Ayat Ayat Al Qur’an
Tentang Subjek Pendidikan
Oleh : Ali Mujib, M. Hafidul Ilmi, Rosita Fatimah
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah
Prodi Pendidikan Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum
Jombang
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
A.
Pendahuluan
Pendidikan adalah kebutuhan setiap manusia, pendidikan bisa
diperoleh lewat pendidikan formal, non formal, dan in formal. Dalam prosesnya, pendidikan
melibatkan semua unsur dianataranya adalah pendidik, peserta didik, kurikulum,
metode dan evaluasi [1],
untuk menggali berbagai pengetahuan. Namun sebagai seorang muslim, kita
meyakini bahwa Al-Qur’an yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kepada
Nabi Muhammad SAW merupakan sumber pengetahuan yang tidak terbatas, sebagai
pedoman bagi kehidupan manusia (way of life) mengandung beberapa aspek yang
terkait dengan pandangan hidup yang dapat membawa manusia ke jalan yang benar
dan menuju kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dari beberapa aspek
tersebut, secara global terkandung materi tentang kegiatan belajar-mengajar
atau pendidikan yang tentunya membutuhkan komponen-komponen pendidikan,
diantaranya yaitu pendidik dan peserta didik.
Al Quran merupakan sumber pengetahuan yang tidak terbatas, yang
dimana di dalam Al-Qur’an tersebut terkandung ayat-ayat Al-Quran yang membahas
berbagai macam hal dan salah satunya membahas tentang ayat-ayat subjek
pendidikan. Oleh karena itu melalui makalah ini penulis dari kelompok lima,
ingin mencoba menganalisa tentang makna yang terkandung dari ayat-ayat
Al-Qur’an yang membahas mengenai subjek pendidikan. Diantara ayat Al Qur’an yang
menjelaskan subjek pendidikan adalah
surat Al Baqarah Ayat 201-202, Surat Yunus Ayat 76, dan Surat Thaha Ayat 114.
Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan
adalah Orang tua, guru-guru di institusi formal (disekolah) maupun non formal
dan lingkungan masyarakat. Pendidik (guru) adalah subjek yang melaksanakan
pendidikan.[2]
Guru adalah subjek pendidikan, menurut
Sanusi et al di dalam buku Model-model pembelajaran mengembangkan
profesionalisme guru karya Rusman disebutkan bahwa subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki
kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan dan dapat dikembangkan sesuai dengan
potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan
yang menghargai martabat manusia[3].
Sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul awwal) yang kita pahami selama
ini adalah rumah tangga (orang tua).
Menjadi subjek berarti manusia mengambil peran dalam suatu proses.
Keberadaannya tidak menunggu atau menerima sesuatu dari suatu proses. Dalam
konteks ini maka manusia bersifat aktif. Aktif dalam menentukan dan
mengembangkan diri. Aktif mengambil hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan.
Sifat aktif menjadikan manusia tidak boleh mengikut atas sesuatu. Sesuatu itu
harus dikritisi dan diyakini dalam pengalamannya. Sifat aktif juga menuntut
manusia untuk memanfaatkan sesuatu yang diterima ke dalam perilaku sehari-hari.
Tanpa memanfaatkan dan mengamalkannya menjadikan hal-hal yang diterima menjadi
sesuatu yang tidak bermakna.[4]
Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama
manusia adalah Allah dan yang kedua adalah Rasulullah[5]. Sebagai
mana yang dimuat dalam Al-qur’an Q.S Al-alaq ayat 4-5.
يَعْلَمْ لَمْ مَا الْإِنسَانَ عَلَّمَ . بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الَّذِي
“yang mengajar(
manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”.
Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa subjek
pendidikan adalah siapa saja yang mewariskan atau mengajarkan ilmunya kepada
kita. Seorang pendidik bisa saja masyarakat, kakak, dan kedua orang tua dalam
lingkup yang sederhana. Kita dapat memporoleh ilmu dari mana saja, bisa saja
dari lingkungan, masyarakat, alam dan semua ciptaan Allah SWT.[6]
B.
Ayat Ayat Tentang Subjek Pendidikan
Diantara ayat Al Qur’an yang menjelaskan subjek pendidikan adalah surat Al Baqarah Ayat
201-202, Surat Yunus Ayat 76, dan Surat Thaha Ayat 114.
1.
Surat Yunus Ayat 76 Ayat
فَلَمَّا جَاءَهُمُ الْحَقُّ مِنْ عِندِنَا قَالُوا إِنَّ هَذَا
لَسِحْرٌ مُّبِينٌ
“Dan
tatkala telah datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata:
"Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata"
2.
Surat Thaha
ayat 114
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang
sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Alquran sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu pengetahuan”. (Q.S. Thaha: 114)
3. Surat
Al-Baqarah Ayat 201 dan 202
وِمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di
antara mereka ada yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari azab neraka”.
أُولَـئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُواْ وَاللّهُ
سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Mereka itulah orang-orang yang mendapat
bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
C.
Pembahasan Ayat Tentang Subjek Pendidikan
Karena keterbatasan kami, maka pada bagian ini kami tidak membahas satu
persatu dari keempat ayat tersebut, tetapi kami memilih untuk membahas Surat Thaha Ayat 114 untuk mewakili ayat yang lainnya,
karena memiliki substansi yang sama yaitu subjek pendidikan.
1. Surat
Thaha Ayat 114
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا
تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang
sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum
disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan".
2. Tafsir
Mufradat
فَتَعَالَى اللَّهُ
Allah maha bersih, tinggi dan suci dari semua kekurangan.
الْمَلِكُ الْحَقُّ
Dia Raja Yang kekuasaa Nya mengalahkan semua penguasa dan
tirani, Yang mengendalikan segala sesuatu, Yang Maha benar, janji Nya benar,
ancaman Nya benar, dan tiap-tiap sesuatu dari Nya adalah kebenaran.
وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ
يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ
Dan janganlah kamu teegesa-gesa (wahai Rasul) untuk mendahului
Jibril dalam menerima Al-Qur’an sebelum dia tuntas darinya.
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Dan katakanlah, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
disamping ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku.”
Pada bagian akhir surat Thaha ayat 144 tersebut
terdapat kata رَبِّ, Dan
dalam bahasa Arab, kata رَبِّ berarti
“yang memiliki”,[7]
“yang menguasai”,[8]
“yang menjaga”, “yang memelihara”, “yang membimbing”, “yang mendidik”, “yang
merubah”. Karim
Al Batsani dkk mengartikan رَبِّ bermakna tuan, pemilik, memperbaiki,
perawatan, tambah, mengumpulkan, dan memperindah.[9]
Maka dari kata رَبِّ tersebut dalam dunia pendidikan kita mengenal
istilah المُرَبِّي dan التربيۃ ,
karena memang dalam leksikologi Al Quran tidak ditemukan istilah المُرَبِّي dan التربيۃ melainkan kata tersebut identik dengan kata رَبِّ . Pendidikan agama
Islam sendiri mempunyai konsep pendidik yang bermacam- macam.
Diantaranya adalah melalui kata رَبَّ, yang
biasa diterjemahkan dengan “Tuhan” dan mengandung pengertian sebagai Tarbiyah.
Yang mempunyai arti menumbuh-kembangkan sesuatu secara bertahap sampai
sempurna, dan pihak yang mendidik
disebut dengan istilah Murabbi.[10]
Menurut Kamus Al-Miftah, B.A-B.M-B.I, terbitan Al-Azhar Media[11],
Mendidik, mengasuh = رَبَّى : رَبَّ , Murabbi
perkataan asalnya مُرَبٍّ
kemudian المُرَبِّي , Pendidik;guru =مُرَبٍّ - المُرَبِّي : مُثَقِّفٌ , Yang
dididik, yang diasuh = مُرَبٍّى: رُبِّيَ , Yang
terdidik;yang berkelakuan baik =مُرَبٍّى: مُهَذَّب : مُؤَدِّب , Edukator, guru, pendidik والمُرَبِّي[12].
Arti lebih luas المُرَبِّي memiliki makna yaitu orang yang mampu mendidik dan menyiapkan
peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil
kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam
sekitarnya.[13] Makna المُرَبِّي dalam dunia pendidikan Islam membawa maksud yang luas
melebihi tingkat mu`allim. Konsep المُرَبِّي mengacu kepada pendidik yang tidak hanya mengajarkan sesuatu
ilmu tetapi dalam waktu yang sama mencoba mendidik rohani, jasmani, fisik, dan
mental anak didiknya untuk menghayati dan mengamalkan ilmu yang telah
dipelajari. Justru, المُرَبِّي lebih berkonsentrasi penghayatan sesuatu ilmu,
sekaligus membentuk kepribadian, sikap dan kebiasaan anak didiknya. Jadi, tugas
"Muallim" banyak melayang di "akal" namun tugas المُرَبِّي melayang di "hati".[14]
D.
Analisis Kritis
Isi Kandungan Ayat
Menurut Tafsir Al-Muyassar /
Kementerian Agama Saudi Arabia, Setelah Allah menyebutkan hukum jaza’i (pembalasan)
nya terhadap hamba-hamba-Nya, hukum syar’i-Nya yang ada dalam kitab-Nya, di
mana hal ini termasuk kerajaan-Nya, Dia berfirman, “Maka Maha Tinggi, Allah
Raja yang sebenar-benarnya.” Yakni dari apa yang dikatakan orang-orang musyrik atau dari
segala kekurangan. Di mana kerajaan adalah sifat-Nya, semua makhluk adalah
milik-Nya, hukum-hukum kerajaan, baik yang qadari (terhadap alam semesta)
maupun yang syar’i berlaku pada mereka. Wujud-Nya hak (benar), kerajaan-Nya hak
dan kesempurnaan-Nya hak. Sifat-sifat kesempurnaan tidak ada yang hakiki
kecuali bagi Allah Yang Memiliki Keagungan. Contohnya adalah kerajaan, meskipun
di antara makhluk-Nya ada yang menjadi raja pada sebagian waktu dan terhadap
orang-orang tertentu, namun kerajaannya terbatas dan akan sirna, adapun Allah,
maka Dia senantiasa sebagai Raja, Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri lagi Maha
Mulia. Maksudnya, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dilarang Allah
menirukan bacaan Jibril ‘alaihis salam kalimat demi kalimat, sebelum Jibril
‘alaihis salam selesai membacakannya, karena Allah menjamin untuk mengumpulkan
Al Qur’an di dalam dadanya dan membacakannya.
Oleh karena tergesa-gesanya Beliau untuk segera
menghapal wahyu itu menunjukkan kecintaan yang sempurna kepada ilmu, maka Allah
memerintahkan kepadanya agar meminta kepada Allah tambahan ilmu, karena ilmu
adalah kebaikan, dan banyaknya kebaikan perlu dicari, dan hal itu berasal dari
Allah. Tentunya, cara untuk memperolehnya adalah dengan bersungguh-sungguh,
rindu kepada ilmu, memintanya kepada Allah, meminta pertolongan-Nya serta butuh
kepadanya di setiap waktu. Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan tentang adab
mencari ilmu, yaitu bahwa orang yang mendengarkan ilmu sepatutnya bersabar
tidak langsung mencatat sampai pengajar atau pengimla’ (pendikte) menyelesaikan
kata-katanya yang masih berkaitan. Jika telah selesai, ia boleh bertanya jika
ia memiliki pertanyaan dan tidak segera bertanya dan memotong pembicaraan guru,
karena hal itu merupakan sebab terhalangnya ilmu. Demikian pula orang yang
ditanya, sebaiknya meminta dijabarkan pertanyaan dan mengetahui maksudnya
terlebih dahulu sebelum menjawab, karena hal itu merupakan sebab agar menjawab
benar. Dengan Al Qur’an. Oleh karena itu, setiap kali diturunkan ayat Al
Qur’an, maka bertambahlah ilmu Beliau. Dalam buku Hidayatul Insan bi
Tafsiril Qur'an / Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I — هداية الإنسان بتفسير القران 114.[15]
Dengan semua sifat itu, maka sesungguhnya Maha Tinggi Allah, Raja yang
sebenar-benarnya. Dan karena itu, janganlah kamu, wahai nabi Muhammad,
tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan pewahyuannya kepadamu agar
kamu tidak salah memahami dan mengajarkannya, dan katakanlah, 'ya tuhanku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan yang bermanfaat, karena jika nabi
Muhammad tergesa gesa maka ayat berikutnya yang akan menggambarkan akibatnya,
dimana ada peristiwa yang terjadi pada Adam dan pembangkangan iblis terhadap
perintah Allah. Kisah ini diawali dengan peringatan Allah atas tipu daya iblis.
Dan sesungguhnya telah kami perintahkan kepada adam dahulu untuk menjauhi iblis
yang selalu berusaha menyesatkannya. Tetapi karena iblis pandai merayu maka dia
lupa akan perintah itu. Dia lalu mengikuti ajakan iblis dan terjerumus sehingga
melanggar larangan Allah. Dan saat itu tidak kami dapati padanya kemauan yang
kuat untuk menolak rayuan iblis. '. Tafsir Ringkas Kemenag — Kementerian Agama
RI.[16] Dari penjabaran tersebut dapat ditambahkan, secara
tekstual ayat tersebut sebelum rabb (murabbi) dalam ayat tersebut
didahuli dengan sifat sifat allah yang maha Rabb yang berarti mendidik, maka seorang pendidik (Murabbi) harus
memiliki sifat عالى , الملكdan الحق karena
secara logika seorang pendidik harus lebih menguasai materi daripada peserta
didik, karena peserta didik mengharapkan ilmu dari seorang pendidik.
1.
عالى adalah
maha tinggi maha tinggi dzat nya maha tinggi perbuatannya dan kebijakannya,
maha tinggi asma’ nya, dan maha tinggi sifat sifat nya.[17]
Allah maha bersih, tinggi dan suci dari semua kekurangan. Guru ketika berada di
dalam kelas diibiratkan sebagai seorang pedagang yang sedang menjual barang
dagangannya. Calon pembelinya adalah siswa-siswinya. Barang dagangannya adalah
ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Layaknya seorang pedagang yang akan
melakukan promosi apa saja untuk membuat dagangannya laku terjual, gurupun juga
demikian. Guru akan melakukan apa saja untuk membuat para siswa-siswinya
tertarik pada materi yang diajarkan.Maka dengan segala pengetahuan guru mampu
membuat seorang murid berkata Sami’na Wa Ato’na.
2.
الملك adalah Dia Raja Yang kekuasaa Nya mengalahkan
semua penguasa dan tirani, Yang mengendalikan segala sesuatu. Dari Asma’ ini
dapat diambil hikmah bahwa guru harus memiliki power, memiliki kekuatan,
memiliki kekuasaan yaitu menguasai materi, mungasai peserta didik atau mampu mengelola
situasi dan kondisi kelas. Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap siswa di
kelas dapat mengikuti pembelajaran dengan tertib dan disiplin sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pengelolaan kelas bertujuan untuk
mengantisipasi kondisi kelas yang ricuh atau kacau. Kekacauan dalam kelas dapat
mengganggu proses belajar mengajar, biasanya hal tersebut terjadi karena
hal-hal yang kecil. Jika kekacauan yang dianggap kecil tersebut berubah
menjadfi kekacauan yang besar maka guru akan sulit mengembalikannya dalam
keadaan normal. Oleh karena itu guru harus bisa mengkondisikan kelas secara
baik. Seorang guru harus mampu menguasai situasi dan kondisi jangan kebanyakan
alasan alasan. Setidaknya ada delapan langkah yang harus dilakukan guru agar
mampu menguasai dan mengelola kelas dengan baik, yaitu:
1. Persiapan yang cermat
2. Tetap menjaga dan terus mengembangkan
rutinitas
3. Bersikap tenang dan penuh percaya diri
4. Bertindak dan bersikap profesional
5. Mampu mengenali perilaku yang tidak tepat
6. Menghindari langkah mundur
7. Berkomunikasi dengan orang tua siswa
secara efektif
8. Menjaga
kemungkinan munculnya masalah
3.
الحق adalah
Yang Maha benar, janji Nya benar, ancaman Nya benar, dan tiap-tiap sesuatu dari
Nya adalah kebenaran. Memang seorang guru bukan bukan seorang yang selalu benar
pasti seorang guru pernah salah atau keliru menyampaikan ilmunya karena
keterbatasan seorang guru tersebut, namun yang paling penting dalam dunia
pendidikan seorang guru tidak boleh berbohong. Dalam satu kisah sahabat Abu
Dzar Rodhiyallahu anhu diberikan beberapa wejangan oleh Nabi Sholallahu ‘alaihi
wa Salaam, diantara isi wejangannya adalah :
قُلِ الْحَقَّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا
“Katakan kebenaran, sekalipun itu pahit”.[18]
Jangan sampai karena tidak mampu menjawab pertanyaan seorang murid sehingga
seorang guru dengan sengaja menjawab dengan ngawur dan juga angan sampai hanya
untuk mencapai tujuan-tujuan yang mungkin jangka pendek: agar banyak
penggemarnya, banyak yang murid yang menyukai karena guru ini serba tau semua
atau karena memang jengkel pada seorang murid lantas berkata bohong tentang
ilmu atau bahkan untuk mencapai keuntungan-keuntungan tertentu misalnya seorang
guru mempunyai produk jualan baik buku atau lainnya, kemudian memanipulasi
data/fakta apalagi mengada-adakan fakta yang sebetulnya tidak ada alias hoaks.
Jika suatu saat kebohongannya itu ketahuan orang lain, maka kerugiannya tidak
terbayangkan besarnya. Seorang guru yang berbohong itu akan malu, dan bahkan akan
kehilangan sesuatu yang amat mahal, ialah kepercayaan dari orang lain.
E. KESIMPULAN
1.
Subjek pendidikan adalah
orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan,
sehingga materi yang diajarkan atau yang disampaikan dapat dipahami oleh objek
pendidikan. Subjek pendidikan yang dipahami kebanyakan para ahli pendidikan
adalah Orang tua, guru-guru di institusi formal (di sekolah) maupun non formal
dan lingkungan masyarakat, sedangkan pendidikan pertama (tarbiyatul
awwal) yang kita pahami selama ini adalah rumah tangga (orang tua).
Sebagai seorang muslim kita harus menyatakan bahwa pendidik pertama manusia
adalah Allah yang kedua adalah Rasulullah.
2. Pada bagian akhir surat Thaha ayat 144 tersebut terdapat
kata رَبِّ , namun dunia pendidikan lebih mengenal
istilah المُرَبِّي
dan التربيۃ
, karena memang dalam leksikologi Al Quran tidak ditemukan istilah المُرَبِّي dan التربيۃ melainkan kata tersebut
identik dengan kata رَبِّ yang memiliki makna yaitu orang yang
mampu mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu
mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi
dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
3. Dalam tekstual ayat tersebut, kata رَبِّ didahuli dengan sifat sifat allah yang maha Rabb
yang berarti mendidik, maka seorang
pendidik (Murabbi) harus memiliki sifat عالى , الملك
dan الحق karena secara logika seorang pendidik lebih menguasai materi
pendidikan dari pada peserta didik, karena peserta didik mengharapkan ilmu dari
seorang pendidik.
4.
Seorang harus memiliki integritas tinggi, yaitu dapat diartikan
sebagai sebuah usaha yang utuh dan lengkap yang didasari dengan kualitas,
kejujuran, serta konsistensi karakter seseorang. Integritas yaitu konsistensi
atau keteguhan yang tidak bisa tergoyahkan dalam menjunjung nilai-nilai
keyakinan dan prinsip.
REFERENSI
Abu Yahya
Marwan bin Musa, هداية الإنسان بتفسير القران Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan : -(Download : tafsirweb.com)
Amrullah Aziz, Pendidik
Profesional Yang Berjiwa Islami, Jurnal
Studi Islam, Volume 10, No. 1 Desember 2015 (Muhaimin 2004. Mengembangan
kurikulum PAI di Sekolah Hingga Perguruan Tinggi. Jakarta : Rajawali Press,
Raja Grafindo)
Edi P, Bambang,
Manusia Sebagai Subjek Dalam Pendidikan Kebhinekaan Humans as Subjects in
Diversity Education., JURNAL EDUKASI 2018, V(I): 32-34
Kholilah,
Muzakki Akh, Ilmu Pendidikan Islam,(Surabaya : Kopertais IV Press, 2010)
Luis Ma’luf, al-Munjid
fī al-Lughah wa al-A’lām, (Beirut: al-Maktabah al-Syarqiyyah, 2007), hlm.
243. https://www.academia.edu/4132992/Semantik_dari_kata_Rabb_dan_Ilah
Ramadhana Al
Banjari, Rachnat, Quantum Asma’il HusnaMenyikap Tabir Agung Nama Nama Allah
& Meraih Manfaat Ajaibnya Bagi Kehidupan kita. 2013: Safirah-
Jogjakarta
Rusman, Model-model
pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru.(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), h. 20 (Lihat Ahmad Sanusi, 1991, Studi Penagembangan
Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, (Bandung: IKIP Bandung),
h. 23)
Sahiron
Syamsuddin, Metode Intratekstualitas Muhammad Shahrur dalam Penafsiran
al-Qur’an, dalam Studi al-Qur’an Kontemporer, Wacana Baru Berbagai Metodologi
Tafsir, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya (Anggota IKAPI), 2002), cet. I,
hlm. 145. https://www.academia.edu/4132992/Semantik_dari_kata_Rabb_dan_Ilah
Yayuli, Istilah-Istilah Pendidikan Dalam
Perspektif Al Quran Dan Hadis Nabi Muhammad Saw : SUHUF, Vol. 29, No. 1,
Mei 2017 : 15-37
http://pandidikan
.blogspot.com/2010/04/ayat-tentang-subjek-pendidikan.html?m=1
[1] Kholilah, Muzakki Akh, Ilmu Pendidikan
Islam,(Surabaya : Kopertais IV Press, 2010)
[2] Kholilah, Muzakki Akh, Ilmu Pendidikan
Islam,(Surabaya : Kopertais IV Press, 2010)
[3] Rusman, Model-model
pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru.(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2013), h. 20 (Lihat Ahmad Sanusi, 1991, Studi Penagembangan Model
Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, (Bandung: IKIP Bandung), h. 23)
[4] Manusia Sebagai
Subjek Dalam Pendidikan Kebhinekaan Humans
as Subjects in Diversity EducationBambang
Edi P., JURNAL
EDUKASI 2018, V(I): 32-34
[7] Luis Ma’luf, al-Munjid fī al-Lughah wa
al-A’lām, (Beirut: al-Maktabah al-Syarqiyyah, 2007), hlm. 243. https://www.academia.edu/4132992/Semantik_dari_kata_Rabb_dan_Ilah
[8] Sahiron Syamsuddin, Metode Intratekstualitas Muhammad
Shahrur dalam Penafsiran al-Qur’an, dalam Studi al-Qur’an Kontemporer,
Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya
(Anggota IKAPI), 2002), cet. I, hlm. 145. https://www.academia.edu/4132992/Semantik_dari_kata_Rabb_dan_Ilah
[9] Kholilah, Muzakki Akh, Ilmu Pendidikan
Islam,(Surabaya : Kopertais IV Press, 2010)
[10] Yayuli,
Istilah-Istilah Pendidikan Dalam Perspektif Al Quran Dan Hadis Nabi
Muhammad Saw : SUHUF, Vol. 29, No. 1, Mei 2017 : 15-37
[13] Amrullah Aziz, Pendidik Profesional Yang
Berjiwa Islami, Jurnal Studi Islam, Volume 10, No. 1 Desember 2015 (Muhaimin 2004. Mengembangan kurikulum PAI
di Sekolah Hingga Perguruan Tinggi. Jakarta : Rajawali Press, Raja Grafindo)
[15] Abu Yahya Marwan bin Musa, هداية الإنسان بتفسير القران Tafsir Al Qur'an Hidayatul Insan : -(Download : tafsirweb.com)
[17] Ramadhana Al Banjari, Rachnat, Quantum
Asma’il HusnaMenyikap Tabir Agung Nama Nama Allah & Meraih Manfaat Ajaibnya
Bagi Kehidupan kita. 2013: Safirah- Jogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar