Coba KLIK !!!! Rasakan yang Akan terjadi

Jumat, 20 Maret 2020

LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM ISLAM


LEMBAGA PENDIDIKAN DALAM ISLAM

Disusun ,Ali Mujib


BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Lembaga merupakan tempat berlangsungnya pelaksanaan pendidikan. Keberadaan lembaga pendidikan sangat penting,  karena dengan keberadaan lembaga  juga berfungsi sebagai tempat yang nyaman bagi para penuntut ilmu pengetahuan dan para pendidik.
Pada masa rasulullah paling tidak ada empat macam lembaga pendidikan yaitu : rumah sahabat, kuttab, masjid dan suffat. Rumah  pada umumnya di pahami sebagai tempat tinggal satu keluarga. Fungsi rumah, bermacam-macam, misalnya : tempat istirahat, tempat makan, tidur, tempat barang-barang berharga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya sekunder, akan tetapi pada perkembangan teknologi seperti sekarang.
Langgar-langgar atau kutab sebelumnya merupakan tempat belajar membaca dan menulis semata-mata. Setelah islam tersebar luas, kegunaan kuttab tidak hanya sebagai tempat belajar baca tulis huruf arab, akan tetapi dipergunakann untuk mempelajari tulis baca al-qur’an serta menghafalnya.
Masjid yang didirikan pertama kali adalah masjid quba’ yang tempatnya diluar kota madinah, tepatnya di mirbad. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya masjid dalam kehidupan kaum muslimin, yakni bahwa masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, ritual saja, melainkan juga sebagai tempat aktifitas masyarakat islam baik dalam bidang keagamaan maupun bidang keduniaan.

B.       RUMUSAN MASALAH
1.        Jelaskan lembaga pendidikan dalam Islam?
2.        Jelaskan Hadist Yang Berkaitan Dengan Lembaga Pindidikan?

C.       TUJUAN MASALAH
1.      Untuk memahami tentang lembaga pendidikan dalam Islam.
2.      Untuk mengetahui tentang Hadist yang berkaitan dengan lembaga pendidikan.

D.      BATASAN MASALAH
     Pada makalah yang penulis buat ini berisitan pembahasan tentang lembaga pendidikan dalam hadist. Sehingga kami hanya akan membahas tentang masalah yang bersangkutan dengan lembaga pendidikan dalam hadist tanpa keluar dari topic pembahasan atau keluar dari tema yang dibuwat oleh penulis.

E.       METODE PENELITIAN
Metode pemecahan masalah dilakukan melalui studi literatur / metode kajian pustaka, yaitu dengan menggunakan beberapa buku referensi atau dari referensi lain yang mengacu pada masalah yang dibahas. Langkah pemecahan masalah dimulai dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan merumuskan masalah, melakukan langkah-langkah penilaian masalah, menetapkan sasaran dan tujuan, merumuskan jawaban atas masalah dari berbagai sumber, dan peyintesisan serta mengelola jawaban atas masalah tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM.
1.      Pengertian Lembaga Pendidikan
                       Lembaga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bakal dari sesuatu, asal mula yang akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk, wujud, rupa, acuan, ikatan, badan atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas terutama dalam bidang keilmuan.[1]
                       Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan keahlian. yaitu dalam hal pendidikan intelektual, spiritual, serta keahlian/ keterampilan. Sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya, sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.      Pengertian pendidikan dalam islam
Definisi pendidikan dikemukakan para ahli dalam rumusan yang beraneka ragam, antara lain sebagai berikut:[2]
a)      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah proses pengubah sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
b)      Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal Ayat 1 dikemukakan pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
c)      Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendididk terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
3.      Lembaga dalam pendidikan islam
Lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.[3]
Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan islam yaitu suatu wadah pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang diinginkan. Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat pendidikan, jadi badan/ lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.

B.       HADIST YANG BERKAITAN DENGAN LEMBAGA PINDIDIKAN

1.        حَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ الأَصْبَهَانِيِّ، قَالَ سَمِعْتُ أَبَا صَالِحٍ، ذَكْوَانَ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ،‏. قَالَتِ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ، فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ‏. فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ، فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ، فَكَانَ فِيمَا قَالَ لَهُنَّ مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلاَثَةً مِنْ وَلَدِهَا إِلاَّ كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنَ النَّارِ [4]‏‏. فَقَالَتِ امْرَأَةٌ وَاثْنَيْنِ فَقَالَ وَاثْنَيْنِ ‏‏
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Adam, dia berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dia berkata telah menceritakan kepadaku Ibnu Al Ashbahani, dia berkata: aku mendengar Abu Shalih Dzakwan menceritakan dari Abu Sa’id Al Khudri: Kaum wanita berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Kaum lelaki telah mengalahkan kami untuk bertemu dengan engkau, maka berilah kami satu hari untuk bermajelis dengan diri tuan.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berjanji kepada mereka satu hari untuk bertemu mereka; lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberi pelajaran dan memerintahkan kepada mereka. Di antara yang disampaikannya adalah: “Tidak seorangpun dari kalian yang didahului oleh tiga orang dari anaknya kecuali akan menjadi tabir bagi dirinya dari neraka”. Berkata seseorang: “Bagaimana kalau dua orang?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Juga dua’’.
dilihat dari hadist diatas bahwa lembaga pendidikan antara lain:[5]
a.        Masjid sebagai Lembaga Pendidikan
عَنْ أَبي سعيد : جَاءَتْ اِمْرَأَةٌ إلَى رَسُوْ لِ الله صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم فَقالَتْ: يارسول الله، ذَهَبَ الرِّجَالُ بِحَدِ يْثِكَ، فَا جْعَلْ لَنَا مِنْ نَفْسِكَ يَوْمًا نَأتِيْكَ فِيْهِ تُعَلّمُنَا مِمّا عَلّمَكَ الله. فَقَال َ: اِجْتَمِعْنَ فِيْ يَوْمِ كَذاوكذافِيْ مَكَانِ كَذَاوَكَذَا. فَا جْتَمِعْنَ. فَأتَاهُنّ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم فَعَلّمَهُنّ مِمّا عَلّمَهُ الله ثُمَّ قال: مَا مِنْكُنَّ إمْرَأةٌ تَقَدّمَ بَيْنَ يَدَيْهَا مِنْ وَلِدِهَا ثَلَاثَةٌ إلّاكَانَ لَهَا حِجَابًامِنَ النّارِ .فَقَا لَتْ اِمْرَأة ٌمِنْهُنّ: يارسول الله اِثْنَيْنِ؟ قَالَ: فَأعَادَتْهَامَرّتَيْنِ ثُمّ قال: وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ، وَاثْنَيْنِ.
(رواه البخاري في الصحيح, كتاب إلاعتصام بالكتاب والسنة, باب تعليم النبي صلى الله عليه وسلم أمته من الرجال والنساءمماعلمه الله ليس برأي ولاتمثيل
Artinya: Dari Abu Sa’id, “ Seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, ‘ Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah pergi dengan haditsmu. Tetapkanlah untuk kami atas kemauanmu suatu hari yang kami datang padamu di hari itu, agar engkau mengajarkan kepada kami apa yang diajarkan Allah kepadamu’. Beliau bersabda, ‘Berkumpullah pada hari ini dan itu, di tempat ini dan itu’. Maka mereka pun berkumpul. Lalu Rasulullah SAW datang menemui mereka dan mengajarkan kepada mereka apa yang diajarkan Allah kepadanya. Setelah itu beliau bersabda, ‘Tidak ada seorang perempuan pun diantara kalian yang ditinggal mati tiga orang anaknya, melainkan anaknya itu menjadi penghalang bagi ibunya dari neraka’. Seorang perempuan diantara mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan dua orang?’ Beliau bersabda,’Dan dua orang, dan dua orang, dan dua orang’.
Berdasarkan matan hadis tersebut dapat diambil aspek tarbawinya, antara lain;
1)        Rasulullah memberikan nasehat/ pengajaran kepada kaum wanita di tempat yang terpisah atau secara tersendiri, biasanya tempat pengajaran Rasulullah adalah masjid.
2)        Bolehnya seorang murid menanyakan keterangan gurunya atau seorang pengikut mengkritisi pendapat orang yang belum yang dipahaminya. Jika dikaitkan dengan judul yaitu masjid sebagai madrasah maka disini aspek tarbawi nya dapat dilihat dari tempat pengajaran atau lembaga pendidikan Rasulullah dalam mengajar. Nabi saw.tidak memiliki madrasah yang permanen. Beliau tidak memiliki pondok pesantren untuk pendidikan, tempat beliau duduk memberikan ceramah dihadapan para santrinya. Namun, majelis-majelis keilmuan beliau luas, umum, dan universal( syamil), laksana hujan turun disetiap tempat, memberikan manfaat kepada para orang-orang khusus maupun orang-orang umum. Pada umumnya para sahabat berkumpul di masjid untuk menunaikan shalat-shalat fardhu, maka beliau lebih banyak menyelenggarakan majelis-majelis keilmuan di masjid. Masjid dengan demikian menjadi tempat yang resmi sekaligus murni untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, serta untuk mengulangi pelajaran, nasihat dan petunjuk.
b.        Rumah Sebagai Lembaga Pendidikan
عثمان بن الأرقم أنه كان يقول : أنا ابن سبع الإسلام أسلم أبي سابع سبعة و كانت داره على الصفا و هي الدار التي كان النبي صلى الله عليه و سلم يكون فيها فيالإسلام و فيها دعا الناس إلى الإسلام
(رواه الحاكم فى المستدرك, باب ذكر الأر قم بن أبي الأرقم المخزومي رضي الله عنه)
Artinya: “Ustman bin Arqam berkata: saya masuk Islam usia tujuh tahun, ayah saya orang yang ke tujuh masuk Islam. Rumahnya di tanah safa dan rumah itu pernah di tempati oleh Nabi Muhammad SAW untuk berdakwah dan berdo’a kepada manusia untuk masuk Islam. (HR. Al- Hakim)”.
Dari hadits diatas dapat dipahami bahwa Ustman bin Abi Arqam telah masuk islam pada usia 7 tahun, ayahnya terlebih dahulu masuk islam dan termasuk golongan assabiqunal awwalun (orang yang mula-mula masuk islam), merupakan orang yang ke tujuh dari jumlah orang tujuh tersebut. Rumahnya terletak di daerah Safa, dan di rumah tersebut Rasulullah pernah menempati di dalamnya untuk berdakwah atau mengajak manusia untuk masuk Islam dan di rumah itu banyak orang yang masuk Islam.
Rumah milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakanMadrasah pertama sepanjang sejarah Islam, tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama, yaitu Muhammad Rasulullah Saw.Beliau sendiri yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan disana.
Akhirnya rumah Al-Arqam yang sebelumnya disebut Dar al-Arqam (rumah Al-Arqam), setelah dia memeluk Islam disebut dengan Dar al-Islam (Rumah Islam).
Berdasarkan matan hadits tersebut dapat diambil aspek tarbawi sebagai berikut:
Pendidikan anak diawali dari rumah. Nyatanya, rumah adalah sebuah madrasah pertama bagi anak-anak. Rumah adalah tempat anak mendapatkan pengajaran dari orang tuanya sebelum ia terjun ke dunia pendidikan. Seperti dalam hadits ini “ Setiap anak dilahirkan dengan membawa (dalam keadaan) fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Telah jelas bahwa apabila di dalam rumah itu terdiri dari orang tua yang selalu mengajarkan kebaikan kepada anak-anaknya, selalu dihiasi dengan nuansa islami akan tercipta keluarga yang harmonis.
Oleh karena itu peran orang tua dalam mendidik anak sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anaknya, sebab orang tua merupakan figur yang menjadi teladan bagi anak-anak, secara tidak langsung mereka belajar dari perilaku kedua orang tuanya. Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah. Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan. Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
c.         Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kuttab merupakan salah satu tempat belajar dalam sejarah islam, kuttab sudah dikenal di negri arab sebelum islam, di pahami sebagai tempat yang sempit, terbatas. Terkadang disebut juga dengan maktab. Kuttab dikenal sebagai bangunan kecil, atau sebuah kamar dirumah atau kamar yang sebelahan dengan masjid.
Langgar-langgar atau kutab sebelumnya merupakan tempat belajar membaca dan menulis semata-mata. Setelah islam tersebar luas, kegunaan kuttab tidak hanya sebagai tempat belajar baca tulis huruf arab, akan tetapi dipergunakann untuk mempelajari tulis baca al-qur’an serta menghafalnya.
Muhammad Munir Mursi, mengatakan bahwa tujuan utama didirikan kuttab, adalah untuk menghafal al-qur’an al karim, mempelajari al-qur’an dengan menuliskannya. Menghafal al-qur’an bukan suatu perkara yang mudah, akan tetapi memiliki persyaratan, misalnya perlu fokus dalam menghafalnya, sehingga perlu menyendiri di kuttab. Di kuttab para sahabat ditugaskan untuk menulis ayat-ayat al-qur’an.
Kuttab sebagai lembaga pendidikan tetap di pakai pada zaman keemasan islam. Bangsa arab sebelum datangnya islam, dikenal sebagai manusia buta aksara, setelah kedatangan islam, rasulullah SAW menggalakkan wajib belajar tulis baca, sehingga tidak berapa lama kemudian, bangsa arab menjadi masyarakat yang memiliki budaya baca yang kuat. Dua abad setelah rasulullah Wafat, islam meraih zaman keemasan, sebagai negara adikuasa super power pada masa itu.

d.        Suffah Sebagai Lembaga Pendidikan
Suffah merupakan bangunan atau ruang yang bersambung dengan masjid, suffah dapat dilihat sebagai sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya : masjid nabawi yang mempunyai suffat yang digunakan untuk majlis ilmu, lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat. Yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal yang permanen, dan memiliki kemampuan finansial, Abu hurairah menjelaskan bahwa ahlu al-suffat adalah tamu allah yang tidak mempunyai tempat tinggal, keluarga dan harta. Apabila rasulullah SAW diberi sedekah, beliau akan berikan kepada ahlul suffat, dan beliau tidak memakan sedikitpun darinya
Ketika fatimah dan ali bin abi thalib datang kepada rasulullah umtuk meminta pembantu, rasulullah menjawab “ demi allah! Saya tidak akan memberikan kepada kalian berdua. Bagaimana mungkin saya memberikan ahlul suffat, melipat perutnya, dan tidak ada sesuatu yang bisa saya berikan kepada mereka. Tetapi saya akan menjual mereka (tawanan) dan harganya akan saya berikan kepada mereka.
Imam bukhari meriwayatkan hadits yang semakna menyebutkan, “ dalil bahwa seperlima diberikan kepada rasulullah dengan orang-orang miskin dan itsar (mendahulukan orang lain daripada dirinya). Rasulullah mandahulukan kebutuhan penghuni suffat dan janda ketika beliau diminta oleh putrinya yang mengadu kepadanya bahwa ia menggiling gandum sendiri agar diberikan budak untuk membantunya, namun beliau menyerahkan kepada allah.
Dengan demikian, keberadaan orang yang tidak mempunyai biaya dan tempat tinggal, diberikan perhatian khusus oleh rasulullah. Bahkan rasulullah SAW mengutamakan hadiah yang diberikan kepada beliau untuk di serahkan kepada ahlul suffah. Kegiatan ahlul suffah disamping adalah sebagai ibadah dan belajar adalah juga membantu rasulullah SAW untuk perang.

2.       صحيح البخاري ٥٧: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ قَالَ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ ح و حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُلَيْحٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي قَالَ حَدَّثَنِي هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَبَيْنَمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ الْقَوْمَ جَاءَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ فَمَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ سَمِعَ مَا قَالَ فَكَرِهَ مَا قَالَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ لَمْ يَسْمَعْ حَتَّى إِذَا قَضَى حَدِيثَهُ قَالَ أَيْنَ أُرَاهُ السَّائِلُ عَنْ السَّاعَةِ قَالَ هَا أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِر.[6] السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan berkata, telah menceritakan kepada kami Fulaih. Dan telah diriwayatkan pula hadits serupa dari jalan lain, yaitu Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Al Mundzir berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku berkata, telah menceritakan kepadaku Hilal bin Ali dari Atho' bin Yasar dari Abu Hurairah berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam suatu majelis membicarakan suatu kaum, tiba-tiba datanglah seorang Arab Badui lalu bertanya: "Kapan datangnya hari kiamat?" Namun Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tetap melanjutkan pembicaraannya. Sementara itu sebagian kaum ada yang berkata; "beliau mendengar perkataannya akan tetapi beliau tidak menyukai apa yang dikatakannya itu, " dan ada pula sebagian yang mengatakan; "bahwa beliau tidak mendengar perkataannya." Hingga akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelesaikan pembicaraannya, seraya berkata: "Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?" Orang itu berkata: "saya wahai Rasulullah!". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat". Orang itu bertanya: "Bagaimana hilangnya amanat itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat".
Dari hadist lain juga di terangkan:[7]
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sinan telah menceritakan kepada kami Fulaih bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami Hilal bin Ali dari 'Atho' bin yasar dari Abu Hurairah radhilayyahu'anhu mengatakan; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu".



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
     Lembaga pendidikan adalah suatu badan yang berusaha mengelola dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosial, kebudayaan, keagamaan, penelitian keterampilan dan keahlian.
     Lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri.
Lembaga pendidikan pada zaman rasulullah diantaranya:
1.        Masjid sebagai Lembaga Pendidikan
2.        Rumah Sebagai Lembaga Pendidikan
3.        Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
4.        Suffah Sebagai Lembaga Pendidikan
Dan dilihat dari hadist diatas maka juga dapat disimpulkan bahwasanya suatu lembaga Jika dijalankan oleh orang yang bukan ahlinya , maka tunggulah kehancuran itu."


DAFTAR PUSTAKA


Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. 1999. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hal 17.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam. radisi dan Modernisasi Menuju Milennium Baru. 1994. Jakarta: PT Logis. hal 57.

Achmad, M. Pengantar Ilmu Pendidikan. 2012. Semarang :Unnes Press. hal 220.
HSR Bukhari vol.1 No.101

Hanun, Asrohah. Sejarah Pendidikan Islam. 1999. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. hal 108.

Ibid,. 101.

al-Naquib,Muhammad.1984. Konsep Pendidikan dalam Islam. Terjemah. Haidar Bagir. Bandung; Mizan. hal 80.



[1] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999),hal 17.
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam., radisi dan Modernisasi Menuju Milennium Baru, (Jakarta: PT Logis, 1994), hal 57.
[3] M Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Semarang :Unnes Press. 2012),hal 220.
[4] HSR Bukhari vol.1 No.101
[5] Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) hal 108.
[6] Ibid,. 101.
[7] Muhammad al-Naquib, Konsep Pendidikan dalam Islam, terj, Haidar Bagir, (Bandung; Mizan, 1984), hal 80.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar