Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Kamis, 11 Maret 2010

Pidato Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.

Wafatnya Rasululullah saw meninggalkan duka yang sangat dalam di hati para sahabat. Meskipun demikian, bukan berarti perjuangan berhenti begitu saja. Tampuk kepemimpinan harus terus bergulir untuk menjaga dan mengurus umat, terutama dalam menyiarkan syariat Islam yang telah sempurna.

Masyarakat pun sepakat bahwa tampuk pimpinan diberikan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Namun, baginya, jabatan sebagai khalifah bukanlah pekerjaan yang didamba-dambakan. Terdapat tanggung jawab yang besar kepada Allah SWT dan rakyatnya. Dirinya merasa belum layak menjadi pemimpin. Hal ini tergambar dalam pidatonya ketika menerima jabatan sebagai khalifah pertama.

"Hadirin sekalian, sesungguhnya aku telah terpilih sebagai pemimpin atas kalian, bukan berarti aku yang terbaik di antara kalian. Oleh karena itu, jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku. Dan, jika aku bertindak keliru, luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan.

Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya, insya Allah. Sebaliknya, siapa yang kuat di antara kalian, dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya.

Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali Allah akan timpakan kepada mereka suatu kehinaan. Dan, tidaklah suatu kekejian terbesar di tengah suatu kaum, kecuali azab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut.

Patuhilah aku selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika aku tidak mematuhi keduanya, tiada kewajiban atas kalian taat terhadapku. Sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan shalat! Semoga Allah merahmati kalian!"

Rabu, 10 Maret 2010

Khalifah yang Tetap Merakyat

Setelah pembaiatannya menjadi khalifah, Abu Bakar r.a. mendengar seorang wanita berkata, "Sekarang ia (Abu Bakar r.a) tidak akan memerahkan susu kambing kami lagi!"

Sebuah prasangka yang wajar jika wanita itu mengira bahwa Abu Bakar r.a yang kini menduduki jabatan tertinggi di negaranya akan lupa kepadanya, apalagi melakukan pekerjaan rakyat kecil.

Perkataan wanita itu benar-benar mengusik hati sang Khalifah. Abu Bakar r.a sangat mengenali suara itu, suara wanita tua pemilik kambing yang sering ia bantu untuk memerah susu kambingnya. Ia pun mendatangi kediaman wanita tua tersebut.

Sebuah kunjungan yang tak terduga bagi wanita tua tersebut ketika seorang khalifah agung berdiri di depan rumahnya. Dengan bahagia, wanita tua itu berkata, "Aku pikir engkau akan melupakan kami."

Senyum khalifah yang begitu damai seolah menepis pendapat tersebut.

"Tidak demikian, demi Allah. Sesungguhnya aku berharap apa yang aku terima ini tidak mengubah akhlakku yang dulu," jawab Abu Bakar r.a. santun.

Tanpa sungkan, Abu Bakar r.a lantas memerah susu kambing untuk keluarga wanita tua tersebut.

Kehati-hatian Menggunakan Uang Gaji

Aisyah r.a bercerita ketika ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a, diangkat menjadi khalifah, ia berkata, "Rakyatku telah mengetahui bahwa uangku dan perdaganganku telah mencukupi keluargaku, tetapi sekarang aku telah disibukkan dengan urusan kekhalifahan dan menyelesaikan urusan kaum muslimin sehingga tidak ada waktu bagiku untuk berdagang. Oleh karena itu, nafkahku ditetapkan oleh Baitul Mal." (HR Bukhari)

Abu Bakar r.a sudah ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad saw yang telah meninggal dunia, tetapi ia tetap berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sejak pagi dini hari, Abu Bakar r.a. telah membawa beberapa kain untuk dijual di pasar. Di tengah perjalanan ia berpapasan dengan Umar bin Khaththab r.a. Mereka pun saling berucap salam. "Hendak ke mana engkau, wahai Abu Bakar?" tanya Umar r.a.

"Ke pasar!" jawabAbu Bakar r.a sambil menunjukkan barang dagangannya.

Mendengar itu, Umar r.a. mengingatkan tugas Abu Bakar r.a sebagai khalifah negara dengan bertanya, "Jika kamu disibukkan dengan perdaganganmu, kapan kau akan mengurus umat?"

"Inilah yang biasa aku lakukan untuk menafkahi keluargaku. Jika aku tidak berdagang, siapa yang akan memenuhi kebutuhan hidup keluargaku?" timpal Abu Bakar r.a.

Kemudian Umar r.a mengajak sahabatnya untuk meminta pendapat Abu Ubaidah yang diberi gelar Ummul ummah oleh Rasulullah saw yang artinya kepercayaan umat.

Abu Ubaidah menetapkan gaji untuk Abu Bakar r.a yang diambil dari harta Baitul Mal sebesar 4.000 dirham per tahun. Dengan demikian, Abu Bakar r.a dapat memusatkan perhatiannya untuk mengurus umat tanpa terbebani permasalahan keluarga.

Suatu hari, istri Abu Bakar r.a. menginginkan manisan. la membutuhkan bahan-bahan manisan untuk membuatnya. Kemudian ia meminta suaminya untuk membelikan apa yang ia butuhkan. "Aku tidak punya uang untuk membelinya," jawab Abu Bakar r.a atas permintaan sang istri.

"Jika kau setuju, aku akan menyisihkan uang belanja kita sedikit demi sedikit hingga terkumpul untuk membeli bahan-bahan manisan," usul istrinya. Abu Bakar r.a pun menyetujuinya.

Dalam beberapa hari uang tersebut telah terkumpul. Sang istri kembali meminta bantuan Abu Bakar r.a agar membelikannya bahan-bahan manisan dengan uang tersebut. Rupanya sang istri tidak sabar ingin segera menikmati manisan yang ia gemari. Akan tetapi, apa yang dikatakan sang suami?

Sambil menerima uang yang diserahkan oleh istrinya, Abu Bakar r.a berkata, "Kini aku tahu bahwa kita menerima gaji dari Baitul Mal lebih dari yang kita butuhkan. Aku akan mengembalikan uang ini ke Baitul Mal." Sejak saat itu, Abu Bakar r.a mengurangi gajinya sebanyak uang yang dapat disisihkan istrinya pada waktu lalu tersebut.

Tindakan Abu Bakar ini berlanjut dan memerintahkan anaknya, Aisyah, untuk mengembalikan seluruh barang yang telah diambil dari Baitul Mal, termasuk mengembalikan gajinya selama ia memerintah 2 tahun lamanya sebesar 8.000 dirham ke Baitul Mal.

Bahkan, peninggalan Abu Bakar r.a hanya seekor unta betina, sebuah mangkuk, dan seorang hamba sahaya. Itu pun ia berikan kepada khalifah selanjutnya, yaitu Umar bin Khaththab r.a.

Ketika Umar bin Khaththab r.a menerima peninggalan sahabatnya dari Aisyah r.a, ia berkata, "Semoga Allah SWT merahmati Abu Bakar. la telah menunjukkan jalan yang sulit untuk ditempuh para penggantinya."

Maksud Umar r.a atas perkataannya adalah Abu Bakar r.a. telah memberikan suri teladan yang sangat berat untuk dilaksanakan oleh para penerusnya.

Uang Tunjangan Umar bin Khaththab r.a

Sebelum diangkat menjadi khalifah, Umar bin Khaththab r.a menafkahi keluarganya dari usaha berdagangnya. Namun, setelah diangkat menjadi khalifah, tidak ada waktu baginya untuk mengurus perdagangannya. Artinya, ia tidak memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk menghidupi keluarganya sehari-hari.

Para sahabat berkumpul untuk menentukan besarnya tunjangan yang akan diberikan kepada Umar r.a. Mereka pun memberi usulan berbeda-beda. Namun, tidak ada pendapat yang cocok di hati Umar r.a. Kemudian Umar r.a melihat Ali bin Abi Thalib r.a hanya diam saja. la pun menanyakan pendapat Ali r.a. tentang besaran tunjangan yang layak baginya, "Bagaimana menurutmu, Ali?"

Ali r.a menjawab, "Ambillah uangyang bisa mencukupi keperluan keluargamu." Pendapat itu sangat menyenangkan hati Umar r.a. Akhirnya, mereka menetapkan uang tunjangan sebesar permintaan Umar r.a sendiri.

Dengan kebebasan Umar r.a. menentukan uang gajinya, apakah ia memanfaatkan peluang itu untuk mengambil harta sebanyak-banyaknya dari Baitul Mal? Ternyata tidak sama sekali. Para sahabat melihatnya, ternyata ia hanya mengambil gaji ala kadarnya hingga kehidupan keluarganya menjadi susah.

Setidaknya itulah pandangan orang lain yang melihat kehidupan keluarga Umar r.a. Namun, Umar r.a. memiliki pendapat lain. la merasa bahagia dengan keadaannya tersebut. Ia tidak kemaruk sehingga memanfaatkan jabatannya untuk mendapat fasilitas kemewahan dari negara, tidak sama sekali.

Melihat kondisi perekonomian khalifah seperti itu, akhirnya para sahabat berkumpul untuk membicarakan tambahan tunjangan bagi Amirul Mukminin yang zuhud tersebut. Mereka merasa tunjangan yang diminta Umar r.a terlalu kecil.

Akan tetapi, bagi mereka yang mengenal karakter Umar r.a sudah bisa memastikan bahwa sang khalifah tidak akan setuju dengan rencana penambahan uang tunjangannya. Kemudian mereka meminta Hafsah r.a., putri kesayangan Umar r.a sekaligus Ummahatul Mukminin (ibu orang mukmin atau para istri Nabi saw.) untuk menyampaikan hal tersebut kepada ayahnya dan melihat reaksinya.

Hafsah r.a pun menyampaikan amanat para sahabat kepada ayahnya. Setelah mendengar usulan itu, bukan main geramnya Umar r.a. Wajahnya memerah mengesankan amarah dan kecewa. Ia bertanya kepada putrinya dengan garang, "Siapa yang berani mengajukan usul seperti itu? Akan saya pukul wajah mereka!"

Dengan rasa ciut, Hafsah r.a mencoba menenangkan, "Tenanglah, Ayahku. Mereka hanya ingin membantumu!"

Umar r.a kembali bertanya, "Hafsah! Selama kau bersama Rasulullah saw., ceritakanlah pakaian terbaik beliau yang ada di rumahmu!"

"Pakaian terbaiknya hanyalah pakaian yang berwarna merah, yang dipakai pada hari Jum'at dan ketika menerima tamu", jawab Hafsah r.a mengingat kehidupan suaminya dulu.

"Lalu, makanan apa yang paling lezat yang pernah dimakan oleh Rasulullah saw di rumahmu?" tanya ayahnya kembali.

Hafsah r.a pun menjawab, "Roti yang dibuat dari tepung kasar yang dicelupkan ke dalam minyak. Pernah aku memberinya roti beroleskan mentega dari dalam kaleng yang hampir kosong. Beliau memakannya dengan nikmat dan membagi-bagikannya kepada orang lain."

"Apa alas tidur yang paling baik yang pernah digunakan Rasulullah saw. di rumahmu?"

"Sehelai kain tebal, yang pada musim panas kain itu dilipat empat sebagai alas tidurnya. Sedangkan, pada musim dingin dilipat dua, separuh sebagai alas, separuh lainnya beliau jadikan selimut," jawab Hafsah r.a kembali.

Merasa puas telah mengingatkan putrinya tentang kehidupan Rasulullah saw, suaminya, Umar r.a berkata, "Sekarang pergilah kepada mereka! Katakan bahwa Rasulullah telah mencontohkan suatu pola hidup dan merasa cukup dengan apa yang ada demi mendapatkan akhirat. Abu Bakar telah melakukan hal yang sama. Diriku dan mereka berdua bagaikan musafir yang menempuh jalan yang sama. Musafir pertama telah sampai ke tempat tujuannya dengan membawa perbekalannya. Begitu pula musafir kedua yang telah mengikuti jejak perjalanan musafir pertama juga telah sampai ke tujuannya. Musafir ketiga kini baru memulai perjalanannya. Jika mengikuti perjalanan musafir sebelumnya, tentu akan bertemu mereka di penghujung jalan. Namun, jika tidak mengikutinya, sudah tentu tidak akan pernah sampai ke tempat mereka."

Jangan Kamu yang Menimbang

Suatu hari Umar bin Khaththab r.a menerima kesturi dari Bahrain. Kemudian ia bertanya kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, "Adakah di antara kalian yang bersedia untuk menimbangnya dan membagikan kepada orang Islam?"

Istrinya yang bernama Atikah r.a berkata, "Saya bersedia menimbangnya!"

Mendengar keinginan sang istri, Umar r.a terlihat berpikir sejenak. Kemudian ia kembali bertanya kepada orang-orang, "Adakah yang bersedia menimbang kesturi ini dan membagikannya kepada orang Islam?"

Atikah r.a kembali menawarkan diri untuk kedua kalinya. Namun, Umar r.a tetap tidak menanggapi sehingga ia pun bertanya untuk ketiga kalinya dengan pernyataan kesediannya.

Umar r.a berkata kepada istrinya, "Aku tidak suka kamu meletakkan kesturi itu dengan tanganmu ketika menimbang, kemudian kamu mengusap-usap tanganmu yang berbau kesturi itu ke badanmu. Sungguh jika demikian berarti aku akan mendapat lebih dari hakku yang halal!"

Semua orang akan senang menimbang kesturi karena keharumannya. Bahkan, dipastikan ketika seseorang menimbang kesturi, ia pasti akan terkena keharumannya. Umar r.a membolehkan hal itu terjadi pada diri orang lain, tetapi bukan kepada istrinya. Ia khawatir terdapat hak rakyatnya yang ikut ternikmati oleh istrinya.

Sikap kehati-hatiannya atas kepemilikan yang bukan haknya juga dimiliki oleh Umar bin Abdul Aziz yang mendapat julukan Umar kedua. Pada masa pemerintahannya, ia pernah melewati seseorang yang tengah menimbang kesturi. la lalu menutup hidungnya seraya berkata, "Manfaat kesturi ini terletak pada keharumannya. Saya tidak mau menciumnya karena ia bukan milik saya."