Aqil bin Abi Thalib r.a mendatangi kakaknya, Ali bin Abi Thallib r.a, yang telah menjabat sebagai khalifah. Dengan mengiba, Aqil r.a meminta bantuan kepada kakaknya, "Wahai Ali, kau adalah saudaraku. Saat ini kau memiliki posisi tertinggi sebagai kepala negara. Aku membutuhkan uang dan aku harap kau bisa memberiku pinjaman demi hubungan baik kita sebagai saudara kandung."
Dengan berat hati Ali r.a menjawab, "Maaf, kali ini aku benar-benar tidak mempunyai uang. Memang aku yang memegang kunci Baitul Mal, perbendaharaan negara, tetapi uang itu milik rakyat, bukan milikku pribadi."
"Aku akan segera mengembalikan pinjaman tersebut. Ayolah!" desak Aqil r.a.
Lantaran Ali r.a. terus-menerus ditodong adiknya, akhirnya ia memanggil salah satu pegawainya sambil menitahkan, "Bawalah saudaraku ini ke pasar. Suruh ia mendobrak pintu semua kedai yang terdapat di sana. Biarkanlah ia mengambil harta sesukanya!"
Aqil r.a. terkejut mendengarnya. Mengambil harta sesukanya bukankah berarti merampok? Dengan wajah merah padam, ia berseru kepada Amirul Mukminin, Ali r.a, "Maksudmu kau menyuruh aku jadi perampok?"
Dengan tenang Ali r.a menjawab, "Ya, bukankah kau tadi memaksa aku untuk merampok uang Baitul Mal yang bukan hakmu?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar