulah orang-orang pemilik barang tersebut dan mengambil miliknya. Setelah semua tertunaikan, selesailah amanah kedua.

Amanah ketiga adalah mengawal hijrahnya tiga orang wanita mulia. Tugas ini pun Ali r.a jalankan dengan mulus.

Dalam usianya yang belia, Ali r.a. begitu sigap dan cekatan menyelesaikan seluruh amanah yang diberikan kepadanya. Bahkan, ketika ia mengetahui bahwa nyawanya terancam jika menggantikan Rasulullah di peraduannya, ia tetap melaksanakannya dengan ikhlas.

Tepat dalam Menunaikan Janji

Umar bin Khaththab r.a mendapat pengaduan dari seorang penggembala unta dan anak pemilik kebun anggur ketika ia masih menjabat sebagai khalifah. Anak pemilik kebun tersebut menuntut si penggembala agar dihukum mati karena telah membunuh ayahnya. Umar r.a pun meminta si penggembala menceritakan peristiwa yang menyebabkan ia harus membunuh si pemilik kebun anggur tersebut.

Dia lalu bercerita. Ketika ia sedang menggembalakan unta-untanya, tanpa ia sadari hewan gembalaannya tersebut masuk ke dalam kebun anggur milik seseorang. la pun segera menghalau unta-untanya agar keluar dari lingkungan kebun.

Namun, pemilik kebun anggur tersebut keburu memergokinya. Saking marahnya, si pemilik anggur mengangkat bongkahan batu besar dan melemparnya ke arah seekor unta dan jatuh tepat di kepalanya. Unta itu menggelepar dan tidak lama kemudian mati.

Tentu saja kejadian itu membuat si penggembala panik. Bagaimana tidak, unta itu bukan miliknya. la hanya diberi upah untuk menggembalakan hewan ternak milik orang lain. Kepanikannya itu membuatnya hilang akal. Diambilnya bongkahan batu yang menyebabkan kematian unta gembalaanya, lalu ia lempar balik ke pemilik kebun hingga ia pun tewas seketika.

Anak pemilik kebun yang menyaksikan peristiwa kematian ayahnya itu segera melapor kepada Amirul Mukminin Umar r.a. Ia pun menceritakan kronologis kejadian dari awal sampai akhir. Tentu saja ia berharap si penggembala yang telah membunuh ayahnya itu dihukum mati.

Namun, Umar r.a ingin mendengar peristiwa itu dari si penggembala sendiri. Dengan wajah penuh penyesalan, ia pun membenarkan cerita anak pemilik kebun tersebut bahwa memang benar ia telah membunuh ayahnya.

Dalam hukum Islam, hukuman bagi pelaku pembunuhan ada dua. Yang pertama qishas, yaitu nyawa dibayar nyawa, artinya si pelaku harus dihukum mati. Sedangkan, yang kedua membayar diyat atau ganti rugi kepada ahli waris korban yang terbunuh.

Umar r.a pun memberikan kedua pilihan hukuman itu kepada anak pemilik kebun. Akan tetapi, ia memang tidak bisa memaafkan perbuatan si penggembala. la menginginkan agar pengembala itu dihukum mati saja. Umar r.a akhirnya memvonis hukuman mati bagi si penggembala.

Sebelum pelaksanaan hukuman mati, Umar r.a memberi kesempatan kepada si penggembala untuk mengungkapkan permohonan terakhir sebelum kematiannya. Umar r.a. berkata, "Adakah satu hal yang ingin kau sampaikan sebelum kamu dihukum mati?"

Si penggembala tampak gembira mendapat tawaran tersebut. Satu keinginannya adalah agar diberi kesempatan untuk mengembalikan harta anak-anak yatim yang dititipkan kepadanya. Dengan demikian, hukuman mati untuknya pun harus ditunda agar bisa menyelesaikan seluruh amanahnya.

la pun mengungkapkan keinginannya kepada Amirul Mukminin, "Wahai Amirul Mukminin. Selama ini aku dipercaya untuk mengelola harta anak yatim, terutama bagi anak yatim yang belum sanggup memegang harta. Harta mereka akan aku serahkan kelak saat mereka beranjak dewasa. Oleh karena itu, aku mohon agar aku bisa mengembalikan harta-harta itu kepada mereka dan mencari orang sebagai penggantiku. Jika kau tidak keberatan, aku mohon penundaan hukuman mati selama tiga hari agar aku dapat menyelesaikan segala urusanku. Jika aku tidak memiliki beban lagi, baru aku bisa mati dengan tenang," pinta si penggembala.

Tentu saja ahli waris pemilik kebun merasa keberatan. Bagaimana jika permohonan itu hanyalah taktik belaka agar ia bisa lari dan menghindari hukuman tersebut. Melihat keluarga korban yang keberatan, si penggembala memohon dengan bersumpah berkali-kali bahwa ia tidak akan mangkir dari hukuman mati tersebut.

Umar r.a menengahi kedua pihak yang berseteru tersebut dan berseru kepada orang yang ada di sana, "Adakah di antara kalian yang bersedia menjadi penjamin orang ini?"

Semua orang terdiam. Menjadi penjamin bagi orang yang hendak dihukum mati risikonya adalah dirinya sendiri yang akan dipenggal. Mana ada orang yang rela mati konyol dengan menukar posisinya dengan si penggembala unta tersebut.

Ketika harapan makin tipis, si penggembala lemas karena tidak memiliki harapan untuk mati tanpa beban, tiba-tiba seorang pemuda menyatakan kesediaannya, "Aku bersedia menjadi penjaminnya, wahai Amirul Mukminin! Aku adalah sahabatnya. Kami tinggal dan tumbuh besar di kampung yang sama. Aku mengenalnya sebagai orang yang jujur dan tak pernah ingkar janji. Aku yakin bahwa sahabatku ini memang benar-benar ingin menunaikan amanahnya dan aku akan membantunya dengan senang hati!"

Si penggembala langsung memeluk sahabatnya untuk berterima kasih dan berjanji bahwa ia akan kembali untuk melaksanakan hukuman matinya.

Tiga hari telah berlalu. Seluruh penduduk telah berkumpul untuk menyaksikan hukuman mati termasuk para ahli waris pemilik kebun.

Sahabat yang menjaminkan dirinya sudah berdiri di samping algojo dengan kilatan pedang yang tajam. la tampak tenang meskipun waktu sudah hampir habis dan si penggembala belum juga menampakkan batang hidungnya. Semua orang saling bertanya dan curiga, akankah si penggembala datang memenuhi panggilannya.

Ternyata dari kejauhan, terdengar suara derap kaki kuda diiringi debu yang membumbung di udara. Makin dekat makin jelas bahwa penunggang kuda tersebut adalah si penggembala yang akan dihukum mati. Ia mempercepat lari kudanya seolah tidak ragu untuk menyambut kematiannya. Padahal, sebenarnya ia tidak ingin sahabatnya yang baik hati mati karena dirinya.

Di depan sahabatnya, ia melompat dari kudanya yang masih berlari untuk segera bertukar posisi. Dengan nafas tersengal-sengal dan wajah lelah, ia segera meminta maaf kepada sang sahabat karena telah merisaukannya. Dia langsung mendekat ke arah algojo dan memberi tanda bahwa ia siap dihukum mati saat itu juga.

Tanpa terduga, seseorang berteriak kepada algojo, "Hentikan hukuman mati ini, kami telah memaafkannya!" Seluruh hadirin terperangah dan menoleh ke arah sumber suara. Ternyata yang berteriak itu adalah anak pemilik kebun yang dulu sangat dendam kepada si penggembala.

Ya, anak pemilik kebun itu telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketulusan hati si penggembala dalam menepati janji dan amanahnya. la menjadi yakin bahwa peristiwa pembunuhan ayahnya tersebut hanyalah sebuah kekhilafan belaka. Mengingat si penggembala menepati amanah dan janjinya serta berani bertanggung jawab meskipun nyawa taruhannya, ia pun memaafkan kekhilafan itu.

Mencuri Harta Rampasan

Sepulang dari Perang Khaibar, seorang pembantu Rasulullah saw. terkena anak panah yang tidak diketahui asal usulnya. Ia pun mati seketika. Para sahabat kemudian berdoa, "Semoga dia dikaruniai surga."

Akan tetapi, Rasulullah saw berkata lain, "Saya tidak sependapat dengan kalian!"

Para sahabat terperanjat, mereka lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah dia telah ikut andil dalam perjuangan melawan musuh-musuh Allah?"

Rasulullah saw menjawab, "Ia menggunakan jubah hasil rampasan perang yang belum menjadi haknya. la telah melanggar amanah, mengambil barang yang bukan haknya. Jubah itu kelak akan melingkari tubuhnya dalam bentuk api di hari pengadilan nanti!"

Mendengar penjelasan tersebut, seorang sahabat mengaku, "Wahai Rasulullah. Saya telah mengambil dua tali sepatu dari hasil rampasan perang tanpa izin," ujarnya sambil gemetar.

"Kembalikanlah atau dia akan mengikat kakimu dalam bentuk api di hari pengadilan nanti!"