Dakwah Rasulullah saw makin gencar sehingga para pemimpin Quraisy berencana mencegah penyebaran Islam lebih luas lagi dengan mengirimkan Utbah bin Rabi'ah kepada Rasulullah saw. Misi Utbah adalah membujuk Rasulullah agar berhenti berdakwah.
Rasulullah saw menyambut kedatangan Utbah dengan sangat baik. Utbah membuka percakapan dengan bertanya kepada Rasulullah saw., "Siapakah yang lebih baik, wahai Muhammad? Kau atau ayahmu?"
Rasulullah diam. Mungkin beliau merasa tidak perlu menjawab pertanyaan seperti itu.
Utbah tidak menyerah dan melanjutkan, "Putra saudaraku, engkau adalah bagian dari diri kami sebab kami tahu persis silsilah keluargamu. Akan tetapi, engkau membawa kepada kaummu sesuatu yang sangat besar dan mencerai-beraikan mereka. Oleh karena itu, aku datang kepadamu untuk menawarkan beberapa hal yang bisa kau pertimbangkan untuk kau terima. Jika kau melakukan semua itu untuk harta, kami bersedia mengumpulkan seluruh harta kami untuk diberikan kepadamu agar kamu menjadi orang terkaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kedudukan, kami siap mengangkatmu menjadi penguasa kami, dan kami tidak akan memutuskan perkara sebelum kamu memutuskannya. Seandainya engkau ingin menjadi raja, kami akan menobatkanmu menjadi raja. Jika kamu melakukan hal itu karena keyakinanmu dan tidak mudah kau hilangkan dari dirimu, kami akan memanggil seorang tabib berapa pun biayanya untuk menghilangkan keyakinanmu itu sampai kau terbebas darinya."
Rasulullah tetap diam. Utbah mulai kehabisan kata-kata karena tawarannya tidak ditanggapi Rasulullah. Akhirnya, Utbah pun ikut terdiam. Melihat Utbah yang tampak kebingungan, Rasulullah bertanya kepadanya, "Ada lagi yang hendak kau katakan?"
Utbah menjawab, "Tidak ada."
Kemudian Rasulullah saw membacakan Surat Fushshilat [41]: 13, "Jika mereka berpaling maka katakanlah, "Aku telah memperingatkan kamu akan (bencana) petir seperti petir yang menimpa kaum Ad dan kaum Tsamud."
Ayat tersebut seolah menyambar Utbah bagai petir yang sangat dahsyat. Seluruh tubuh Utbah gemetar karena ketakutan yang luar biasa. Ia tahu Rasulullah tidak pernah berbohong sehingga ia khawatir ayat tersebut akan menjadi kenyataan. Secepat kilat ia berbalik arah meninggalkan Rasulullah saw dan kembali ke rumahnya.
Sementara itu, para pemimpin Quraisy menanti dengan gelisah. Mereka memperoleh laporan bahwa Muhammad menyambut kedatangan Utbah dengan baik. Mereka khawatir Utbah tidak berhasil menghentikan dakwah Rasulullah, tetapi tertarik untuk menerima Islam.
Melihat kedatangan Utbah, Abu Jahal langsung menuduhnya dengan penuh kecurigaan, "Aku dengar Muhammad memperlakukanmu dengan baik dan menjamumu. Sebagai imbalannya kau percaya kepadanya. Orang-orang berkata demikian!"
Tidak suka diperlakukan seperti itu, Utbah menjawab pula dengan emosi, "Kautahu aku tidak butuh apa pun darinya. Aku lebih kaya daripada kalian semua. Namun, apa yang ia katakan mengejutkanku! Kata-kata tersebut bukanlah syair, sihir, atau mantra. Dia orang yang jujur. Saat aku dengar ia membacanya, aku takut apa yang terjadi pada kaum Ad dan Tsamud akan menimpa kita juga!"
Utbah menyadari bahwa peringatan azab dari Rasulullah bukanlah main-main. Tidak pernah sekalipun Rasulullah saw berdusta. Kalimat-kalimat yang meluncur dari bibirnya adalah kalam Allah SWT yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Tidak hanya sampai di situ, ketakutan Utbah terbawa hingga menjelang dimulainya Perang Badar. Utbah bin Rabi'ah membujuk kaumnya untuk meninggalkan peperangan dengan mengingatkan mereka akibat dan bahaya yang akan mereka hadapi.
Ia berkata, "Ketahuilah, sesungguhnya kaum muslimin itu akan berjuang mati-matian hingga titik darah penghabisan!" Akan tetapi, Abu Jahal menanggapinya dengan sinis.
Utbah melanjutkan alasannya, "Sesama saudara akan membunuh satu sama lain. Sungguh hal itu akan meninggalkan kepahitan yang tak pernah hilang selamanya!"
Abu Jahal langsung menuduhnya sebagai penakut. Tidak terima dengan tuduhan tersebut, ia langsung menantang saudara laki-laki dan putranya untuk bermain anggar melawan dirinya, satu lawan dua.
Ketika Utbah mengendarai unta merah, Rasulullah saw bersabda, "Jika ingin selamat, seharusnya mereka mengikuti perkataan si penunggang unta merah itu. Jika mereka mendengar perkataannya, niscaya mereka akan selamat."
Ahmad dalam Al-Fath Ar-Rabani menuturkan bahwa Allah SWT menciptakan perselisihan di antara pasukan musuh untuk melemahkan semangat mereka. Allah SWT juga menghendaki mereka tidak terpengaruh oleh bujukan Utbah. Mereka lebih mendukung Abu Jahal yang memiliki dendam kesumat kepada Rasulullah saw dan kaum muslimin.
Akhirnya, Utbah tewas di peperangan Badar. Mayatnya dilempar ke dalam sumur tua bersama mayat-mayat orang musyrik lainnya. Putra Utbah, Abu Hudzaifah, yang telah menjadi seorang muslim terlihat sedih ketika melihat ayahnya tewas dalam peperangan melawan kebenaran. Menyadari hal itu, Rasulullah saw yang sejak awal memerhatikan Abu Hudzaifah berkata, "Sepertinya, keadaan ayahmu telah mengusik hatimu."
Abu Hudzaifah mengelak, "Demi Allah, tidak, wahai Rasulullah! Aku tidak ragu dengan keadaan ayahku dan kematiannya. Akan tetapi, aku tahu betul bahwa ayahku sebenarnya mempunyai pandangan, cita-cita, dan keutamaan yang sangat kuharapkan dapat ia persembahkan kepada Islam. Melihat apa yang menimpa ayahku, mati dalam keadaan kafir, sementara harapanku padanya masih menggebu, tentu saja aku bersedih karenanya," tutur Abu Hudzaifah.
Kemudian Rasulullah saw mendoakan yang baik-baik untuk Utbah dan menasihatkan kebaikan kepada putra Utbah tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar