Allah SWT mengisahkan ketika Nabi Yusuf a.s. ditawari sebuah jabatan oleh raja kafir: "Dan raja berkata, "Bawalah dia (Yusuf) kepadaku agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku." Ketika dia (raja) tetah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya." Dia (Yusuf) berkata, "Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga dan berpengetahuan." (QS. Yusuf [12]: 54-55).
Syekh Abdurrahman As-Sa'di menjelaskan tentang ayat ini dalam tafsirnya Bahjatul Qulub Al-Abrar bahwa Nabi Yusuf a.s meminta posisi sebagai bendaharawan Mesir karena ia memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk melaksanakan tugas tersebut yang tidak mungkin dilakukan orang lain.
Yaitu, menjaga harta dengan sempurna, mengetahui segala sisi yang terkait dengan perbendaharaan tersebut, baik pengeluaran, pembelanjaan, maupun penegakan keadilan yang sempurna.
Kemudian ketika beliau melihat sang raja mendekatkan diri kepadanya (menjadikannya orang kepercayaan) dan mengutamakannya atas raja itu sendiri serta pada kedudukan yang tinggi, sudah menjadi kewajiban baginya untuk memberikan pengarahan yang sempurna bagi raja dan rakyat. Itu adalah suatu keharusan dalam tugasnya sebagai utusan Allah.
Ketika Nabi Yusuf melakukan tugas menjaga perbendaharaan Mesir, beliau berusaha untuk menguatkan pertanian sehingga tidak tersisa satu tempat pun dari tanah Mesir, dari ujung ke ujung yang lain, yang pantas untuk ditanami, melainkan beliau tanami selama tujuh tahun. Lalu, beliau bentengi dan jaga dengan penjagaan yang sangat ajaib.
Setelah itu, datanglah tahun-tahun paceklik. Manusia sangat membutuhkan pangan. Beliau pun berusaha menimbang dengan penuh keadilan sehingga melarang para pedagang untuk membeli makanan karena khawatir mendesak orang-orang yang butuh. Kemudian terwujudlah kebaikan dan keuntungan yang banyak serta manfaat yang tidak terhitung.
Perihal Nabi Yusuf a.s pernah menjadi perbincangan antara Umar bin Khaththab r.a dan Abu Hurairah r.a. Diriwayatkan oleh Muhammad bin Sirrin r.a bahwa Umar r.a menugaskan Abu Hurairah r.a sebagai gubernur di daerah Bahrain.
Lalu, Abu Hurairah r.a datang membawa uang 10.000 dirham. Umar r.a berkata kepadanya, "Apakah engkau peruntukkan harta ini untuk kepentingan pribadimu, wahai musuh Allah dan musuh kitab-Nya?!"
Abu Hurairah r.a menjawab, "Aku bukan musuh Allah maupun musuh kitab-Nya, tetapi justru musuh yang memusuhi keduanya."
Umar r.a menukas, "Lalu, dari mana hartamu ini?"
"Itu adalah kuda yang berkembang biak dan hasil pekerjaan budakku serta pemberian yang datang beberapa kali," jawab Abu Hurairah.
Mereka pun memeriksanya. Ternyata benar apa yang dikatakan Abu Hurairah.
Setelah hal itu berlalu, Umar r.a memanggil Abu Hurairah r.a untuk ditugaskan kembali, tetapi ia menolak. Kemudian Umar berkata, "Mengapa kamu tidak suka jabatan ini, padahal telah memintanya orang yang lebih baik darimu, Yusuf a.s.?"
Abu Hurairah menjawab," Yusuf adalah seorang nabi, putra seorang nabi, dan cucu seorang nabi. Sedangkan, saya, Abu Hurairah, putra seorang ibu yang kecil. Dan, aku khawatir tiga tambah dua (perkara)."
Umar r.a berkata, "Mengapa tidak kau katakan lima (perkara) saja?"
Abu Hurairah menjawab, "Saya khawatir berkata tanpa ilmu, memutuskan tanpa kesabaran dan pikir panjang, takut punggungku dicambuk, hartaku diambil, dan kehormatanku dicela."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar