Latar
Belakang
Lembaga
pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan proses
pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam mengatur jalannya
pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah disebut pendidikan
jika tidak ada lembaganya. Lembaga pendidikan dewasa ini juga sangat mutlak
keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi lembaga pendidikan itu
dikaitkan dengan konsep islam. Lembaga pendidikan islam merupakan suatu wadah
dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman melaksanakan tugasnya demi
tercapainya cita-cita umat islam.
Keluarga,
masjid, pondok pesantren dan madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan
islam yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota
secara khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang
akan menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga
pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan
mantap dalam aqidah keislaman. Pendidikan di Indonesia telah berlangsung
jauh-jauh hari sebelum terbentuknya Republik Indonesia. Pendidikan di Indonesia
sudah ada sejak zaman kuno, oleh sebab itu sejarah pendidikan di Indonesia bisa
dibilang cukup panjang. Pada awalnya pendidikan di Indonesia muncul sejak zaman
kuno, kemudian mulai berkembang saat agama hindu-budha masuk ke Indonesia.
Masuknya agama hindhu ke Indonesia memberi dampak yang cuckup signifikan
terhadap system pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan Hindu - Buddha
dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi
betapa dan untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan
tujuan mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua
bentuk yaitu patapan dan mandala. Pendidikan terus berkembang terutama di
daerah-daerah yang menjadi pusat kerajaan, seperti di Sriwijaya yang berdiri
sebuah universitas.
Pada abad ke-14
saat agama Islam masuk keIndonesiadibawa oleh para pedagang dari Gujarab-india.
Masuknya Islam mulai menggeser kedudukan agama Hindu, lebih lagi saat kerajaan
majapahit runtuh dan digantikan kerajaan Demak. Masuknya islam membentuk budaya
baru dalam masyarakat. Salah satunya adalah system pendidikan. Islam memberi
warna baru dalam dunia pendidikan saat itu. Bisa dikatakan sistem pendidikan
pada masa Islam merupakan bentuk akulturasi antara sistem pendidikan patapan
Hindu-Buddha dengan sistem pendidikan Islam yang telah mengenal istilah uzlah
(menyendiri). Akulturasi tersebut tampak pada sistem pendidikan yang mengikuti
kaum agamawan Hindu-Buddha, saat guru dan murid berada dalam satu lingkungan
permukiman. Dalam Hindu-Budha tempat itu dikenal dengan mandala, sedangkan
dalam islam biasa disebut sebagai pesantren atau padepokan. Padepokan berasal
dari kata petepan yang artinya tempat pendidikan, istilah itu sudah dikenal
sejak zaman Hindu-Budha. Pendidikan Islam pada umumnya muncul dan berkembang
karena pengaruh seorang tokoh agama, yang sering di sebut kiayi. Khusus di
pulau jawa, tokoh agama itu disebut wali. Pada umumnya para wali mendirikan
sebuah pesantren untuk mengajarkan agama islam. [1]
Pendidikan Islam
semakin berkembang sejalan dengan adanya ide-ide cemerlang dari para tokoh
Islam itu sendiri dalam mengembangkan pendidikan Islam. Pada pembahasan kali
ini, pemakalah akan mencoba mengkupas seputar lembaga dan sarana-sarana
pendidikan islam.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang diatas kami dapat memberikan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah konsep Lembaga Pendidikan
Islam secara singkat?
2. Apa saja jenis-jenis lembaga
pendidikan islam?
Tujuan
1. MengetahuikonsepLembagaPendidikan
Islam secarasingkat.
2. Memahamijenis-jenis lembaga pendidikan
islam.
PEMBAHASAN
Konsep
Lembaga Pendidikan Islam
Pengertian Lembaga
Pendidikan Islam
Secara etimologi
lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain,
badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan atau
melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga
mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil, kongkrit, dan
2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak [2]
Dalam bahasa
inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik), yaitu sarana atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian
non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma untuk
memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan
bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata [3]
Secara
terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembagapendidikan dengan orang atau badan yang secara wajar
mempunyai tanggung jawab terhadap pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan
Amir Daiem ini memberikan penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang
terhadap peserta didik, sehingga dalam realisasinya merupakan suatu keharusan
yang wajar bukan merupakan keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga
pendidikan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas
pola-pola tingkah laku, peranan-peranan elasi-relasi yang terarah dalam
mengikat individu yang mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum, guna
tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar [4]
Daud Ali dan
Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang kontradiktif dalam pengertian
lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil, kongkrit dan kedua
pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat dua versi
pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi fisik menampakkan
suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang yang menggerakkannya,
dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan suatu sistem yang berperan
membantu mencapai tujuan [5]
Adapun lembaga
pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan suatu wadah atau tempat
berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan
prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan
peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab pendidikan itu
sendiri[6]Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga
dalamkelembagaannya tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada.Lembaga
tersebut juga institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosialadalah suatu
bentuk organisasi yang tersusun realatif tepat atas pola-polatingkah laku,
peranan-peranan dan relasi-relasi yang yang terarah dalammengikat individu yang
mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum,guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan
sosial dasar.
Menurut Pius
Partanto, M. Dahlan Al Barry ”lembaga adalah badanatau yayasan yang bergerak
dalam bidang penyelenggaraan pendidikan,kemasyarakatan dan sebagainya” [7]
Menurut Muhaimin
”lembaga pendidikan Islam adalah suatu bentukorganisasi yang mempunyai
pola-pola tertentu dalam memerankanfungsinya, serta mempunyai struktur
tersendiri yang dapat mengikatindividu yang berada dalam naungannya, sehingga
lembaga ini mempunyaikekuatan hukum sendiri”. [8]
Merujuk dari
pendapat di atas lembaga pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya proses
pendidikan Islam bersama dengan prosespembudayaan serta dapat mengikat individu
yang berda dalamnaungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam
yang berlangsung melalui proses operasionalmenuju tujuannya, memerlukan sistem
yang konsisten dan dapatmendukung nilai-nilai moral spiritual yang
melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi
kebutuhan perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan
kultural yang ada.
Tujuan
Lembaga Pendidikan Islam
Tujuan lembaga
pendidikan Islam (madrasah) maka tidak terlepasdari tujuan pendidikan Islam itu
sendiri. Tujuan pendidikan Islam digalidari nilai-nilai ajaran Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan Hadits.
Menurut
Muhaimin, ”Lembaga pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayalan dampen galaman peserta didik tentang agama
Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT serta berakhlakmulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa
danbernegara”. [9]
Lembaga
pendidikan Islam mempunai tujuan untuk mengembangkansemua potensi yang dimiliki
manusia itu, mulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa
terhadap ajaran Islam, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan tahapan afeksi,
yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri
siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Melalui tahapan efeksi tersebut
diharapkan bertumbuh motivasi dalam diri siswa dan bergerak untuk mengamalkan
dan menaati ajaran Islam ( tahap psikomotorik) yang telah di internalisasikan
dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang bertakwa dan
berakhlak mulia.
Tugas Lembaga
Pendidikan Islam
Lembaga
pendidikan Islam seperti halnya pada sekolah umumnya,adalah merupakan lembaga
pendidikan kedua setelah keluarga.Menurut An-Nahkawi, ”Tugas-tugas yang
ditambah oleh lembagapendidikan Islam adalah:
1)
merealisasikan pendidikan Islam yangdidasarkan
atas prinsip pikir, aqidah dan tasyri’ (sejarah) yang diarahkanuntuk mencapai
tujuan pendidikan. Bentuk dan realisasi itu adalah agaranak didik beribadah,
mentahidkan Allah SWT, tunduk dan patuh kepadaperintah dan syariat-Nya.
2)
Memelihara fitrah anak didik sebagai insanyang
mulia, agar tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
3)
Memberikan kepada anak didik seperangkap
peradaban dan kebudayaanIslami dengan cara mengintengrasikan antara ilmu-ilmu
alam, ilmu sosial,ilmu eksak, dengan landasan ilmu-ilmu agama, sehingga anak
didikmampu melibatkan dirinya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan
dantehnologi.
4)
Membersihkan pikiran dan jiwa anak didik dari
pengaruhsubyektivitas (emosi) karena pengaruh zaman yang terjadi pada dewasaini
lebih mengarahkan pada penyimpangan fitrah manusia.
5)
Memberikan wawasan nilai dan moral, dan
peradaban manusia yangmembawa khasanah pemikiran anak didik menjadi berkembang.
6)
Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara
anak didik.
7)
Tugasmengkoordinasi dan membebani kegiatan
pendidikan.
8)
Menyempurnakan tugas-tugas lembaga pendidikan
keluarga, masjid danpesantren.
Tugas lembaga
pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah untukmemberikan pengarahan,
bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala potensi yang dimilikinya dan
dapat dikembangkan dengan sebaikbaiknya.Tugas lembaga pendidikan Islam yang
terpenting adalah dapatmengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai
hamba Allahsebagai kholifah fi Al-Ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu
beribadahdengan baik dan dapat mengembangkan amanah untuk menjaga dan
untukmengelolah dan melestarikan bumi dengan mewujudkan kebahagiaan
dankesejahteraan seluruh alam.
Jenis Lembaga
Pendidikan Islam
Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakkir (2008) mengemukakan beberapa jenis lembaga pendidikan islam,
yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan madrasah. Selain yang di ungkapkan
dari Abdul Mujib dan jusuf Mudzakkir juga akan di paparkan tentang lembaga
pendidikan Islam Majelis Ta’lim dan PerguruanTinggi Islam (IAIN).
Keluarga
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Islam,
keluarga dikenal dengan istilah usrah, nasl, ‘ali, dan nasb. Keluarga dapat
diperoleh melalui keturunan (anak, cucu), perkawinan (suami, istri), persusuan,
dan pemerdekaan.[10] Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga
pendidikan islam disyaratkan dalam al-Quran[11] Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. al-Tahrim :
6)
Sebagai pendidik
anak-anaknya, ayah dan ibu memiliki kewajiban dan memiliki bentuk yang berbeda
karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk
mencukupi kebutuhaan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah SWT di muka
bumi (QS. Al-Jumu’ah : 10) dan selanjutnya dinafkahkan pada anak istrinya (QS.
al-Baqarah: 228, 233). Kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola
keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Dalam
sabda Nabi SAW. dinyatakan: “Dan perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya
dan akan ditanyai dari pimpinannya itu” (HR. Bukhari-Muslim.[12]
Sebagai
pendidikan yang pertama dan utama, pendidikan keluarga dapat mencetak anak agar
mempunyai kepribadian yang kemudian dapat dikembangkan dalam lembaga-lembaga
berikutnya, sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut tidak diperkenankan
mengubah apa yang telah dimilikinya, tetapi cukup dengan mengombinasikan antara
pendidikan yang diperoleh dari keluarga dengan pendidikan lembaga tersebut,
sehingga masjid, pondok pesantren dan sekolah merupakan tempat peralihan dari
pendidikan keluarga[13]
Secara umum,
kewajiban orang tua pada anak-anaknya adalah sebagi berikut[14]
1)
Mendo’akan anak-anaknya dengan do’a yang baik.
(QS. al-Furqan: 74)
2)
Memelihara anak dari api neraka. (QS. at-Tahrim:
6)
3)
Menyerukan shalat pada anaknya. (QS. Thaha: 132)
4)
Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga. (QS.
an-Nisa’: 128)
5)
Mencintai dan menyayangi anak-anaknya. (QS. ali
Imran: 140)
6)
Bersikap hati-hati terhadap anak-anaknya. (QS.
al-Taghabun: 14)
7)
Mencari nafkah yang halal. (QS. al-Baqarah: 233)
8)
Mendidik anak agar berbakti pada bapak-ibu (QS.
an-Nisa’: 36, al-An’am: 151, al-Isra’: 23) dengan cara mendo’akannya yang baik.
9)
Memberi air susu sampai 2 tahun. (QS.
al-Baqarah: 233)
Peranan para
orang tua sebagai pendidik adalah[15]
1)
Korektor, yaitu bagi perbuatan yang baik dan
yang buruk agar anak memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya;
2)
Inspiratory yaitu yang memberikan ide-ide
positif bagi pengembangan kreativitas anak;
3)
Informatory yaitu memberikan ragam informasi dan
kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak agar ilmu pengetahuan anak didik semakin
luas dan mendalam
4)
Organisator yaitu memiliki keampuan mengelola
kegiatan pembelajaran anak yang baik dan benar;
5)
Motivator yaitu mendorong anak semakin aktif dan
kreatif dalam belajar;
6)
Inisiator yaitu memiliki pencetus gagasan bagi
pengembangan dan kemajuan pendidikan anak
7)
Fasilitator yaitu menyediakan fasilitas
pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak;
8)
Pembimbing yaitu membimbing dan membina anak ke
arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan
nilai-nilai ajaran islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.
Masjid
Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Secara harfiah,
masjid adalah “tempat untuk bersujud”. Namun, dalam arti terminologi, masjid
diartikan sebagai tempat khusus untuk melakukan aktivitas ibadah dalam arti
yang luas[16]. Dalam bahasa Indonesia, masjid diartikan rumah tempat
bersembahyang bagi orang Islam. Di dalam bahasa inggris, kata masjid merupakan
terjemahan dari kata mosque[17]
Pendidikan Islam
tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan
pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan sutau lingkaran (lembaga) dan
ditumbuhkannya. Dewasa ini, fungsi masjid mulai menyempit, tidak sebagaimana
pada zaman Nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga sosial keagamaan
semakin memadat, sehingga masjid terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja.
Pada mulanya, masjid merupakan sentral kebudayaan masyarakat Islam, pusat
organisasi kemasyarakatan, pusat pendidikan, dan pusat pemukiman, serta sebagai
tempat ibadah dan I’tikaf[18]
Al-‘Abdi
menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan.
Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya
Sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukum-hukum
Tuhan, serta menghilangnya stratafikasi status sosial-ekonomi dalam pendidikan.
Karena itu, masjid merupakan lembaga kedua setelah lembaga pendidikan
keluarga[19]
Fungsi masjid
dapat lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya
proses belajar mengajar. Fasilitas yang diperlukan adalah sebagai berikut[20]
1)
Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku
bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
2)
Ruang diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi
sebelum dan sesudah shalat jamaah. Program inilah yang dikenal dengan istilah
“I’tikaf ilmiah”.
3)
Ruang kuliah, baik digunakan untuk traning
(tadrib) remaja masjid, atau juga untuk Madrasah Diniyah. Omar Amin Hoesin
memberi istilah ruang kuliah tersebut dengan Sekolah Masjid. Kurikulum yang
disampaikan khusus mengenai materi-materi keagamaan untuk membantu pendidikan
formal, yang proporsi materi keagamaannya lebih minim dibandingkan dengan
proporsi materi umum.
4)
Apabila memungkinkan, teknik ceramah dapat
diubah dengan teknik komunikasi transaksi, yakni antara penceramah dengan para
audien, terjadi dialog aktif satu sama lain, sehingga situasi dalam ceramah
menjadi semakin aktif dan tidak monoton.
Menurut Abuddin
Nata, terdapat dua peran yang dilakukan oleh masjid. Pertama, peran masjid
sebagai lembaga pendidikan informal dan nonformal. Peran masjid sebagai lembaga
pendidikan informal dapat dilihat dari segi fungsinya sebagai tempat ibadah
shalat lima waktu, shalat Idul Fitri, Idul Adha, berzikir dan berdo’a. Pada
semua kegiatan ibadah tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan mental spiritual
yang amat dalam. Adapun peran masjid sebagai lembaga pendidikan nonformal dapat
terlihat dari sejumlah kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam bentuk halaqoh
(lingkaran studi) yang dipimpin oleh seorang ulama dengan materi utamanya
tentang ilmu agama Islam dengan berbagai cabangnya. Kegiatan tersebut
berlangsung mengalir sedemikian rupa, tanpa sebuah aturan formal yang tertulis
dan mengikat secara kaku.
Kedua, peran
masjid sebagai lembaga pendidikan sosial kemasyarakatan dan kepemimpinan.
Hal-hal yang berkaitan dengan kepentinagan masyarakat dapat dipelajari di
masjid dengan cara melibatkan diri dalam berbagai kegiatan yang bersiafat
amaliah. Mereka yang banyak terlibat dan aktif dalam berbagai kegiatan di
masjid akan memiliki bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemandirian dalam
melaksanakan tugas-tugas kemasyarakatan dan kepemimpinan[21]
Pondok
Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kehadiran
kerajaan Bani Umaiyah menjadikan pesatnya ilmu pengetahuan, sehingga anak-anak
masyarakat Islam tidak hanya belajar di masjid tetapi juga pada lembaga-lembaga
yang ketiga, yaitu “kuttab” (pondok pesantren). Kuttab, dengan karateristik
khasnya, merupakan wahana dan lembaga pendidikan Islam yang semula sebagai lembaga
baca dan tulis dengan sistem halaqah (sistem wetonan). Pada tahap berikutnya
kuttab mengalami perkembangan pesat karena didukung oleh dana dari iuran
masyarakat serta adanya rencana-rencana yang harus dipatuhi oleh pendidik dan
peserta didik. [22]
Di Indonesia,
istilah kuttab lebih dikenal dengan istilah “pondok pesantren” yaitu suatu
lemabaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kiai (pendidik)
yang mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid
yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung
adanya pemondokon atau asrama sebagai tempat tinggal para santri. [23]
Menurut para
ahli pesantren baru dapat disebut pesantren bila memenuhi lima syarat, yaitu:
(1) ada kiai, (2) ada pondok, (3) ada masjid, (4) ada santri, (5) ada pelajaran
membaca kitab kuning. [24]
Tujuan
terbentuknya pondok pesantren adalah: [25]
1)
Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk
menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu agamanya ia sanggup
menjadi mubalig Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya,
2)
Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri
untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kiai yang
bersangkutan serta dalam mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat.
Sebagai lembaga
yang tertua, sejarah perkembangan pondok pesantren memiliki model-model pengajaran
yang bersifat nonklasikal, yaitu model sistem pendidikan dengan metode
pengajaran wetonan dan serogan. Di Jawa Barat, metode tersebut diistilahkan
dengan benndungan, sedangkan di Sumatera digunakan istilah halaqah. [26]
1)
Metode wetonan (halaqah). Metode yang di
dalamnya terdapat seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu,
sedangkan santrinya membawa kitab yang sama lalu santri mendengar dan menyimak
bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara
kolektif.
2)
Metode serogan. Metode yang santrinya cukup
pandai men-sorog-kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca
dihadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenari kiai. Metode ini
dapat dikatakan sebagai proses belajar mengajar individual.
Ciri-ciri khusus
dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu-ilmu
agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, morfologi Arab, hukuk Islam, sistem
yurisprudensi islam, Hadis, tafsir Al-Quran, teologi islam, tasawuf, tarikh,
dan retorika. Dan literatur ilmu-ilmu tersebut memakai kitab-kitab klasik yang
disebut dengan istilah “kitab kuning”.
[27]
Pada tahap
selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan eksistensinya sebagai lembaga
pendidikan islam yang terdapat, yaitu di dalamnya didirikan sekolah, baik
formal maupun nonformal. Akhir-akhir ini pondok pesantren mempunyai
kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang
selama ini digunakan, yaitu:[28]
1)
Mulai akrab dengan metodelogi modern.
2)
Semakin berorientasi pada pendidikan yang
fungsional, artinya terbuka atas perkembangan di luar dirinya.
3)
Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka
dan ketergantungannya dengan kiai tidak absolute, dan sekaligus dapat membekali
para santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran agama maupun
keterampilan yang diperlukan di lapangan kerja
4)
Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan
masyarakat.
Di pihak lain,
pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur, sistem dan nilai. Pondok
pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini telah berubah menjadi
khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik
yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam
sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis, misalnya: [29]
1)
Perubahan
sistem pengajaran dari perseorangan atau serogan menjadi sistem klasikal
yang kemudian kita kenal dengan istilah madrasah (sekolah);
2)
Pemberian
pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan
bahasa arab;
3)
Bertambahnya
komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya keterampilan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih
kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga, serta kesenian yang
islami;
4)
Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah
(ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah
tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
Madrasah
Sebagai Lembaga Pendidiakan Islam
Madrasah adalah
isim masdar dari kata darasa yang berarti sekolah atau tempat untuk belajar.
Dalam perkembangan selanjutnya, madrasah sering dipahami sebagai lembaga
pendidikan yang berbasis keagamaan. Adapun sekolah sering dipahami sebagai
lembaga pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan pada umumnya. Madrasah
sebagai lembaga pendidikan merupakan fenomena yang merata di seluruh negara, baik
pada negara-negara Islam, maupun negara lainnya yang di dalamnya terdapat
komunitas masyarakat Islam. [30]
Sebagian ahli
sejarah berpendapat, bahwa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam muncul
dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui Perdana Menteri Bani Saljuk
yang bernama Nidzam al-Muluk, melalui Madrasah Nidzamiah yang didirikannya pada
tahun 1065 M. [31] Selanjutnya, Gibb dan Kramers menuturkan bahwa pendiri
madrasah terbesar setelah Nizam al-Mulk adalah Shalah al-Din al-Ayyubi. [32]
Kehadiran
madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidaknya mempunyai empat latar
belakang, yaitu: [33]
1)
Sebagai
manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam;
2)
Usaha
penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan
yang lebih memungkinkan lulusannya untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan
sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah;
3)
Adanya
sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang
terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka ; dan
4)
Sebagai
upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang
dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturasi.
Menurut Abuddin
Nata, khususnya di Indonesia dinamika pertumbuhan dan perkembangan madrasah
jauh lebih kompleks dibandingkan dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan
madrasah di negara lain. Selain terdapat madrasah diniyah yang kurikulumnya
terdiri dari mata pelajaran agama: Al-quran, al-Hadis, Fiqh/Ushul fiqh, Aqidah
Akhlak, Sejarah Islam dan bahasa Arab juga terdapat madrasah sebagai sekolah
umum yang berciri khas agama, mulai dari tingkat Ibtidaiyah hingga Aliyah.
Madrasah Diniyah dimaksudkan untuk membangun sikap keberagamaan dan pemahaman
terhadap materi agama yang kuat, dan hanya berlangsung hingga kelas empat.
Adapun madrasah sebagai sekolah umum yang berciri khas agama dimaksudkan untuk
membangun sikap keberagamaan (riligiusitas) bagi para pelajar yang nantinya
akan menekuni bidang keahlian sesuai dengan pilihannya. Di antara madrasah
tersebut sebagian besar rata-rata lebih dari 80% berstatus swasta, sedangkan
sisanya berstatus madrasah negeri. [34]
Sekolah sebagai
lembaga pendidikan merupakan wahana yang benar-benar memenuhi elemen-elemen
institusi secara sempurna, yang tidak terjadi pada lembaga-lembaga pendidikan
yang lain. Frank P. Besag dan Jack L. Nelson menyatakan elemen institusi
sekolah terdiri atas tujuh macam, yaitu: [35]
1)
Utility (kegunaan dan fungsi). Suatu lembaga
sekolah diharapkan memberi kontribusi terhadap
tuntutan masyarakat yang ada, tuntutan kelembagaan sendiri dan aktor.
2)
Actor (pelaku). Actor berperan dalam pelaksanaan
tujuan dan fungsi kelembagaan, sehingga actor tersebut mempunyai status dalam
institusi tempat ia berada.
3)
Organisasi. Organisasi dalam institusi tergambar
dengan beberapa bentuk dan hubungan-hubungannya antar-aktor.
4)
Share in society (tersebar dalam masyarakat).
Institusi memberikan seperangkat nilai, ide, dan sikap dominan dalam
masyarakat, serta mempunyai hubungan-hubungan dengan institusi lain, baik
terhadap sistem politik, ekonomi masyarakat, kebudayaan, pengetahuan, dan
kepercayaan.
5)
Sanction (sanksi). Institusi memberikan
penghargaan dan hukuman bagi actor. Wewenang sanksi diperlakukan bila
berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat tempat institusi
berada, dan sanksi dijatuhkan sesuai dengan ukurannya.
6)
Ceremony (upacara, ritus, dan simbol). Upacara
dalam pendidikan dilakukan sebagai pengikat tentang status, pengetahuan, dan
nilai seperti acara wisuda.
7)
Resistance to change (menentang perubahan).
Institusi berorientasi terhadap status quo akan menimbulkan problem baru.
Institusi didirikan untuk tujuan sosial tertentu, sehingga ia hidup dengan cara
tertentu pula. Oleh karena itu, actor sering khawatir melakukan kesalahan,
walaupun hal-hal yang dilakukan mengandung inovasi positif. Perubahan yang
terjadi akan menjadi sorotan masyarakat.
Majlis Ta’lim
Sebagai Lembaga Pendidiakan Islam
1)
Pengertian Majlis Ta’lim
Dalam Kamus
Bahasa Indonesia pengertian
majlis adalah Lembaga (Organisasi) sebagai wadah pengajian dan kata
Majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat nonpemerintah yang
terdiri atas para ulama’ Islam.
Adapun
arti Ta’lim adalah Pengajaran , jadi menurut arti dan pengertian
di atas maka secara istilah Majlis Ta’lim adalah Lembaga Pendidikan Non Formal
Islam yang memiliki kurikulum sendiri/aturan sendiri, yang diselenggarakan
secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan
untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia
dan Allah, manusia dan sesamanya dan manusia dan lingkungannya, dalam rangka
membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Dari
pengertian di atas tentunya Majlis Ta’lim mempunyai perbedaan dengan lembaga lembaga lainnya, tentunya
sebagai lembaga nonformal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)
Sebagai lembaga non formal maka kegiatannya
dilaksanakan dilembaga-lembaga khusus masjid, mushola, atau rumah-rumah anggota
bahkan sampai ke hotel-hotel.
2)
Tidak ada aturan kelembagaan yang ketat sehingga
sifatnya suka rela. Tidak ada kurikulum, yang materinya adalah segala aspek
ajaran agama.
3)
Bertujuan mengkaji , mendalami dan mengamalkan
ajaran Islam disamping berusaha menyebarluaskan.
4)
Antara ustadz pemberi materi dengan jamaah
sebagai penerima materi berkomonikasi secara langsung. [36]
Berarti Majlis Ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang
agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas
kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang
bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga
tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan
mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin global dan
maju.
2)
Tujuan dan Fungsi Majlis Ta’lim
Setelah kita tahu tentang pengertian Majlis Ta’lim sebagai lembaga non
formal yang mempunyai kedudukan dan fungsi
sebagai alat dan sekaligus sebagai media pembinaan dalam beragama (
da’wah Islamiyah ), hal ini dapat dirumuskan fungsi Majlis Ta’lim sebagai
berikut :
a.
Membina dan mengembangkan ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat
yang bertaqwa kepada Allah SWT.
b.
Sebagai taman rekreasi rohaniyah karena penyelenggaraanya bersifat
santai
c.
Sebagai ajang berlangsungnya silaturrohnmi masa yang dapat
menghidupsuburkan da’wah dan ukhuwah Islamiyah.
d.
Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama’ dan umara’ dengan
umat.
e.
Sebagai media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat
dan bangsa pada umumnya. [37]
Dilihat dari segi tujuan, majlis ta’lim termasuk sarana dakwah Islamiyah
yang secara self . standing dan self disciplined mengatur dan melaksanakan
berbaga ikegiatan berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi untuk kelancaran
pelaksanaan ta’lim Islami sesuai dengan tuntutan pesertanya. Dilihat dari aspek
sejarah sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat lembaga
pendidikan Islam memegang peranan sangat penting dalam penyebaran ajaran Islam
di Indonesia. Disamping peranannya yang ikut menentukan dalam membangkitkan
sikap patriotismedan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia,
lembaga ini ikutserta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat
dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut
ada yang berbentuk langgar, surau, rangkang. [38]
3)
Peranan Majlis Ta’lim
Majlis
Ta’lim merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang tumbuh dan berkembang dari
kalangan masyarakat Islam itu sendiri yang kepentingannya untuk kemaslahatan
umat manusia.
Pertumbuhan
Majlis Ta’lim dikalangan masyarakat menunjukkan kebutuhan dan hasrat anggota
masyarakat tersebut akan pendidikan agama. Pada kebutuhan dan hasra masyarakat
yang lebih luas yakni sebagai usaha memecahkan masalah–masalah menuju kehidupan
yang lebih bahagia. Meningkatkan tuntutan jamaah dan peranan pendidikan yang
bersifat nonformal, menimbulkan pula kesadarana dari dan inisiatif dari para
ulama beserta anggota masyarakat untuk memperbaiki , meningkatkan dan mengembangkan kwalitas dan kemampuan , sehingga
eksistensi dan peranan serta fungsi majlis ta’lim benar benar berjalan dengan
baik. [39]
Disamping
peranan Majlis Ta’lim terdapat pada fungsi di atas , namun disini H.M. Arifin
mengatakan bahwa “ Peranan secara fungsional majelis taílim adalah mengokohkan
landasan hidup manusia muslim
Indonesia pada khususnya di
bidang mental spiritual keagamaan Islam
dalam upaya meningkatkan
kualitas hidupnya secara
integral, lahiriah dan batiniahnya,
duniawi dan ukhrawiah
KESIMPULAN
Lembaga
pendidikan Islam adalahtempat berlangsungnya proses pendidikan Islam bersama
dengan prosespembudayaan serta dapat mengikat individu yang berda
dalamnaungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum.
Pendidikan Islam
yang berlangsung melalui proses operasionalmenuju tujuannya, memerlukan sistem
yang konsistem dan dapatmendukung nilai-nilai moral apiritual yang
melandasinya. Nilai-nilaitersebut diaktualisasikan berdasarkan otentasi
kebutuhan perkembanganfitrah siswa yang dipadu dengan pengaruh lingkungan
kultural yang ada.
Lembaga
pendidikan Islam secara umumbertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi
manusiamuslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlakmulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa danbernegara.
Tugas lembaga
pendidikan pada intinya adalah sebagai wadah untukmemberikan pengarahan,
bimbingan dan pelatihan agar manusia dengansegala potensi yang dimilikinya dan
dapat dikembangkan dengan sebaikbaiknya.Tugas lembaga pendidikan Islam yang
terpenting adalah dapatmengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai
hamba Allahsebagai kholifah fi Al-Ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu
beribadahdengan baik dan dapat mengembangkan amanah untuk menjaga dan
untukmengelolah dan melesarikan bumi dengan mewujudkan kebahagiaan
dankesejahteraan seluruh alam.
Beberapa jenis
lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren dan
madrasah.Selain yang di ungkapkandari Abdul
MujibdanjusufMudzakkirjugaakandipaparkantentanglembagapendidikan Islam
MajelisTa’limdanPerguruanTinggi Islam (IAIN).
Referensi
Http://Tinulad.Wordpress.Com/Sedikit-Uraian-Sejarah-Pendidikan
/ Diakses Tanggal 25-02-2010
Mujib, Abdul dan
Jusuf Mudzakkir. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-2.Jakarta: Kencana.
Nata, Abuddin.
2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
Ramayulis. 2011.
Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Kalam Mulia.
Salahudin, Anas.
2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Tafsir, Ahmad.
2010. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Cet. K-10.Bandung: Rosda.
Pius Partanto,
M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah populer (Surabaya: Arkola, 1994) hlm. 406
Muhimin, Abd.
Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 231
Abdul Mujib dan
Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 231.
Khozin,
Jejak-jejak Pendidikan Islam di
Indonesia, Bandung, 1996, hal 40
Dra.Hj.Enung K
Rukiati dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,( Bandung
: Pustaka Setia , 2006 ), Cet. 1, hal. 134
Zuhairi, dkk.,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 192
Hasbullah. 1996.
KapitaselektaPendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada,
hlm: 102-103
[1]
Http://Tinulad.Wordpress.Com/Sedikit-Uraian-Sejarah-Pendidikan/ Diakses Tanggal
25-02-2010
[2] Ramayulis,
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), Cet ke.9, hlm. 277.
[3] Ibid
[4] Ibid. hlm.
278.
[5] Ibid.
[6] Ibid.
[7] Pius
Partanto, M. Dahlan Al Barry, kamus ilmiah populer (Surabaya: Arkola, 1994)
hlm. 406
[8] Muhimin,
Abd. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm.
231
[9] Muhimin,
op.cit., hlm. 127
[10] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008), Cet ke 2,
hlm. 226.
[11] Ramayulis,
Op Cit., hlm. 283.
[12] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Loc Cit.
[13] Ibid. hlm.
227.
[14] Ibid. hlm
228.
[15] Anas
Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011). hlm. 216.
[16] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 231.
[17] Abuddin
Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010). Hlm. 102.
[18] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Loc. Cit.
[19] Ibid. hlm
231-232.
[20] Ibid. hlm.
232-233.
[21] Abuddin
Nata, Op. Cit., hlm. 195.
[22] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 234.
[23] Ibid.
[24] Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda, 2010),
Cet ke 10. hlm. 191
[25] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 235.
[26] Ibid. hlm.
236.
[27] Ibid
[28] Ibid. hlm.
237.
[29] Ibid.
[30] Abuddin
Nata, Op. Cit., hlm. 199
[31] Ibid.
[32] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 241
[33] Ibid.
[34] Abuddin
Nata, Op. Cit., hlm. 201.
[35] Abdul Mujib
dan Jusuf Mudzakkir, Op. Cit., hlm. 242.
[36] Khozin,
Jejak-jejak Pendidikan Islam di
Indonesia, Bandung, 1996, hal 40
[37] Khozin,
Jejak-jejak Pendidikan Islam di
Indonesia, Bandung, 1996, hal 40
[38]
Dra.Hj.Enung K Rukiati dan Dra.Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia,( Bandung : Pustaka Setia , 2006 ), Cet. 1, hal. 134
[39] Zuhairi,
dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 192
Bermanfaat
BalasHapus